Antara Rasminah, Piring, dan Vonis MA

Rasminah, didakwa mencuri 6 piring
Sumber :
  • ANTARA

VIVAnews –  Kabar itu seperti petir di siang bolong bagi Rasminah Binti Rawan: Mahkamah Agung (MA) menyatakan ia bersalah mencuri enam piring dan barang lain milik mantan majikannya. Vonis MA itu sekaligus membatalkan putusan bebas yang dikeluarkan hakim Pengadilan Negeri Tangerang pada 22 Desember 2010.

Arab Saudi Kutuk Penembakan PM Slovakia

Perempuan 55 tahun itu kini dirundung duka.  “Kabar ini keluarga terima sepekan lalu dari kuasa hukum. Kondisi ibu sedih, susah makan dan tidur,” kata Astuti, anak Rasmiah kepada VIVAnews.com, Selasa, 31 Januari 2012.

Bayangan hidup di sel menghantui Rasminah. “Ibu sudah trauma jika harus masuk penjara lagi. Ibu berharap ada keadilan dan bisa terbebas dari jerat hukum,” kata Astuti.

Airlangga Ungkap 26.000 Kontainer Tertahan di Pelabuhan Gegara Dokumen Izin Impor dan Pertek 

Untuk melawan putusan ini, pihak keluarga dan kuasa hukum berencana mengajukan upaya terakhir, Peninjauan Kembali (PK).  Selain melukai rasa keadilan, ada alasan kuat, Rasminah tak kuat hidup di sel. “Kami akan ajukan PK,” kata Astuti.

Kasasi  Rasminah sejatinya diputus sejak Mei 2011 lalu, namun kabarnya baru menyebar beberapa hari ini. Majelis hakim yang terdiri dari tiga orang, Artidjo Alkostar, Imam Harjadi, dan Zaharuddin Utama menvonis, Rasminah bersalah mencuri bumbu dapur dan barang milik majikannya.

Golkar Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilgub Jatim 2024

"Mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang dan menyatakan terdakwa Rasmiah alias Rasminah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian," kata Ketua Majelis Hakim Kasasi, Artidjo Alkostar, seperti dikutip dari laman Mahkamah Agung, Senin 30 Januari 2012.

MA pun mengganjar Rasminah hukuman penjara 4 bulan 10 hari. Dan menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Selain itu, MA memerintahkan agar barang bukti berupa 1 kantong plastik daging buntut sapi, 1 gelas, 1 botol hair tonic  dan shamponya, 1 lembar baju muslim, sapu tangan, 1 botol obat kumur, 1 kaleng racun nyamuk, 1 tempat tisu, 1 piring keramik, 1 piring Geshen, 2 piring merk Royal, 1 piring merk Taichi, dan 3 piring kecil dikembalikan kepada majikan terdakwa.

Namun, putusan ini ternyata tidak bulat. Ketua Majelis Hakim, Artidjo Alkostar, menyatakan nenek Rasminah tidak bersalah melakukan pencurian terhadap barang-barang milik majikannya itu.

Menurut Artidjo, alasan kasasi yang diajukan jaksa tidak dapat dibenarkan, karena Pengadilan Negeri Tangerang telah menerapkan hukum dengan benar, yaitu barang bukti di persidangan tidak semuanya berasal dari majikan Rasminah. Selain itu, Artidjo juga menilai tidak ada unsur mengambil barang milik orang lain.

Artidjo menilai, jaksa juga tidak dapat membuktikan bahwa putusan PN Tangerang tidak bebas murni. "Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka permohonan kasasi dari jaksa tidak dapat diterima," ujar Artidjo. Namun apa daya, dua hakim lainnya bersikukuh Rasminah bersalah. Ia kalah suara.

Keanehan kasus Rasimah

Tak hanya bagi pihak keluarga dan kuasa hukum, putusan kasasi Rasimah juga menjadi keprihatinan Komisi Yudisial.  Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Suparman Marzuki mengatakan, meski sampai saat ini belum ada laporan, namun jika putusan tersebut menjadi kontroversi, maka KY bisa saja meminta salinan putusan kasasinya.

