Kisruh Soal ‘Pencabutan’ Perda Larangan Miras

Miras llegal
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVAnews – Rencana pemerintah mencabut 351 Peraturan Pemerintah, karena dinilai bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, menuai kritik.

Perkuat Ukhuwah, KEIND Ingin Berkontribusi Lebih untuk Negara

Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, awal pekan ini, menyatakan bahwa sembilan dari 351 Perda yang dicabut itu mengatur tentang pelarangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol atau minuman keras (miras). “Pencabutan beberapa perda itu karena melanggar aturan yang lebih tinggi, dan itu sudah sesuai ketentuan,” ujar pria yang akrab disapa Dony itu, Senin 9 Januari 2012.

Dia menyebutkan, 9 Perda Miras yang dicabut itu meliputi perda pelarangan peredaran miras di Kota Tangerang, Kota Bandung, Kabupaten Indramayu, Provinsi Bali, Kota Banjarmasin, Kota Balikpapan, Kota Sorong, Kabupaten Manokwari, dan Kabupaten Maros.

Namun, menurutnya, tidak berarti seluruh isi dari kesembilan perda itu dicabut semuanya. Dia menekankan, hanya beberapa poin dari isi perda-perda itu yang dirasa bertentangan dengan Keppres, yang dicabut.

Lebih lanjut ia mengatakan, apabila pemerintah daerah terkait tidak sepakat dengan pencabutan sebagian isi Perda Miras, maka Kemendagri mempersilakan mereka untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung.

Hujan Kritik

Pencabutan 9 Perda Miras oleh Kemendagri itu ternyata langsung menuai hujan kritik dari berbagai kalangan, mulai organisasi massa, politisi, sampai Majelis Ulama Indonesia. Nama Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pun otomatis terseret. Banyak pihak menuntut klarifikasi dari yang bersangkutan.

Salah satu tokoh yang pertama kali memprotes pencabutan Perda Miras itu adalah Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta. “Isu ini sensitif bagi umat Islam. Mestinya Mendagri juga sensitif terhadap isu ini. PKS sendiri jelas mendukung pelarangan miras,” kata Anis, Selasa 10 Januari 2012.

Anis mengatakan, isu miras tidak terkait konteks keagamaan semata. Oleh karena itu, ia pun menggunakan jabatannya selaku Wakil Ketua DPR untuk meminta Mendagri menjelaskan soal pencabutan Perda Miras. “Fokus kami juga pada masalah ketertiban umum. Hampir semua Perda yang melarang miras punya masalah keamanan terkait penyebaran miras,” ujar Anis.

“Sebagai pimpinan DPR, saya ingin ada pola penyelesaian masalah yang baik, di mana semua pihak duduk bersama untuk mencari solusi,” imbuh Anis.

Ia lantas mengusulkan agar DPR melalui Komisi II yang membidangi masalah pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, serta Komisi VIII yang membidangi masalah agama, memanggil Mendagri sekaligus berkoordinasi dan meminta klarifikasi dari yang bersangkutan.

Politisi PKS lain yang duduk di Komisi III DPR, Indra, juga mengungkapkan kekecewaannya dengan langkah Kemendagri mencabut 9 Perda Miras. “Saya mengecam keras pencabutan 9 Perda Miras yang dilakukan Mendagri,” kata Indra, Rabu 11 Januari 2011.

Menurut Indra, Perda Miras telah membawa banyak dampak positif bagi kehidupan masyarakat. “Perda itu terbukti mampu mengurangi peredaran miras, yang berdampak pada penurunan angka kriminalitas dan kerawanan sosial lainnya secara signifikan,” tegas Indra.

Ia mengingatkan, Perda Miras lahir dari aspirasi masyarakat yang tidak ingin miras dijual secara bebas. Proses penyusunan Perda Miras pun, ujar Indra, telah menempuh proses panjang dengan melibatkan banyak pihak. “Serta telah melalui konsultasi dan pengkajian oleh Kemendagri sendiri,” kata dia.

Tak hanya politisi PKS yang mengkritik pencabutan Perda Miras itu. Politisi PDIP Ganjar Pranowo dan politisi PAN Hakam Naja juga mempertanyakan dasar pencabutan 9 perda itu. “Tentu pemerintah melalui Mendagri harus memberikan rasionalitas alasan pencabutannya. Harus dijelaskan mana yang bertentangan dengan Keppres, supaya publik mengetahui mana yang tidak sesuai,” kata Ganjar.

Politisi PKS, Indra, terang-terangan menuding Mendagri, Gamawan Fauzi, telah menyalahgunakan wewenangnya dan membela pengusaha miras. “Ada indikasi bahwa Mendagri membawa kepentingan kapitalis, yaitu pengusaha miras,” kata Indra.

Awas Kehabisan! Pendaftaran Mudik Gratis Moda Bus Kembali Dibuka, Kuota 10.000 Orang

Ia bependapat, alasan yang digunakan Kemendagri untuk mencabut Perda Miras itu sangat lemah. “Apabila kita lihat secara seksama, Perda Miras sama sekali tidak bertentangan dengan peraturan tersebut."

