Bangkitnya Para Perempuan Pemimpin Negara

Perdana Menteri Denmark Helle Thorning-Schmidt
Sumber :
  • REUTERS/Fabian Bimmer

VIVAnews - Peran perempuan di politik dunia makin kuat belakangan ini. Di sejumlah negara, kaum wanita menempati posisi, termasuk menjadi kepala pemerintahan. Per September 2011 tercatat sudah lima perempuan diangkat sebagai pemimpin negeri di berbagai negara.

Terbaru, Kamis 15 September 2011, Partai Sosial Demokrat Denmark yang mengusung wanita 45 tahun, Helle Thorning-Schmidt memenangkan pemilihan umum tahun ini. Tak lama lagi dia segera didaulat menjadi perdana menteri.

Bukan orang baru di perpolitikan Denmark, Thorning-Schmidt, terkenal gigih memperebutkan posisi itu. Sebelumnya, pada 2007, dia dikalahkan oleh Anders Fogh Rasmussen dalam bursa pemilihan PM. Pada 1999, wanita lulusan European College di Belgia ini pernah menjabat anggota parlemen Denmark. Barulah setelah dia menggalang koalisi dengan beberapa partai kiri, dia berhasil memenangkan hati rakyat.

RS Polri: Seluruh Jasad Korban Kebakaran Toko Frame Mampang Sudah Teridentifikasi

Sebelum Thorning-Schmidt, warga Thailand terlebih dulu mengangkat perempuan sebagai kepala negara pada 8 Agustus 2011. Adik kandung pemimpin terguling Thailand Thaksin Shinawatra, Yingluck Shinawatra, dari Partai Pheu Thai menang telak dari Partai Demokrat pimpinan PM sebelumnya Abhisit Vejjajiva dengan 94 persen suara.

Berbeda dengan Thorning-Schmidt, wanita cantik berusia 44 tahun ini tidak pernah terjun ke dunia politik sebelumnya. Yingluck memiliki dua gelar dari universitas Thailand dan Amerika Serikat ini sebelumnya adalah direktur pelaksana sebuah perusahaan telekomunikasi besar di Thailand.

Hal ini sempat menjadi cemoohan kalangan pengamat maupun oposisi. Meraka mengatakan Yingluck hanyalah boneka yang digerakkan Thaksin dari tempat persembunyiannya.

Sebelum dua wanita ini, ada tiga wanita lain menjabat kepala pemerintahan. Yang terkenal adalah Presiden Dilma Rousseff dari Brasil yang diangkat pada awal tahun ini. Sebelum menjabat Presiden, Rousseff adalah wanita pertama menjabat kepala staf kepresidenan Brasil.

PSSI Buka Suara soal Dugaan Pengaturan Skor Bhayangkara FC Vs Persik

Perjalanan karir Rousseff menuju puncak penuh kekerasan. Wanita penganut paham kiri ini pernah ditahan, dan disiksa selama dua tahun karena terlibat dalam aksi kudeta terhadap kepemimpinan diktator militer pada 1970.

Dua pemimpin wanita lainnya yang diangkat pada 2011 adalah Presiden Micheline Calmy-Rey dari Swiss dan Perdana Menteri Prime Minister Rosario Fernández dari Peru.

Lebih dipercaya

Polisi Periksa 21 Saksi Terkait Kasus TPPU yang Jerat Ahli Nuklir UGM

Sheryl Sandberg, salah satu CEO Facebook pada sebuah temu wicara awal tahun ini mengatakan trend pemimpin wanita tengah naik, namun jumlahnya tak signifikan.

Sandberg mengatakan dari seluruh anggota parlemen di dunia, hanya 30 persen perempuan. Dari seluruh perusahaan di dunia, hanya sekitar 15-16 persen dikepalai perempuan. Pada 500 perusahaan berpenghasilan terbesar di AS (Fortune 500), hanya sekitar dua persen dipimpin oleh perempuan.

Sandberg mengatakan pemimpin perempuan harus memilih antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. "Dua dari tiga dari manajer senior lelaki berkeluarga dan memiliki anak, sedangkan hanya satu dari tiga manajer perempuan yang menikah," kata Sandberg.

Kendati tidak menempati banyak peran penting, namun wanita berdasarkan hasil riset Pew Research Center Social and Demographic Trends Survey pada 2008 lalu lebih dipercaya ketimbang lelaki. Riset dilakukan dengan poling melibatkan 2.250 responden itu menunjukkan masyarakat Amerika Serikat lebih memilih perempuan untuk memimpin.

Berdasarkan poling, sebanyak 69 persen responden mengatakan baik lelaki dan perempuan memiliki kemampuan sama dalam menjadi pemimpin politik. Namun, mayoritas responden mengatakan kaum Hawa lebih jujur, pintar, berguna dan berkarakter dalam memimpin ketimbang kaum Adam.

Dalam hal kecerdasan, sebanyak 38 persen responden mengatakan wanita lebih pintar, sementara hanya 14 persen responden mengatakan lelaki lebih cerdas, sisanya mengatakan tidak ada bedanya.

Dalam hal rasa cinta pada pekerjaan, 80 responden memilih perempuan, dalam hal pergaulan, 47 persen pilih perempuan, 27 persen lelaki, dalam hal kreativitas 62 persen pilih perempuan.

Peran perempuan di bidang pemerintahan juga kian meningkat. Saat ini, terdapat 20 negara dipimpin oleh perempuan sebagai kepala pemerintahan, sedangkan enam perempuan di enam negara bertugas sebagai kepala negara.

Sejarah peran perempuan sebagai kepala pemerintahan, di antaranya presiden maupun perdana menteri, dimulai saat negara bersangkutan memberikan hak pilih bagi perempuan. Setiap negara berbeda waktu dalam menerapkan hal ini. Swedia disebut sebagai negara pertama antara tahun 1718 dan 1771 yang memperbolehkan wanita tertentu memilih. Biasanya wanita diberi hak pilih adalah wanita kaya yang membayar pajak besar.

Sedangkan negara pertama kali memberikan hak pilih tanpa kecuali bagi perempuan adalah Selandia Baru pada tahun 1893. Indonesia sendiri langsung memberikan hak pilih kepada seluruh rakyat, lelaki dan perempuan, sejak pemilihan pertama sejak kemerdekaan digelar pada tahun 1955.

Negara paling sering mengangkat perempuan sebagai kepala pemerintahan adalah San Marino sebanyak 10 kali sejak tahun 1981. Negara kedua terbanyak mengangkat perempuan adalah Swiss sebanyak 7 kali sejak tahun 1989. Indonesia sendiri pernah sekali mengangkat Presiden perempuan, yaitu Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001.

Bukan hal baru

Aktivis dan pemikir feminis Indonesia, Julia Suryakusuma, saat dihubungi VIVAnews, Jumat 16 September 2011, mengatakan peningkatan peran perempuan bukanlah trend apalagi fenomena baru seperti dikatakan sebagian orang. Julia menjelaskan perempuan sebagai kepala pemerintahan telah ada sejak abad ke 15.

"Ini sama sekali bukan hal baru, di luar negeri dan di Indonesia, dari zaman dulu banyak ratu-ratu yang memerintah. Salah satunya di Inggris adalah Ratu Elizabeth I. Dia bahkan rela tidak menikah agar keluarga tidak mengganggu tugasnya sebagai kepala negara, itu kenapa dia sering disebut sebagai The Virgin Queen," kata penulis buku "Jihad Julia", "Ibuisme Negara" dan "Agama, Seks dan Kekuasaan" ini.

Dalam dunia modern, ujar Julia, kebudayaan dan nilai-nilai dianut negara setempat mengenai kesetaraan gender menjadikan peran wanita di pemerintahan cukup besar. Salah satu yang paling baik kesetaraan gendernya adlaah negara-negara Skandinavia, di antaranya adalah Norwegia, Swedia, Denmark, Finlandia dan Islandia.

"Bahkan ada sebuah joke yang mengatakan bahwa seorang anak ditanya oleh orang tuanya mau jadi apa nanti? Perdana menteri atau Presiden? anak itu menjawab 'tidak, karena itu pekerjaan wanita'," kata Julia.

Di dunia modern, kesetaraan gender merebak hingga ke Asia. Sebut saja Indira Gandhi, Benazir Bhutto atau Aung San Suu Kyi, yang terkenal sebagai wanita bertangan besi di Asia. Julia mengatakan salah satu unsur wanita lebih unggul dibanding pria dalam politik adalah penampilan fisik yang dimiliki. Selain itu, kata Julia, perempuan punya kemampuan politik yang juga dimiliki lelaki, yaitu "berakting".

"Politik itu akting, panggung sandiwara. Sexual appeal saja tidak cukup," kata kolumnis wanita ini.

Julia mengatakan peran wanita juga terkadang disalahgunakan oleh para pemimpin negara. Wanita, ujarnya, dijadikan semacam pengalihan atas kebijakan yang tengah diambil dan tidak populer di sebuah negara. Julia mencontohkan Hillary Clinton yang disebutnya sebagai sexual decoy milik Obama.

"Hillary menyatakan diri mendukung kebijakan kesehatan di AS, tapi di sisi lain dia mendukung perang. Ini adalah dua hal yang secara logis bertentangan. Hillary ditempatkan oleh Obama sebagai cerminan sesuatu yang progresif bagi para pemilihnya," kata Julia.

Namun, Julia menjelaskan bahwa kualitas dan karakter perempuan saat ini jauh berbeda dengan wanita di beberapa puluh tahun yang lalu. Dia optimis, ke depannya wanita akan semakin banyak berperan di semua bidang dan tingkatan masyarakat.

"Tapi tidak bisa dipungkiri, dunia semakin rumit dan persoalan yang berkaitan dengan perempuan masih ada, seperti kasus-kasus TKW, perdagangan perempuan, perbudakan, HIV AIDS dan kemiskinan. Dalam prakteknya diskriminasi juga masih luar biasa," kata Julia.(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya