Butet Kartaredjasa Versus BRI Syariah, Siapa Salah?

Pentas Refleksi & Penghargaan Kompak : Butet Kertarajasa
Sumber :
  • ANTARA/Fanny Octavianus

VIVAnews - Kasus sengketa antara seniman Butet Kartaredjasa dengan PT Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRI Syariah) menjalani babak baru. Keduanya saat ini menjalani proses mediasi yang ditangani oleh Bank Indonesia.

Mediasi tersebut dilakukan pada Kamis, 3 Oktober 2012, di Gedung Bank Indonesia. Tak hanya Butet, mediasi itu juga dihadiri tujuh nasabah lain yaitu Robert Sugiharto, Sell Kusuma Dewani, Elsje Hartini, Tan Leo Hardianto, Indah Sulistiyo Wati dan Mohammad Widodo. Para nasabah BRI Syariah itu didampingi pengacara Djoko Prabowo Saebani.

Para nasabah yang berasal dari Semarang dan Yogyakarta tersebut datang untuk memberikan konfirmasi terkait kasus tersebut. Butet berpendapat, klaim BRI bahwa nasabah tidak membayar ujrah (biaya sewa) tidak berdasar karena dana standby untuk membayar ujrah itu sudah ada di bank.

Butet juga menjelaskan pihaknya telah mengajukan somasi kepada BRI Syariah. Alasannya, pihaknya tidak mengizinkan BRI Syariah untuk menjual emas yang menjadi obyek jaminan yang disimpan di Bank BRI Syariah.

Datangi Jusuf Kalla, Pendeta Gilbert Sampaikan Maaf ke Masyarakat Indonesia

"Kami menerima surat pemberitahuan dari BRI Syariah bahwa emas yang menjadi obyek jaminan telah dijual secara langsung oleh BRI Syariah," ujarnya.

Butet dan nasabah lain menolak penjualan obyek jaminan secara langsung oleh Bank BRI Syariah. Dalam perjanjian gadai syariah yang ditandatangani nasabah, jatuh temponya dalam waktu empat bulan.

Pengacara Butet, Djoko Prabowo, menjelaskan, dalam pertemuan dengan Deputi Direktur Perbankan Syariah, Nawawi, para nasabah itu meminta beberapa hal diantaranya jika emas para nasabah belum dijual, maka dapat dijual dengan harga saat ini, sehingga bank dan nasabah sama-sama diuntungkan. Mereka juga meminta pemulihan nama baik akibat masuk dalam BI Checking sehingga mereka sulit mengajukan kredit. "Yang penting kami sudah menyampaikan aspirasi, dalam hal ini BI terlihat netral," ungkap Djoko.

Seperti diketahui, gadai emas, yang belakangan ini marak, adalah merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat.

Inong Ayu, Istri Abimana Aryasatya Umumkan Hamil Anak Kelima di Usia 43 Tahun

Dalam kasus Butet, ia menjadi nasabah gadai emas BRI Syariah di Yogyakarta pada Agustus 2011. Ia , dengan modal 10 persen dari keseluruhan harga emas, BRI Syariah memberikan pembiayaan sebesar 90 persen. Butet mencicil sejumlah uang yang dipersyaratkan. Total emas yang digadaikan seberat 4,89 kilogram dengan nilai lebih dari Rp2,5 miliar.

Ketika jatuh tempo pada Desember 2011, nasabah diberikan opsi: saat harga mas turun, nasabah menanggung penurunan harga dari harga emas semula.

Pengurangan Bahaya Tembakau, Alternatif bagi Perokok Dewasa Beralih dari Kebiasaannya

Butet menolak opsi tersebut. BRI Syariah juga memberikan opsi memperpanjang masa jatuh tempo sebanyak dua kali, namun kerugian penurunan harga tetap harus ditanggung Butet. BRI juga meminta emas yang dimiliki Butet dijual

"Saya minta skema diperpanjang dalam tiga tahun, karena ketika harga emas naik silahkan dijual, jadi win-win solution," ujarnya.

BRI Syariah akhirnya menjual kepemilikan emas Butet dengan alasan hal itu sudah tercantum dalam perjanjian.

Tanggapan BRI Syariah

Terkait masalah ini, Direktur Utama PT Bank BRI Syariah, Hadi Santoso, mengaku siap menyelesaikan sengketa dengan Butet Kertaradjasa dan nasabah yang lain. Ia juga siap memenuhi panggilan BI terkait proses mediasi tersebut. Meski belum dipanggil khusus terkait proses mediasi, BRI Syariah sendiri telah memberikan penjelasan kepada BI. "Kalau kami, tidak perlu dipanggil. Kami sudah menghadap," kata Hadi.

Selama ini, kata dia, BRI Syariah sudah menjalankan bisnis gadai emas dengan benar dan sesuai ketentuan BI. Namun, jika terjadi kerugian dalam bisnis tersebut, hal itu sudah sewajarnya menjadi tangung jawab nasabah gadai emas.

"Aturan BI sudah jelas, jangka waktu jelas, kapan jatuh tempo, risiko apa. Yang jelas, kalau gadai itu, bank tidak terlibat pada saat jual beli emasnya. Itu tidak ikut campur, kalau emas itu turun, ya risikonya yang punya emas," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Hadi juga memberikan klarifikasi bahwa pihaknya telah memberikan penjelasan kepada Butet, sebelum menjual emas miliknya pada Agustus lalu.

"Kami sudah surati, pada waktu itu harga turun, beliau tidak ada respons apa-apa. Tapi, begitu harga naik, beliau baru ribut. Coba lihat saja penjualan tanggal berapa," tegasnya.

Dalam penjualan tersebut, BRI Syariah mengaku sudah menjalankan mekanisme penjualan emas yang benar. Tak hanya itu, BRI Syariah menegaskan pihaknya sama sekali tidak mengambil keuntungan dari selisih harga emas yang berlaku pada waktu itu.

"Waktu itu kami pakai harga pasar, dan bank tidak ada keuntungan untuk itu. Jadi, tolong ditegaskan bahwa bank tidak pernah ambil keuntungan atas hasil penjualan emas, itu tidak ada. Bank itu hanya mendapatkan biaya administrasinya untuk penitipan," ujarnya.

Resiko Gadai Emas

Chief Executive Officer QM Financial, Ligwina Hananto, menilai metoda pembiayaan (pinjaman) melalui gadai emas normal dilakukan. Akan tetapi pembiayaan dengan cara ini memiliki resiko besar. Alasannya, model utama pembiayaan itu adalah spekulasi karena ketika terjadi gejolak di pasar, maka akan menimbulkan resiko tambahan.

Ligwina menjelaskan dalam investasi itu dikenal dengan margin landing, yaitu nasabah meminjam uang untuk digunakan investasi. Selisih antara modal dan pinjaman inilah yang kerap menjadi masalah. "Misalnya kita mendapat keuntungan 20 persen, bunga dari cicilan pinjaman 16 persen, berarti kita untung empat persen. Tapi kalau rugi, bagaimana?" tanya Ligwina.

Menurutnya seharusnya sebelum memulai gadai emas, semua nasabah mengerti apa resikonya. Sedangkan penjual juga harus menjelaskan kerugiannya jika harga emas turun.

Kendati demikian, perencana keuangan ini mengakui konsep gadai emas ini secara sistematis memang menguntungkan. Namun, dengan catatan, biaya penitipan emas harus lebih rendah dari imbal hasil harga emas.

"Tapi kan return emas itu kan tidak tetap, sementara biaya penitipan itu tetap. Ini yang menyebabkan sebagian orang akhirnya merugi karena harga emas di 3 bulan kontrak turun, sementara biaya penitipannya tidak turun," tambahnya.

Untuk itu, Ligwina menyarankan agar masyarakat mengubah konsep dan pola pikir untuk cepat mendapatkan keuntungan, namun harus merasakan prosesnya. Untuk mencapai hal itu, diperlukan tingkat edukasi dan pemahaman yang cukup.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya