Banjir Besar Ancam Kawasan Industri RI?

Banjir di Beijing
Sumber :
  • REUTERS/Stringer

VIVAnews - Momok banjir kembali menghantui kawasan Asia. Bencana besar itu kini menerpa Ibukota China, Beijing. Hujan yang turun selama 10 jam tanpa henti disertai angin kencang dan tornado telah meluluhlantakkan kota tersebut.

Tak hanya merendam puluhan rumah warga, banjir bandang juga telah membuat lebih dari 500 penerbangan dibatalkan. Akibatnya, sekitar 80 ribu calon penumpang terlunta-lunta di bandara Capital International Airport.

Musibah banjir besar ini kembali mengingatkan masyarakat dunia pada bencana serupa yang melanda Thailand setahun lalu. Banjir telah membuat perekonomian Negara Gajah Putih itu melambat. Bahkan perlu waktu setahun bagi Thailand untuk memulihkan diri.

Besarnya ancaman banjir di kawasan Asia menjadi perhatian serius perusahaan asuransi. Maklum, besarnya dampak banjir bakal membuat klaim asuransi makin membengkak.

Tak mau hal itu terjadi, perusahaan asuransi global, Swiss Re, melansir daftar kawasan-kawasan industri di Asia yang masuk kategori berisiko terserang bencana banjir besar.

Pada urutan teratas, Swiss Re menempatkan China sebagai negara dengan kawasan industri paling rentan bencana banjir. Disusul selanjutnya, oleh Malaysia di posisi 5, Indonesia 7, Thailand 9, dan India pada posisi 10.

"Ketika saya datang dan melihat kawasan industri dan pelabuhan di beberapa kawasan pantai ini, saya berdiri dan berpikir: Siapa yang mengasuransikan ini? Siapa yang melakukan penilaian risiko?" kata Adam Switzer, ilmuwan kelautan di Observatorium Bumi di Singapura seperti dikutip dari laman Reuters, Senin, 23 Juli 2012.

Switzer menilai, negara-negara di Asia masih terus membuat kesalahan yang sama hingga saat ini. Mereka tidak pernah belajar dari kasus Thailand dimana nyaris 1.000 pabrik, yang merupakan bagian dari sistem pasokan dunia, mengalami kerugian hingga US$20 miliar akibat banjir.

Demi pembangunan yang hanya mengejar penciptaan tenaga kerja dan mengangkat keluar jutaan orang dari kemiskinan di Asia, banyak pabrik dibangun di sepanjang pantai khususnya di delta sungai. Berdasarkan data perusahaan asuransi, kebanyakan konstruksi ini dibuat tanpa data historis panjang mengenai banjir dan badai.

Karena itu, perusahaan asuransi bertekad, menghentikan siklus pembayaran kerugian terhadap musibah yang kerap terjadi itu. Perusahaan Asuransi Swiss Re misalnya, mengkaji ulang risiko banjir di negara-negara berkembang.

Sementara perusahaan lain, Munich Re dan Guy Carpenter, juga telah mengkaji ulang model risiko banjir khususnya di kawasan industri di Asia.

Banjir Besar Jakarta

Khusus untuk Indonesia, perusahaan asuransi dunia juga menunjukkan kecemasannya terhadap jaminan keamanan kawasan industri di Jakarta dari bencana alam tersebut. Musibah banjir besar pada tahun 2002 dan 2007 misalnya menjangkau sebagian besar Jakarta.

Jakarta yang berada di pinggir pantai ini, memiliki 13 sungai dan selalu menghadapi risiko kenaikan permukaan laut. Kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena kawasan industri Cikarang, di sebelah timur Jakarta, menampung lebih dari 3.000 pabrik yang menghidupi lebih dari 1 juta orang.

Peringkat yang diberikan perusahaan asuransi Swiss Re ini tentu saja kabar yang kurang sedap bagi Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia baru saja meraih peringkat layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional.

Harus diakui, Indonesia memang tak sepenuhnya bebas dari bencana banjir. Musibah alam yang terjadi pada 2002 dan 2007 telah menjadi bukti. Nilai kerugian yang mencapai triliunan tentunya menjadi pertimbangan bagi perusahaan asuransi memberikan jasa layanannya.

Laporan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir Awal Februari 2007 di Wilayah Jabodetabek yang dikeluarkan Bappenas menunjukan betapa rentannya kawasan pusat ekonomi dihantam bencana banjir.

Bappenas mengungkapkan wilayah daratan Provinsi DKI Jakarta meliputi areal seluas 650 kilometer persegi (km2) dengan 40 persen wilayahnya mempunyai elevasi antara +0,8 m sampai dengan +1,2 m. Jakarta juga dialiri 13 sungai besar dan kecil.

Terjadinya banjir di Jakarta, ungkap laporan itu, pada dasarnya disebabkan lima faktor utama. Kelima faktor itu adalah aliran air dari hulu yang melebihi kapasitas sungai, tidak memadainya fungsi saluran drainase serta berkurangnya daerah resapan, sulitnya pemeliharaan sungai karena sebagian bantaran telah berganti menjadi permukiman

Dua penyebab lainnya adalah pola pengelolaan sampah yang buruk dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam kebersihan lingkungan, serta kerusakan lingkungan daerah tangkapan air di bagian hulu sungai akibat pemanfaatan yang kurang terkendali;

Dengan pertimbangan tersebut, Bappenas mengakui wilayah kota Jakarta daratan rawan terhadap banjir.

Berkaca dari kasus banjir besar tahun 2007, dampak bencana alam itu memang sangat mencengangkan. Banjir setidaknya telah merendam 454,8 km2 wilayah Jakarta. Belum lagi 221 km2 kawasan di Tangerang, 250 km2 wilayah Depok, Bogor, dan Bekasi. Luasnya terjangan banjir menyebabkan sekitar 590.407 orang menjadi pengungsi. Sementara jumlah korban meninggal mencapai 79 orang.

Dari sisi ekonomi, Bappenas mencatat sejumlah industri, pasar serta PKL (pedagang kaki lima) yang menderita kerugian karena terendamnya pabrik, pasar serta fasilitas perekonomian lainnya.

Government Targets on Acquiring 61 Percent Freeport Share

Tercatat kerusakan dialami oleh 75 industri besar, terutama industri otomotif dan elektronik, 560 industri tekstil di sentra industri Cipulir, 2.100 unit usaha mebel yang berada di 24 sentra industri mebel di Jakarta Timur dan Pondok Aren Tangerang, 16.240 PKL di lima wilayah di DKI Jakarta serta 40 pasar tradisional. Perkiraan kerusakan dan kerugian setidaknya mencapai Rp2,9 Triliun.

Dari seluruh perkiraan kerugian yang hampir mencapai Rp5,2 triliun, pemerintah belum menghitung kerugian ekonomi yang dialami sektor usaha dan asuransi yang diperkirakan mencapai US$400 juta atau setara dengan Rp3,6 triliun selama 7-10 hari terjadinya bencana banjir di wilayah Jabodetabek ini.

Peta Rawan Banjir

Menanggapi hasil survei Swiss Re tersebut, Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Mohammad Hasan, mengatakan seluruh pihak tidak bisa begitu saja bisa menggolongkan Indonesia sebagai 10 negara yang berpotensi banjir. Apalagi jika hasil survei itu menyalahkan sepenuhnya penyebab banjir pada aspek infrastruktur dan pemetaan pembangunan yang ada.

Hasan menjelaskan, banjir yang melanda selama ini dikarenakan iklim negara Indonesia yang masuk kategori tropis. “Jika dibandingkan antara musim hujan dan musim panas maka debit air yang turun akan sangat berbeda,” ujarnya kepada VIVAnews.

Namun diakui Hasan, dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah daerah hulu sungai memang sudah banyak mengalami penggundulan yang menyebabkan debit air semakin besar. Hal inilah yang menurut Hasan menjadi ancaman banjir di beberapa kota di Indonesia belakangan ini.

Ketika disinggung kalau Indonesia tidak mempunyai peta sejarah banjir dan badai untuk menjadi patokan bagi pembangunan industri, Hasan mengatakan kalau hal itu tidak sepenuhnya benar. “Peta-peta banjir dari masing-masing sungai dan tempat banjir kita sudah punya,” jelasnya.

Ia menyebutkan, di DKI Jakarta misalnya, untuk tiap sungai yang ada sudah dihitung dan dipetakan bagaimana potensi banjir. Peta ini bukan hanya di Jakarta saja, karena di setiap wilayah peta ini sudah ada termasuk di daerah-daerah industri yang di khawatirkan akan merugi besar jika terkena banjir.

Peta rawan banjir inilah yang menurut Hasan menjadi patokan untuk pemerintah membangun daerah industri. Memang menurutnya ada beberapa faktir yang membuat potensi banjir menjadi semakin besar seperti perilaku dari orang per orang dan sistem drainase yang buruk. Namun sejauh ini kementrian tempatnya bekerja terus melakukan minimalisasi terhadap bencana banjir ini.

“Kami sudah bangun beberapa waduk di daerah hulu, dam di daerah atas, membangun tanggul dan menormalisasi sungai yang berpotensi mendatangkan banjir besar,” paparnya.

Hasan menilai kalau banjir buka hanya karena faktor teknis semata, namun juga kondisi alam yang ada di negara tersebut karena menurutnya di negara maju seperti Amerika pun masih terdapat banjir yang terjadi diluar hitung-hitungan teknis.

Sementara itu, Pengamat Properti dari Pusat Strategis Intelijen Properti (PSIP), Ali Tranghanda, menyayangkan masuknya Indonesia dalam 10 daftar negara Asia yang memiliki risiko banjir di kawasan industri.

Ali khawatir jika persepsi yang dibuat Swiss Re ditanggapi serius oleh para pemodal, potensi penanaman modal asing di Indonesia akan hilang. "Dan naiknya investment grade tidak ada artinya," katanya.

Walau demikian, Ali cukup yakin kawasan industri di tanah air yang berisiko terkena banjir cukup kecil. Bahkan hanya sebagian kecil saja yang bisa terkena musibah tersebut. "Saat ini belum, tapi karena relatif kawasan industri kita dekat laut, itu yang harus diantisipasi ke depan," tegas Ali.

4 Moscow Terrorists Under the Influence of Drugs
PM Georgia, Irakli Kobakhidze (Doc: Anadolu Ajansi)

Akui Umat Muslim Berkontribusi Besar Bagi Negara, PM Georgia Adakan Bukber

Perdana Menteri Georgia Irakli Kobakhidze mengadakan buka puasa bersama atau makan malam berbuka puasa, pada Kamis, 28 Maret 2024, di Ibu Kota Tbilisi, bersamaan Ramadhan

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024