1001 Cara Dilakukan, Jakarta Masih Banjir

Banjir di Thamrin
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Banjir sudah jadi penyakit kronis Jakarta. Sejumlah kawasan Ibukota selalu digenangi air, hampir tiap tahun. Hujan deras pada Kamis pekan lalu misalnya, telah menyebabkan banjir bandang di sejumlah wilayah, dari Jakarta Timur, Jakarta Barat, hingga ring 1 Ibukota.

Banjir itu bahkan telah melumpuhkan Jakarta. Puluhan ribu orang mengungsi. Sebanyak 15 warga DKI terenggut jiwanya. Hingga Senin, 21 Januari 2013, banjir masih merendam sejumlah titik. Kini, giliran kawasan Pluit, Jakarta Utara, yang terendam banjir tinggi.

Bertahun-tahun upaya penanggulangan dilakukan. Berbagai konsep digagas, sebagian dikerjakan. Dari gubernur terdahulu hingga ke penguasa sekarang. Namun tetap saja, banjir terus menerjang.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, sadar banjir akan terus berulang di Jakarta. "Kami tidak lupa bahwa setelah banjir kemarin, tahun depan akan datang lagi, untuk itu kami ajukan beberapa usulan," ujar Jokowi di hadapan Presiden SBY di GOR Otista, Jakarta Timur, Minggu 20 Januari 2013.

Pertama, Jokowi mengusulkan pembangunan normalisasi Sungai Ciliwung. Pemerintah Provinsi Jakarta sudah menyiapkan anggaran Rp250 milliar untuk program ini. "Di Pesanggrahan, Angke, dan Sunter, kami sudah siapkan Rp400 miliar untuk pembebasan tanah," tuturnya.

Kedua, pembangunan Waduk Ciawi dan Waduk Cimanggis. Menurut Jokowi, pembangunan kedua waduk dapat mengurangi banjir di Jakarta. Untuk itu, ia berharap pemerintah pusat dapat mendukung dan program ini bisa dikerjakan pada tahun ini.

Ketiga, mantan Walikota Solo ini mengusulkan pembangunan sistem pompa air di Jakarta Utara, di antaranya di Muara Baru dan Ancol. "Ini agar dipercepat. Tahun ini, pengerukan sungai kecil," ujarnya. Jokowi juga mengusulkan pembangunan sumur resapan dengan kedalaman 4 sampai 200 meter. Cara ini, menurut dia, akan mengurangi banjir di Jakarta secara signifikan.

Sebelumnya, Jokowi juga berencana membangun terowongan multifungsi (deep tunnel). Rencana ini dianggarkan Rp16 triliun dan akan dibangun hingga 2016. Terowongan ini rencananya dibangun sepanjang 19 kilometer. Membentang dari Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, hingga ke Pluit, Jakarta Utara. Terowongan akan dibor hingga kedalaman 40 meter dengan diameter 17 meter.

Sodetan

Upaya membebaskan Ibukota dari banjir tidak hanya dilakukan oleh Pemprov DKI. Pemerintah pusat juga punya cara untuk mengantisipasi banjir yang rutin terjadi ini. Salah satunya adalah membangun sodetan atau terusan yang mengalirkan air dari Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur.

"Yang sodetan, kami usulkan dilakukan tahun ini. Kurang lebih memakan waktu dua tahun," kata Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, saat presentasi di depan Presiden SBY.

Menurut Djoko, pembuatan sodetan ini cukup rasional untuk mengurangi banjir di Jakarta. Soalnya, saat sebagian wilayah Jakarta mengalami banjir parah beberapa hari ini, justru Kanal Banjir Timur tidak mengalami debit air yang signifikan. Sementara itu, Kali Ciliwung yang mengalir ke Kanal Banjir Barat justru membeludak. "Kanal Banjir Timur hampir dikatakan kosong, sangat bermanfaat untuk menyalurkan Kali Ciliwung," kata Djoko.

Dia menambahkan, sodetan ini dirancang berupa pipa yang melintasi di bawah tanah. Dalam rancangan PU, jalur ini melewati permukaan bawah Jalan Sensus dan Jalan Otto Iskandar Dinata III di Jakarta Timur. "Panjangnya 2,1 kilometer," kata Djoko.

Namun, Djoko menambahkan, pembangunan sodetan ini bisa memunculkan gangguan lalu lintas luar biasa selama proses konstruksi yang diperkirakan selama dua tahun. Untuk itu, Djoko meminta Presiden memberi tahu kepala kepolisian untuk berkoordinasi mengenai pengaturan lalu lintas. "Kami juga sedang cari teknologi yang bisa atasi gangguan itu," kata Djoko.

Presiden SBY setuju dengan usulan pembangunan sodetan ini. SBY bahkan memastikan proyek raksasa ini selesai pertengahan 2014 nanti. "Setelah kami kalkulasikan, anggaran tersedia dan skala prioritas. Untuk tahun ini yang mendesak adalah membuat terusan atau sodetan Kali Ciliwung ke arah Kanal Banjir Timur," kata SBY.

SBY mengatakan, data banjir tahun ini memperlihatkan, ketika Kali Ciliwung meluap, debit air Kanal Banjir Timur masih normal. "Relatif tidak terisi," kata Presiden. Data ini sama dengan yang diucapkan oleh Menteri Djoko Kirmanto.

Karena itu, Presiden setuju, sodetan Kali Ciliwung menjadi  prioritas tahun ini. Anggaran Rp500 miliar disiapkan. "Ini akan selesai medio 2014, bisa kita mulai segera tahun ini," katanya. "Kami akan mulai segera tahun ini."

Prioritas lain, kata SBY, adalah menata Kali Ciliwung. DKI Jakarta akan mencari lahan untuk merelokasi warga di sekitar bantaran. Selain itu, Pemprov juga melakukan pendekatan kepada masyarakat agar mau pindah. Program penertiban bantaran kali ini sedikitnya akan menelan Rp1,2 triliun selama 2013 dan 2014. "Ini tanggung jawab DKI," katanya.

Namun, menurut pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatasi masalah banjir sesungguhnya tidak selalu soal teknis. Secara keseluruhan, permasalah utama banjir adalah faktor pemeliharaan. Karena sebagian besar tanggul yang ada adalah peninggalan Belanda. Dan itu tidak terperlihara dengan baik.

"Sejak kemerdekaan hingga sekarang, tidak dilakukan perbaikan tanggul dan tidak ada penambahan tanggul baru," kata Nirwono Yoga kepada VIVAnews.

Selain pendekatan teknis, pengendalian banjir harus sudah dilakukan dengan rekayasa sosial. Sudah 40 tahun terakhir pembangunan pengendalian banjir selalu fokus pada rekayasa teknis belaka. Padahal, geografis di Jakarta sesungguhnya tidak sama dengan Belanda. Konsep pengelolaan air juga harus dibedakan karena alam di Indonesia khususnya di Jakarta berbeda dengan Belanda.

"Perbaikan saluran air, tanggul, waduk, melengkapi dengan pompa air, dan normaliasi kali. Tapi tidak dilakukan rekayasa sosial," katanya.

Rekayasa sosisal dengan memberikan pendidikan kepada warga tentang cara pandang terhadap hujan dan air sudah seharusnya dilakukan. Masyarakat sudah harus diberi kesadaran agar tidak membuang sampah ke sungai dan saluran air. "Ini yang harus dilakukan sekarang," katanya.

Dengan mengedukasi masyarakat diharapkan akan menciptakan kesadaran  melakukan pemeliharaan terhadap waduk dan segala infrastruktur yang ada. "Harus ada kesadaran masyarakat berpindah dari bantaran kali ke kawasan yang lebih layak huni. Masalah itu yang tidak pernah dibangun oleh pemerintah. Karena semua masih berpikir teknis. Padahal ada faktor sosial yang harus direkayasa," katanya.

Pindah Ibukota

Wacana pemindahan ibukota negara kembali mencuat menyusul kejadian banjir yang melanda Jakarta dalam satu pekan terakhir ini. Sejak lama, wacana ini menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Pramono Anung, menyetujui ibu kota dipindahkan dari Jakarta. Namun, Pram berharap ide pemindahan ibu kota jangan hanya menjadi wacana ketika ribut masalah banjir dan macet. "Harusnya pemindahan ibu kota ini dipikirkan secara panjang dan dilakukan bersama-sama dengan pemerintah," kata Pramono di Gedung DPR, Senin 21 Januari 2013.

Sebab, kata Pram, banjir dan macet Jakarta sudah sangat parah sehingga mengganggu aktivitas pemerintahan. Misalnya, kata dia, akibat banjir pertemuan antara presiden dan pejabat penerintah negara lain gagal atau terlambat. "Inikan sangat serius," kata dia.

Pram mengatakan, lebih baik Jakarta hanya dijadikan sebagai pusat perdagangan dan industri saja seperti di Brazil. "Itu berhasil, dan itu justru ide dari Soekarno," ujar dia.

Staf Khusus Presiden bidang Pemerintahan Daerah, Velix Wanggai, mengungkapkan Presiden SBY terbuka dan tidak tabu berdiskusi soal wacana pemindahan ibu kota. Presiden, kata Velix, sudah beberapa kali melansir pernyataan mengenai isu ini.

Menurut Presiden, kata Velix, Jakarta tidak bisa lagi menampung interaksi manusia dan lingkungannya. Dalam memutuskan kebijakan ini, diperlukan langkah yang bersifat teknokratis dan langkah politik sebagai agenda kolektif dari seluruh komponen bangsa. "Hal ini sebagai langkah visioner, terobosan, sekaligus thinking outside the box bagi masa depan Indonesia," kata Velix.

Presiden sendiri memiliki tiga skenario soal ibu kota. Skenario pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibukota, pusat pemerintahan, sekaligus kota ekonomi dan perdagangan. Pilihan atas opsi ini berkonsekuensi pada pembenahan total atas soal macet, banjir, transportasi, permukiman, dan tata ruang wilayah.

Skenario kedua,  membangun ibukota yang benar-benar baru. Kata Presiden SBY, "kita bangun totally new capital". Sedangkan Skenario Ketiga, ibukota tetap di Jakarta, namun memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi lain.

"Atas 3 skenario itu, Presiden SBY mengajak semua komponen bangsa untuk membahas secara terbuka, matang, dan komprehensif atas wacana ini. Karena itu, kebijakan perpindahan ibukota dan/atau pergeseran pusat pemerintahan harus menjangkau strategi jangka panjang bangsa," kata Velix.

Sementara itu, Gubernur Jokowi menyatakan setuju bila ibukota negara dipindah. Namun, kata Jokowi, opsi untuk memindahkan ibu kota adalah opsi terakhir bila tidak ada lagi cara untuk mengatasi berbagai permasalahan di DKI Jakarta.(np)

Nasib Jokowi di PDIP, Kaesang Pangarep Tidak Ingin Ikut Campur: Itu Urusan Partai Lain
Head of Market Unit Nokia Indonesia Ozgur Erzincan.

Tugas Nokia Sudah Tuntas

Nokia mengumumkan kalau mereka telah menyelesaikan proyek lima tahun bersama XL Axiata dalam rangka memodernisasi jaringan 5G.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024