Selain itu, lanjutnya, jika melihat UU No. 32/2004 dan UU No. 28/2009, tidak ada landasan hukum apapun bagi Mendagri untuk mencabut Perda-perda Miras tersebut, mengingat perda-perda itu sebelumnya sudah dikaji dan disetujui oleh Kemendagri sendiri, serta sudah berjalan lebih dari 60 hari.

Ia mengaku tak habis pikir dengan kebijakan Kemendagri mencabut 9 Perda Miras, sementara gugatan terhadap Perda Miras Indramayu yang pernah diajukan oleh pengusaha miras bahkan sudah ditolak oleh Mahkamah Agung. Perda Larangan Miras di Kabupaten Indramayu adalah salah satu perda yang dicabut oleh Kemendagri. “Perda Miras Indramayu sudah pernah digugat ke MA oleh pengusaha Miras. Namun gugatan tersebut ditolak oleh MA,” kata Indra.

Banyak yang Mudik H-4, Menhub Minta Maskapai Berikan Promo di H-10

Ia kembali mengingatkan, Perda Miras lahir dari aspirasi masyarakat yang tidak ingin miras dijual secara bebas.

Forum Silaturahmi Pondok Pesantren Kota Tangerang berang karena Perda Miras di kota mereka termasuk salah satu yang disebut dicabut. Mereka menilai pencabutan perda itu akan menimbulkan degradasi sosial di wilayah mereka.

Ulama-ulama Tangerang pun berniat mengerahkan massa untuk menuntut pembatalan pencabutan Perda Miras. “Jika perda dicabut, Forum siap melakukan aksi 10 ribu santri turun ke jalan. Masyarakat menyayangkan pencabutan perda ini,” ujar Ketua Forum, KH Baijuri Khotib, Selasa 10 Januari 2012.

Menurut Baijuri, selama ini warga Tangerang sangat merasakan dampak positif dari Perda Miras. Perda larangan peredaran miras, kata Baijuri, sesuai dengan semboyan kota ahlakul karimah yang disandang Tangerang. “Perda larangan alkohol sesuai tugas kita, yakni amar ma’ruf nahi munkar,” ujar dia.

Majelis Ulama Indonesia juga mengecam pencabutan 9 Perda Miras. MUI menganggap perda-perda itu sangat bermanfaat untuk masyarakat. “Kami menolak pencabutan karena perda-perda itu merupakan aspirasi daerah yang bermanfaat,” kata Ketua MUI Ma'ruf Amin.

Menurut dia, perda larangan peredaran miras bisa mencegah berbagai kerusakan dan kejahatan yang timbul akibat minuman keras. Ma'ruf Amin menambahkan, miras tidak hanya merugikan umat Islam saja, melainkan juga dapat merusak masyarakat secara umum.

Oleh karena itu, MUI berniat mengumpulkan ormas Islam untuk membahas khusus mengenai pencabutan Perda Miras. “Kami bersama-sama dengan ormas-ormas Islam akan menyatukan langkah menyikapinya. MUI dan ormas Islam menolak hal ini,” tegas Ma'ruf Amin.

Tidak Dicabut

Kecaman bertubi-tubi dari tokoh masyarakat mendapat respons cepat dari Kemendagri. Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek menegaskan, kementeriannya tidak mencabut atau membatalkan Perda Miras. Menurutnya, Kemendagri hanya melakukan ‘klarifikasi’ atas perda-perda tersebut.

“Kami hanya mengingatkan kembali kepada pemerintah daerah untuk menghentikan pelaksanaan 9 perda ini sementara waktu karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sembilan perda minuman beralkohol itu kami klarifikasi,” ujar Dony.

Ia menjelaskan, istilah ‘klarifikasi’ bermakna mengingatkan kembali kepada pemerintah daerah bahwa ada hal-hal yang berpotensi bertentangan dengan kepentingan umum, dan atau bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Kemendagri berharap, 9 pemerintah daerah terkait segera menyesuaikan dan merumuskan kembali perda larangan miras yang telah mereka keluarkan.

Pemda, kata Dony, memiliki waktu 15 hari untuk menghentikan sementara perda-perda itu, dan waktu 60 hari untuk menyesuaikan perda itu dengan peraturan yang lebih tinggi. “Masing-masing pemda silakan mengusulkan proses perubahan perda yang dimaksud kepada DPRD,” ujar Dony.

Mendagri juga menegaskan, dirinya tidak pernah membatalkan Perda Miras. “Saya tidak pernah membatalkan satu pun Perda. Itu bukan kewenangan Mendagri. Menurut undang-undang, yang mempunyai wewenang membatalkan Perda itu Presiden," ujarnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa, 10 Januari 2012.

Kemendagri, kata dia, hanya berwenang mengevaluasi dan memverifikasi perda, agar perda tersebut merujuk pada UU yang lebih tinggi. “Kami memberikan masukan kepada daerah yang membuat perda itu, supaya merujuk kepada Undang-undang yang lebih tinggi, dan jangan melanggar Undang-undang yang lebih tinggi,” kata Gamawan.

“Jadi kami tidak membatalkan, tapi mengevaluasi,” tegas Mendagri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya