2 Teroris Itu Jebolan Pesantren Ngruki

Lokasi baku tembak Densus 88 dan terduga teroris di Solo
Sumber :
  • ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

VIVAnews - Dua tersangka teroris yang tewas dalam baku tembak dengan polisi diketahui pernah bersekolah di Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo. Kedua pemuda yang diduga bagian dari jaringan terorisme Abu Umar itu adalah Farhan Mujahid dan Muchsin Tsani. Mereka tewas dalam baku-tembak dengan aparat pada Jumat malam kemarin, 31 Agustus 2012.

Cekcok Hebat dan Bergumul di Kamar, Suami Sadis Ini Tega Bunuh Istri Pakai Obeng

Direktur Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Ustadz Wahyuddin, menjelaskan Farhan memang pernah bersekolah di pesantren ini namun tidak sampai lulus. Dia tidak meneruskan pendidikannya di Ngruki karena tidak bisa melunasi biaya. Adapun Muchsin masuk ke Ponpes Al-Mukmin Ngruki saat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Keduanya tidak bisa mengambil ijazah. Kami juga masih menahan ijazah mereka karena seluruh biaya administrasi kedua siswa itu bermasalah," kata Wahyuddin, Senin, 3 September 2012.

9 Menu Buka Puasa Unik dari Berbagai Negara, Bikin Ngiler dan Penasaran!

Berdasarkan catatan akademik di pesantren, Farhan yang kelahiran 14 November 1993 masuk Ngruki pada tahun 2005 menggunakan ijazah dari salah satu sekolah dasar swasta di Pulau Sebatik, Kalimantan Timur. Di Ponpes Al-Mukmin, dia menempuh pendidikan di Madrasah Tsanawiyyah (setingkat SMP) hingga 2008.

Wahyuddin menceritakan saat ayahnya, Muh. Aris, meninggal ekonomi keluarga Farhan murat-marit. Meski demikian, keluarga Farhan tidak meminta keringanan khusus kepada pengelola pondok. Dengan kondisi sulit itu, dia tetap melanjutkan pendidikan melalui program reguler dan tak mampu membayar. 

KPK: Sahroni Sudah Kembalikan Aliran Dana Rp 40 Juta dari SYL yang Mengalir ke Nasdem

"Dulu seharusnya dia masuk dengan jalur khusus untuk keluarga tak mampu, sehingga akan diupayakan sebagai anak asuh," ujar Wahyuddin.

Hal serupa dialami oleh Muchsin Tsani. Dia tercatat sebagai putra Muslimin yang beralamat di Jalan Batu Ampar, Kramatjati, Jakarta Timur. Muchsin merupakan siswa lulusan SMPN 126 Jakarta, lalu masuk Kuliyyatul Mu'alimin Al-Islamiyyah (KMA, sekolah khusus agama setingkat SLTA) di Pesantren Ngruki. Mengingat Muchsin berasal dari sekolah umum, maka dia harus terlebih dulu mengikuti pendidikan takhassus (persiapan) selama setahun.

"Ijazah KMA dia juga masih ada di sini. Dia masih memiliki tanggungan biaya administrasi. Dia juga belum mengikuti program dakwah selama setahun setelah lulus KMA," tuturnya. "Oleh sebab itu kedua anak ini, kami sebut sebagai jebolan, bukan lulusan." 

Jaringan Abu Umar

Sejak meninggalkan Al-Mukmin, pengelola pesantren pun kehilangan kontak. "Ada yang mengatakan setelah keluar dari Ngruki, Farhan kembali ke Pulau Sebatik, Kalimantan. Ada pula yang mengatakan dia menyeberang ke Filipina dan bergabung dalam konflik Mindanao. Kami tidak tahu pasti ke mana dia setelah keluar," kata Wahyuddin.

Wahyuddin menyatakan pesantrennya tak bisa bertanggung jawab atas tindakan kedua pemuda itu. Menurut dia, bisa saja keduanya terpengaruh hasutan orang lain, bukan karena ajaran di pondok ini.

Markas Besar Kepolisian RI mengungkapkan dua sekawan yang diduga terlibat aksi teror di Solo pada 17, 18, dan 30 Agustus 2012 ini terkait dengan jaringan Abu Umar. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Pol. Boy Rafli Amar, Farhan merupakan anak tiri Abu Umar.

"Setelah ayahnya wafat, ibunya menikah dengan Abu Umar," kata Boy di Gedung DPR, Senin.

Abu Umar merupakan pimpinan kelompok teroris yang menyelundupkan senjata api gelap kepada para teroris di tanah air. Dia ditangkap pada Juli 2011 lalu. Jaringan Abu Umar terbongkar berkat keterangan salah satu anggotanya--berinisial M--yang menyerahkan diri ke Densus 88 pada Februari 2011.

Abu Umar, yang memiliki nama lain Muhammad Ichwan, ditangkap saat hendak menyelundupkan senjata ke Indonesia dari Filipina. Dia telah dicari aparat kepolisian sejak tahun 1999 karena terlibat percobaan pembunuhan terhadap mantan Menteri Pertahanan Matori Abdul Jalil.

Keberangkatan Farhan ke Filipina, menurut Boy, juga ada campur tangan Abu Umar. "Farhan ini sepertinya ingin membuka hubungan dengan kelompok teroris di Filipina," kata dia.

Meski begitu, jaringan yang beraksi di Solo ini adalah jaringan baru. Pasalnya, Mabes Polri belum menemukan keterlibatan mereka dalam peristiwa teror sebelumnya. "Tapi di antara mereka (jaringan baru dan lama) memang memiliki keterkaitan emosional yang cukup erat dengan jaringan sebelumnya," kata dia.

Boy mengatakan kelompok ini terafiliasi dengan kelompok Hisbullah dan beberapa kelompok teroris lain yang selama ini sudah terungkap. Selain dengan Abu Umar, mereka diyakini juga memiliki hubungan dengan Sigit Tardowi yang pernah tertangkap, setelah baku-tembak dengan aparat, setahun lalu.

Kesaksian Bayu

Posisi Farhan sebagai pemimpin kelompok teroris ini terungkap berdasarkan pemeriksaan atas Bayu, yang berhasil ditangkap hidup-hidup. Tiga aksi penembakan pada bulan Agustus kemarin juga dilakukan sendiri oleh Farhan.

"Setiap melakukan aksinya itu ada yang bertindak sebagai eksekutor, ada yang melakukan pengamatan, dan membantu mem-back up," kata Boy.

Peran Bayu dalam kelompok ini adalah ikut merencanakan ketiga aksi itu. Contohnya, Bayu terlibat dalam perencanaan aksi penembakan di Pos Pengamanan Lebaran di Gemblengan pada 17 Agustus 2012, yang dikaitkan dengan Hari Proklamasi. Bayu juga yang menukar pelat-pelat nomor kendaraan yang akan dipakai beraksi.

Selain dari keterangan, Polisi juga menggali informasi dari sejumlah barang bukti yang berhasil didapat. Di antaranya, dari surat-surat yang ditemukan di dalam tas yang dibawa Farhan. Boy menambahkan selain surat, di dalam tas itu polisi mendapati tiga magasin peluru dan tiga hollowpoint ukuran 9 mm. 

Surat itu merupakan salinan dari surat yang asli. Surat yang ditemukan Densus 88 saat penyergapan di Solo, Jawa Tengah, memuat sejumlah kata sandi seperti “pengantin” dan “main bola”. Kata “pengantin” merujuk pada “pengebom bunuh diri”. "Kalau ‘main bola’ itu artinya ingin melakukan penyerangan terhadap petugas," kata Boy.

Dari surat-surat yang ditemukan, komplotan ini terlihat sangat teliti dalam beraksi, termasuk, menentukan hari pelaksanaan. Juga, diketahui bahwa Farhan dan komplotannya merupakan jaringan teroris lama. Mereka misalnya tergabung di Jamaah Islamiyah yang ingin mendirikan negara Islam di Indonesia.  

Kelompok ini juga menjelaskan alasan mereka membalas dendam terhadap polisi. Mereka merasa kecewa atas penangkapan tokoh-tokoh komplotan ini. "Itu yang terungkap dalam surat itu, sehingga mereka balas dendam," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya