Hartati Murdaya Tersangka: Suap Vs Pemerasan

Hartati Murdaya
Sumber :
  • Presidensby.info

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan pemilik PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) Siti Hartati Murdaya sebagai tersangka. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu dituding terlibat suap pengurusan Hak Guna Usaha perkebunannya di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

"Tersangka baru dari pengembangan kasus Buol ini adalah Sdri. SHM," kata Ketua KPK, Abraham Samad, saat mengumumkan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 8 Agustus 2012.

Abraham menjelaskan penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang cukup. Selain itu, KPK juga sudah meminta keterangan dari Hartati sebanyak dua kali.

KPK menduga Hartati selaku Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantations dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) telah memberikan uang suap sebesar Rp3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu. KPK sudah menahan Amran.

Uang suap diberikan dua kali. Pertama pada 18 Juni 2012 sebesar Rp1 miliar. "Kedua, 26 Juni 2012 sebesar Rp2 miliar," kata Abraham.

"Dua kali pemberian uang itu diduga terkait proses HGU perkebunan kelapa sawit PT CCM dan PT HIP di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah," jelas Abraham. Oleh KPK, Hartati dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK berencana memeriksa Hartati sebagai tersangka. Selanjutnya, orang dekat Presiden SBY itu akan ditahan. "Apabila diperlukan penyidik atau apabila kasusnya dianggap mendekati selesai, maka yang bersangkutan akan ditahan seperti tersangka lain yang disidik KPK," kata Abraham.

Belum ada komentar dari Hartati Murdaya terkait status barunya ini. Wartawan VIVAnews berusaha menemui Hartati di rumahnya di Jalan Teuku Umar Nomor 42-44, Menteng, Jakarta. Rumah ini berada tepat di depan rumah mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, Hartati tak mau ditemui wartawan.

"Ibu ada di dalam rumah tapi tidak mau ditemui," kata salah seorang penjaga rumahnya, Rabu 8 Agustus 2012.

Saat ditanya apakah ada rencana Hartati keluar rumah, penjaga rumah itu enggan menjawab. "Buat apa Ibu keluar rumah," ujarnya.

Sebelumnya, Hartati sudah membantah terlibat dalam kasus suap ini. Bahkan, dia mengeluhkan sistem perizinan di Indonesia. "Kesimpulan saya, di negeri kita ini perlu ada suatu perbaikan sistem, sistem manajemen kekuasaan dan manajemen perizinan, supaya tidak membuka peluang yang menyusahkan banyak pihak," katanya usai menjalani pemeriksaan di KPK, Senin malam, 30 Juli 2012.

Hartati mengaku dipojokkan dengan kasus ini. "Kami ini sudah berjuang ke daerah terpencil karena terpanggil dan sebagainya, tapi terjadi salah paham seperti ini. Saya akhirnya jadi korban," keluhnya.

Dia juga membantah pernah berhubungan langsung dengan Bupati Amran. "Saya tidak pernah telepon langsung. Ada orang telepon, lalu teleponnya dikasih ke saya, Tapi, ngomongnya diplomatis saja. Tidak ngomong apa-apa," ujarnya.

Soal lamanya dia diperiksa, Ketua Umum Walubi (Perwalian Umat Buddha Indonesia) itu menerangkan dia menjawab pertanyaan penyidik melalui pernyataan tertulis. "Pertanyaan sih tidak terlalu banyak, penjelasan saya yang banyak," katanya. "Saya ingin bantu KPK supaya bisa mengungkapkan realitanya. Karena ini kan kompleks. Jadi, yang mendengarkan sepotong-sepotong itu akan bingung. Akhirnya, dikembangkan ke partai lah, segala macam." 

Bantahan juga disampaikan pengacara Hartati, Patra M. Zen. "PT HIP tidak pernah berupaya menyuap Bupati Buol Amran Batalipu terkait dengan keberadaaan perusahaan di Kabupaten Buol," demikian dinyatakan Patra dalam keterangan tertulisnya. "Faktanya, berulangkali terjadi gangguan keamanan terkait dengan operasi perusahaan dan gangguan terhadap lahan perkebunan milik perusahaan."

Patra mengungkapkan, menjelang Pilkada Buol 2012, Bupati Buol Amran Batalipu sering memaksa dan berulangkali meminta PT HIP menyetorkan uang untuk kepentingannya kembali mengikuti pilkada. Patra menyanggah permintaan Bupati Buol itu langsung disetujui Hartati.

"Tidak benar ada perintah dari Hartati Murdaya kepada direksi dan atau karyawan PT HIP untuk menyuap Amran Batalipu," ujar Patra yang juga merupakan politisi Partai Demokrat itu.

Patra pun membantah Hartati pernah mengundang Amran ke Jakarta. "Sebaliknya, Amran Batalipu yang justru memaksa dan meminta-minta untuk bertemu Hartati Murdaya agar permintaan uang untuk kepentingan pribadinya dipenuhi," ujarnya. "Tidak benar juga dan tidak pernah staf PT HIP menjemput dan membiayai kedatangan Arman Batalipu ke Jakarta."

Karena itu, menurut Patra, tidak relevan jika KPK menetapkan Hartati sebagai tersangka kasus penyuapan. "Karena di satu sisi, yang bersangkutan tidak tahu dan tidak terlibat sama sekali dalam kasus ini, dan di sisi lain, PT HIP adalah korban pemerasan."

Partai Demokrat pun langsung bereaksi atas penetapan status tersangka terhadap petingginya yang lain lagi ini. Demokrat akan langsung menonaktifkan Hartati sebagai anggota Dewan Pembina. "Ini berlaku untuk semua kader. Apabila sudah tersangka, otomatis akan dinonaktifkan," ujar Hayono Isman yang juga sesama anggota Dewan Pembina Partai Demokrat.

Satgas Pangan Polri: Pasar Murah Harus Digencarkan Jelang Lebaran di Kalteng

Menurutnya, partai akan langsung menonaktifkan Hartarti tanpa memanggil dan meminta keterangan lebih dahulu. "Kami serahkan semua ke KPK. Kami percaya dan kami ikuti proses hukum yang berlaku tanpa pandang bulu," kata Hayono di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.  

Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat Gede Pasek Swardika berpendapat Hartati tak sepenuhnya bersalah dalam kasus ini. Dia hakulyakin Hartati hanya menjadi korban. Menurutnya, banyak pengusaha yang kini menjadi korban pemerasan penguasa daerah, misalnya untuk melancarkan izin usaha.

"Mungkin, pengusaha-pengusaha ini tidak mau melakukan itu, tapi kondisi memaksa mereka karena ada raja-raja kecil itu di daerah agar investasi aman," kata Pasek di Jakarta.

Pasek mengatakan saat ini banyak pengusaha yang melapor ke DPR tentang berbagai kasus pemerasan terhadap mereka oleh pemerintah daerah akibat lahirnya daerah otonomi baru. "Contohnya, sebuah perusahaan yang sudah mendapat izin dari pemerintah kabupaten sebelumnya, lalu ditutup karena tidak mendapat izin dari daerah otonomi baru," ujarnya.

Dana kampanye

Amat Entedam, kuasa hukum Bupati Buol Amran Batalipu, membantah uang yang diberikan Hartati adalah suap. Menurut dia, uang sebesar Rp3 miliar itu merupakan dana bantuan bagi Amran yang akan kembali maju dalam Pilkada Buol 2012.

"Itu untuk bantuan Pilkada, salah satunya untuk membayar saksi-saksi. Setiap saksi dapat Rp250 ribu," kata Amat di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 20 Juli 2012.

Amat menjelaskan sebagian uang itu juga dipakai untuk membeli berbagai macam atribut kampanye. "Kan juga harus bayar bensin motor. Apalagi, di Buol kan mahal," katanya.

Kepadanya, Amran mengatakan tidak pernah menerbitkan HGU kepada siapa pun. "Sudah tiga kali Pak Amran menolak. Alasannya, tidak ada kapasitas Pak Amran untuk menerbitkan HGU, karena perusahaan itu (PT HIP) sudah masuk Buol sejak tahun 1989. Perusahaan itu sudah punya HGU, sehingga Pak Amran tidak mau menerbitkan HGU tambahan," ujar Amat.

"Menurut informasi, hampir semua kabupaten yang melaksanakan pilkada di mana ada aset Beliau (Hartati), diberi dana. Jadi, bukan hanya di Buol. Di mana ada kabupaten yang ada aset Beliau, Beliau beri bantuan kepada calon-calon yang ikut pilkada untuk mengamankan. Jumlahnya ya Rp2 miliar itu," katanya.

Untuk mengklarifikasi keterangan Amran, KPK antara lain meminta keterangan konsultan politik Saiful Mujani. Ini terkait disewanya Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) oleh Amran dalam pelaksanaan Pilkada Buol 2012.

Saiful dimintai keterangan sekitar lima jam di kantor KPK Jakarta, 18 Juli 2012 lalu. Kepada wartawan, Saiful mengatakan lembaganya memang pernah melakukan survei untuk Amran dalam Pilkada Buol 2012. "Pak Amran minta survei kepada saya," kata Saiful. Soal berapa biaya mensurvei peluang politisi Golkar tersebut, Saiful mengatakan, "Itu tidak boleh lah. Rahasia." 

Saiful mengaku tidak tahu apakah bayaran tersebut berasal dari Hartati Murdaya. "Tidak tahu. Uangnya bukan dari Pak Amran, tapi dari Pak Totok Lestiyo. Dia yang kasih," katanya.  

Menurut Saiful, Totok merupakan anak buah Hartati Murdaya di PT Hardaya Inti Plantation. Saiful mengatakan tidak mengetahui alasan PT HIP membiayai survei terhadap calon-calon yang akan bertarung dalam Pilkada Buol. "Pokoknya, hanya ingin melihat kekuatan masing-masing calon. Hasil survei itu dipakai Totok untuk apa, saya tidak tahu," ujarnya.

Saiful menuturkan lembaganya menggelar survei sebelum Pilkada Buol 2012. Survei memakan waktu dua minggu di bulan Juni.

Kebun Artalyta

Perdana Jajal Action di Film Horor Marni The Story of Wewe Gombel, Frislly Herlind Rasakan Hal Ini

Sebelum menjerat Hartati, KPK memeriksa mantan terpidana suap Artalyta Suryani dan anaknya, Rommy Dharma Setiawan. Pemeriksaan Ayin--sapaan untuk Artalyta--terkait dengan lokasi tanah perkebunan mereka yang bersebelahan dengan perkebunan Hartati.

"Tidak ada kaitan apapun dengan PT CCM (perusahaan Hartati). Sama sekali nggak ada kaitannya. Letak lahannya memang bersebelahan," ujar pengacara ibu dan anak itu, Teuku Nasrullah.

Yang menarik, Nasrullah mengakui bahwa kliennya pernah ditawari Bupati Amran HGU untuk perkebunan kelapa sawit seluas 19,5 hektar. Dan pemberian HGU itu bersyarat. Pertama, harus dikelola secara serius. Kedua, memberdayakan masyarakat inti dan plasma dengan baik. "Yang ketiga, yang memang diminta oleh Pak Bupati, masyarakat plasma itu yang sekitar 6.000 orang, kalau Pilkada diarahkan untuk memilih Bupati," dia menjelaskan. (kd)

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita Minta Rp100 Juta Ditangkap
Kemenkominfo gelar nobar webinar

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Webinar "Hak dan Tanggung Jawab di Ruang Digital"

Kemenkominfo mengadakan kegiatan webinar “Hak dan Tanggung Jawab di Ruang Digital” dalam rangka meningkatkan literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024