Suparman mengaku sedih dan gembira dengan putusan kasasi itu. Mengapa gembira? Sebab, Hakim Agung Artidjo Alkotsar mengajukan dissenting opinion dalam putusan tersebut. Artinya Hakim Agung Artidjo tidak hanya menfungsikan kebenaran materil, tetapi juga hati nuraninya.

"Harapan kita hakim kan seperti itu sebetulnya. Dia menakar semua konteks peristiwa dengan akal sehatnya dan hati nuraninya sehingga keluarlah keputusan yang bisa menjadi referensi bagi optimisme hidup berhukum ke masa depan," ujar Suparman usai acara diskusi "Proyeksi Awal Tahun: Harapan dan Tantangan Komisi Yudisial Tahun 2012" di Gedung KY, Jakarta, Selasa, 31 Januari 2012.

Namun menurutnya, putusan kasasi tersebut juga menyesakkan dada karena dari nilai kerugian dan jenis harta yang diambil, itu termasuk jenis perkara yang tidak patut masuk pengadilan dan tidak patut dipersalahkan.

Suparman mengatakan meskipun Rasminah tidak harus menjalani masa tahanan karena  putusan kasasi menyatakan disesuaikan, namun cap yang menyatakan Rasminah melakukan pencurian sungguh sangat menyakitkan."Dia tidak harus menjalani masa tahanan karena disesuaikan, tapi kan masalahnya bukan itu tapi cap yang menyatakan dia telah melakukan pencurian," ungkapnya.

Sejak awal, keanehan tercium dalam kasus Rasminah. Ia  ditangkap 5 Juni 2010, atas tuduhan mencuri barang senilai Rp300 juta. Ia pun sempat mendekam di sel selama empat bulan, di Polsek Ciputat dan di LP Wanita Tangerang.

Dalam persidangan, perempuan asal Kampung Sawah Lama, Ciputat, Kota Tangerang Selatan membantah, ia mencuri piring. Dia mengatakan, Aisyah telah memberikan enam piring itu padanya. Namun, pada polisi, ia mengaku mengambil bahan sup buntut dari lemari es majikannya – bumbu dan potongan buntut sapi.

Dari kontrakannya di  Gang Damai, RT 03/RW 05, Nomor 12 B, Kampung Sawah Lama, Ciputat, polisi lantas menemukan enam piring itu, pakaian bekas, dan bahan sup buntut.

Sementara, dalam persidangan, majikannya, Aisyah mengklaim, barang yang dicuri Rasminah adalah lima kilogram daging olahan untuk sup buntut seharga Rp500 ribu, serta enam piring mahal merek Royal Doulton dan Royal Albert seharga Rp2 juta per buah.

Di kontrakan Rasminah, Aisyah juga mengaku bersama saksi-saksi lainya memergoki barangnya yang lain yang telah lama hilang, yaitu perhiasan emas seberat 500 gram, uang US$10 ribu, amplop berisi uang pensiun ibu Aisyah sebanyak Rp10 juta, beberapa pasang sepatu, televisi, pakaian dalam, dan pakaian mewah lainnya. Selain itu, dia juga mengaku melihat buku tabungan atas nama anak Rasminah, Astuti  senilai Rp7 juta yang menurutnya tak wajar.

Namun, berdasarkan keterangan delapan saksi yang dihadirkan dalam persidangan, tidak satu pun yang sesuai dengan keterangan Aisyah. Semua membantah  barang-barang yang disebutkan Aisyah itu.

Kasus ini pun menjadi perhatian publik, yang meminta ia dibebaskan. Namun, bahkan pejabat selevel menteri pun, tak bisa berbuat banyak terhadap kasus tersebut.  "Kita tidak bisa intervensi sama sekali. Apalagi sudah di tangan hakim. Saya yakin, hakim mempunyai rasa keadilan dalam memberikan putusan," kata mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa 12 Oktober 2010.

Seharusnya menurut Patrialis, kasus seperti ini tidak perlu ada upaya penahanan. Apalagi, melibatkan orangtua miskin seperti nenek Rasminah ini. "Yang saya sayangkan, kenapa kasus kecil seperti ini orangnya harus ditahan," kata Patrialis. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya