Hambalang, Audit BPK dan Jawaban Menkeu di KPK

Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, di KPK.
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Agus Martowardojo akhirnya diperiksa KPK. Menteri Keuangan itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Menpora Andi Mallarangeng, dalam kasus korupsi Proyek Hambalang. Nilai total proyek ini Rp2,5 triliun. Agus diperiksa Selasa 19 Februari 2013. Selama sembilan jam. "Saya bersyukur bisa hadir pada hari ini," kata Agus sebelum masuk gedung KPK.

Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23, Arab Saudi Tersingkir

Pemeriksaan ini, katanya, adalah kesempatan untuk menjelaskan semua hal yang menjadi pertanyaan publik selama ini. Menjelaskan semua hal yang diketahuinya tentang proyek raksasa ini. Terutama hal-hal yang menyangkut oroses anggaran proyek ini. 

Nama Agus Marto memang disebut dalam kasus ini. Disebut dalam audit investigasi tahap I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Terutama menyangkut proses persetujuan kontrak tahun jamak (multiyears) proyek tersebut. BPK menyimpulkan bahwa ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundangan dan penyalahgunaan kewenangan dalam proses perubahan menjadi tahun jamak itu.(

Mendukung Perkembangan Voli Indonesia melalui Kiprah Megawati dan Fun Volleyball 2024

Selain audit BPK itu, Juru Bicara Keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng dalam sejumlah siaran pers dan wawancara dengan media massa, juga mempertanyakan sejumlah kejanggalam dalam kasus ini. Permohonan perubahan ke tahun jamak itu, begitu bunyi audit BPK yang dikutip Rizal, hanya ditandatangani oleh Sesmenpora Wafid Muharam. Sama sekali tidak ada tandatangan Menpora yang saat itu dijabat Andi Mallarangeng.

Padahal, lanjut Rizal, menurut ketentuan internal Kementerian Keuangan, pengajuan seperti itu harus ditandatangani oleh menteri, dalam hal ini Menpora Andi Mallarangeng. Anehnya, Agus Marto menyetujui perubahan itu. Rizal menduga ada kekuatan lain yang memaksa Agus Marto menyetujui perubahan itu, sebab dia tahu betul bahwa itu jelas melanggar ketentuan internal kementerian.

Polisi Periksa 13 Saksi Kasus Tewasnya Anggota Polresta Manado di Mampang Jakarta Selatan

Itu sebabnya Rizal meminta agar Menteri Agus membuka kepada para penyidik atau publik siapa tokoh di balik kasus ini. Siapa yang meyakinkan Agus Marto menyetujui permohonan itu, padahal dia tahu bahwa Menpora tidak menandatangani permohonan itu. ().

Sebelum diperiksa KPK pada Selasa siang, Agus Marto menjelaskan bahwa perubahan menjadi multiyears itu tidak berkaitan dengan anggaran, tapi kaitannya dengan pengadaan barang. "Jadi tidak terkait dengan anggaran. Nanti saya ceritakan semua," ujar Agus.

Saat keluar dari Gedung KPK, usai diperiksa Selasa malam, Agus menjelaskan bahwa mekanisme tahun jamak dilakukan jika suatu kementerian atau lembaga negara ingin mengerjakan proyek untuk jangka waktu lebih dari satu tahun, dan nilainya tidak bisa dipisahkan. Langkah itu, juga dilakukan agar kementerian tidak perlu setiap tahun melakukan tender ulang.

Dia menambahkan bahwa,"Persetujuan kontrak multiyears itu adalah kewenangan Kementerian Keuangan. Tetapi, semua pemahaman dan pengetahuannya ada di kementerian lembaga terkait," kata Agus.

Agus juga menjelaskan mengapa proyek Hambalang berubah dari single year ke multiyears atau tahun jamak. Perubahan itu, katanya, berawal dari usulan proyek Hambalang yang semula bernama Pusat Pendidikan Pelatihan Olah Raga Nasional (P3ON) menjadi Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).

Menurutnya, perubahan P3ON menjadi P3SON adalah pada akhir 2009 dan merupakan inisiatif di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Di mana, lanjutnya, Menpora dan jajarannya yang mendesain satu proyek yang semula bernama bernama P3ON menjadi P3SON. "Nah, upaya itu antara lain juga untuk meningkatkan anggaran yang tadinya Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun," ujar Agus.

Peningkatan anggaran Hambalang dari semula Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun adalah inisiatif Kemenpora. Bahkan, lanjut Agus, sejak Januari 2010 dan sepanjang 2010, Kemenpora menggelar rapat dengan Komisi X DPR. Setidaknya sebanyak sembilan kali pertemuan antata Kemenpora dan Komisi X yang intinya membahas tentang perubahan dari P3ON menjadi P3SON dan kenapa proyek Hambalang dinaikan menjadi Rp2,5 triliun.

"Diskusi-diskusi itu belum melibatkan Menkeu. Bahwa kemudian di Kemenpora ada oknum-oknum yang melakukan pembobolan anggaran, itulah yang harus diusut," katanya. Agus menampik bahwa dia ikut mengatur anggaran proyek Hambalang. Sebelum dilantik Presiden menjadi Menkeu pada 20 Mei 2010, katanya, diskusi anggaran proyek Hambalang sudah dilakukan Kemenpora.

Multiyears Hambalang di Audit BPK
BPK menemukan indikasi kerugian negara hingga Rp243,66 miliar dalam pembangunan proyek P3SON ini. Indikasi kerugian negara ini diperoleh dengan cara membandingkan jumlah dana yang dikeluarkan Kemenpora dengan nilai pekerjaan sebenarnya (realcost) yang dikerjakan oleh subkontraktor yang dihitung secara uji petik.

Dalam penjelasan singkat BPK, ada 11 indikasi penyimpangan dan dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam proyek ini.  Salah satunya dalam proses permohonan kontrak tahun jamak. BPK pun menyebut beberapa inisial orang-orang dan jabatannya yang diduga terlibat dalam penyimpangan di sektor proses tahun jamak tersebut.

Proses perubahan ke tahun jamak ini bermasalah. Wafid Muharram selaku Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak, tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora yang saat itu dijabat Andi Mallarangeng. Tindakan Wafid itu diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010.
  
Di sisi lain, BPK menilai bahwa Menpora yang saat itu dijabat Andi Mallarangeng diduga membiarkan Seskemenpora melaksanakan wewenang Menpora. Andi juga dinilai tidak melaksanakan wewenang sebagai Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian serta pengawasan sebagaimana dimaksud PP 60 tahun 2008.

Tak hanya Kemenpora, BPK pun menyebut peran Menteri Keuangan dalam dugaan penyimpangan tersebut. BPK menulis: Menteri Keuangan menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak, setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang secara bersama-sama, meskipun diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010. 

Antara lain sebagai berikut:
   a. Tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis harus dilaksanakan dalam waktu lebih dari satu tahun

anggaran
   b. Permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tidak diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga
   c. RKAKL Kemenpora 2010 (revisi) yang menunjukkan kegiatan lebih dari satu tahun anggaran belum ditandatangani oleh Dirjen Anggaran.

Tak hanya Menkeu, BPK pun membidik peran Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan yang saat itu dijabat Anny Ratnawati. BPK menilai Anny yang sekarang menjabat Wakil Menteri Keuangan itu berperan dalam beberapa hal:
a) Memberikan kesempatan kepada Ses Kemenpora (WM) untuk mengajukan revisi RKA KL TA 2010 dengan Surat Nomor S-3451/AG/2010 tanggal 15 November 2010 padahal batas waktu pengajuan revisi anggaran telah lewat.

b) Menyetujui revisi kedua SP-SAPSK Kemenpora TA 2010 yang diajukan Ses Kemenpora (WM), meskipun terjadi pengurangan volume keluaran kegiatan yang tidak sesuai PMK Nomor 69/PMK.02/2010.

c) Menandatangani surat persetujuan kontrak tahun jamak meskipun revisi RKA KL salah ditetapkan.

d) Menetapkan SP-SAPSK Kemenpora TA 2011 dalam skema tahun jamak pada saat persetujuan kontrak tahun jamak belum diterbitkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya