Obama dan Rencana Intervensi AS di Suriah

Aksi pasukan pemberontak anti rezim Assad di Suriah
Sumber :
  • REUTERS/Goran Tomasevic/Files

VIVAnews -Perang Saudara di Suriah dalam dua tahun terakhir kian menarik perhatian masyarakat internasional, terutama negara adidaya seperti Amerika Serikat. Washington rupanya tak saja mempermasalahkan kesewenang-wenangan rezim Baath pimpinan Presiden Bashar Al Assad, namun juga mulai curiga Damaskus menggunakan senjata kimia menumpas pasukan pemberontak, yang didukung AS dan negara-negara lain.  

Presiden Barack Obama mengatakan "permainan bakal berubah" bila rezim Assad benar-benar menggunakan senjata pemusnah massal. Semula AS hanya melontarkan kecaman dan menjalankan lobi-lobi diplomatik di Dewan Keamanan PBB, tapi kini negara itu ingin terlibat lebih jauh di konflik Suriah.

Hingga kini belum ada pernyataan mengirim personel militer. Publik Amerika pun, dalam suatu jajak pendapat populer, belum mau mendukung opsi demikian. Namun, bersumber dari kalangan pejabat militer dan pertahanan di Washington, kalangan media massa AS mengungkapkan pemerintah mereka bersiap mengirim senjata membantu pasukan pemberontak di Suriah.

Obama dan para pejabatnya sudah berkali-kali menyatakan ketidaksukaannya atas pemerintahan Assad dan rezim Baath sekaligus berharap mereka tersingkir dari panggung kekuasaan. Akan tetapi, untuk tuduhan kepemilikan senjata kimia, AS kali ini menanggapinya secara hati-hati, dan tampak tidak ingin mengulangi kesalahan atas perang di Irak pada 2003, yang dituduh punya senjata pemusnah massal namun tidak ada bukti kuat setelah militer AS habis-habisan menyerbu negara itu.

Perang di Irak, dan juga Afganistan, dengan biaya triliunan dolar merupakan kebijakan sangat mahal bagi AS. Apalagi Negeri Paman Sam kini tengah mengalami krisis anggaran, segala sesuatu harus dihemat.   

Dalam jumpa pers di Washington DC pada Selasa malam waktu setempat, Obama mengatakan ada informasi Suriah menggunakan senjata kimia. Namun informasi ini, yang disebut sebagai "bukti fisiologis," diyakini belum solid betul dan masih banyak rincian yang belum diketahui lembaga-lembaga intelijen AS. Kalau benar ada senjata kimia ditembakkan, siapa pelakunya? Rezim Assad atau pemberontak?

"Kami tidak tahu bagaimana [senjata itu] digunakan, kapan digunakan, dan siapa yang menggunakan," kata Obama, seperti dikutip kantor berita Reuters. Dia mengatakan belum punya serangkaian bukti konkret memperkuat kecurigaan itu, dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di Suriah.

Obama menjelaskan tidak menutup kemungkinan adalanya segala aksi dari Washington - apakah itu secara militer atau yang lain-bagi pemerintahan Assad. Namun, dia menegaskan AS tidak akan terburu-buru campur tangan lebih dalam di Suriah. 

Di kalangan media massa AS, pernyataan Obama ini memunculkan penilaian bahwa, kendati pekan lalu menyatakan sudah ada tanda-tanda pasukan pemerintah Suriah menggunakan gas sarin "untuk skala kecil," Washington masih belum segera bertindak tanpa penilaian yang benar-benar akurat.

Obama masih butuh informasi lebih akurat soal isu penggunaan senjata kimia di Suriah sebelum bertindak lebih lanjut. Juru bicara Kantor Presiden AS (Gedung Putih), Jay Carney, pada Senin kemarin mengatakan sejauh ini tidak ada tenggat waktu dalam memberi putusan akhir apakah memang ada penggunaan senjata kimia di Suriah, dan siapa yang menggunakan.

Kalangan pejabat AS belum secara lugas menjelaskan "bukti fisiologis" seperti apa yang menunjukkan pasukan Suriah menggunakan sarin. Namun, sumber-sumber pemerintahan AS menyatakan bahwa bukti-bukti itu berupa sampel darah dari sejumlah orang yang diduga sebagai korban, dan juga dari sampel tanah.

"Dari situasi itu saya menilai kalangan intelijen cukup yakin bahwa ada orang-orang terpapar sarin, dan itu berdasarkan sampel fisik dan analisis kimia dari darah para korban," kata Gary Samore, pengamat dari Universitas Harvard, seperti yang dikutip Reuters. Dia adalah mantan penasehat Presiden Obama untuk nonproliferasi senjata pemusnah massal.

Menurut Samore, tampaknya ada "tanda tanya" mengenai apakah senjata kimia itu digunakan oleh pasukan pemberontak atau hasil dari "perintah para petinggi di Damaskus." Kelompok pemberontak di Suriah selalu menuding pemerintahan Assad telah menggunakan senjata kimia memusnahkan rakyat yang memberontak. 

Sebaliknya, pemerintah Suriah sendiri sudah membantah telah menggunakan senjata kimia. Bila ada penggunaan senjata seperti itu, pasti pelakunya adalah pasukan pemberontak atau kelompok teroris, seperti yang terjadi di Kota Idlib. Klaim itu dilontarkan Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar Jaafari, seperti dikutip stasiun berita Al Jazeera.

Namun, pemerintah Suriah hingga kini menolak memberi izin kepada para pakar dari Perserikatan Bangsa Bangsa untuk ke negara mereka dalam rangka menyelidiki apakah telah terjadi penggunaan senjata kimia. Pemerintah hanya memberi izin bila PBB cuma memeriksa kecurigaan atas pihak oposisi.

1 Poin dari Markas Persib Cukup Membuat Bhayangkara FC Bersyukur

Banyak Korban

Sejak meletup pada 2011, Perang Saudara di Suriah telah membunuh 70.000 orang dan membuat 1,2 juta warga jadi pengungsi. Bagi sebagian pengamat, konflik ini bermula dari ketidakpuasan sebagian rakyat atas rezim Baath yang sudah 40 tahun lebih berkuasa, namun lainnya berpendapat ini adalah wabah dari "Revolusi Arab" -yang berhasil menumbangkan penguasa-penguasa lama di Tunisia dan Mesir.

Walau sering mengecam rezim di Suriah, Presiden Obama berkali-kali enggan memutuskan keterlibatan lebih jauh AS di negara Arab itu. Keterlibatan AS selama ini hanya berupa bantuan non senjata kepada pasukan oposisi Suriah. Opsi pengiriman pasukan AS tampaknya masih jauh dari pertimbangan serius.

Sikap ini bisa dimengerti mengingat mayoritas publik Amerika kini tidak mau lagi ada teman, kerabat, maupun keluarga mereka yang dikirim sebagai tentara ke negara asing untuk konflik yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan ancaman keamanan dalam negeri. Intinya, rakyat AS tidak mau ada lagi tragedi "Perang Vietnam."

Reaksi publik itu tercermin dalam suatu jajak pendapat yang dihimpun dua media terkemuka AS, New York Times dan CBS News. Diumumkan Selasa lalu, survei itu mengungkapkan 62 persen warga Amerika yakin negara mereka tidak punya tanggungjawab apapun untuk bertindak atas perang saudara di Suriah.

Hanya 39 persen respoden yang mengaku ikut mengikuti secara intensif kekerasan di Suriah. Sikap dari jajak pendapat ini menandakan konflik di Suriah bukanlah keprihatinan utama rakyat AS.

Walau masih belum mempertimbangkan pengiriman tentara ke Suriah, Obama dikabarkan sudah menyiapkan pengiriman senjata untuk kelompok oposisi di Suriah. Bila terwujud, ini merupakan keterlibatan AS yang paling dalam krisis itu.

Kalangan pejabat, seperti dikutip harian The Washington Post, mengungkapkan ide pengiriman senjata sudah jadi pembahasan dan menjadi alternatif baru selain negosiasi politik.

Walau tidak berbicara gamblang atas rencana pengiriman senjata, Obama kepada para wartawan mengatakan "ada sejumlah opsi yang akan dipertimbangkan secara masak-masak" bila sudah ada kepastian pemerintahan Assad menggunakan senjata kimia untuk melawan rakyat sendiri yang memberontak.

Seorang pejabat senior mengatakan mereka sudah membicarakan bantuan yang punya "tujuan militer secara langsung." Kalangan pejabat AS tidak bersedia merinci persenjataan seperti apa yang akan dikirim, namun kalangan pemberontak di Suriah sudah mengajukan permintaan senjata anti tank dan rudal darat ke udara.

AS dan sejumlah negara sekutunya dikabarkan juga telah mengirim instruktur ke tetangga Suriah, Yordania. Di sana, mereka melatih tentara setempat dan juga pasukan pemberontak untuk mengantisipasi ancaman senjata kimia.

Kalangan intelijen AS juga membangun kontak di tubuh pemerintahan Suriah, terutama yang bertanggungjawab atas program senjata kimia, untuk memberi peringatan kepada mereka bila sewaktu-waktu senjata itu akan digunakan. Sejumlah pakar PBB pun bersiap pergi ke Suriah untuk melucuti pabrik-pabrik kimia di sana bila pada suatu saat nanti Assad bersedia berunding gencatan senjata dengan pemberontak, dan membolehkan kunjungan tim internasional.(np)

BUMI Resources Cetak Laba Bersih US$117,4 Juta di Tahun 2023
Game MMORPG Tarisland.

Game MMORPG Tarisland Siap Menggebrak, Ada Streamer Indonesia

Nimo secara khusus mengundang game MMORPG Tarisland yang sangat dinantikan-nantikan. Para tamu yang diundang, di antaranya streamer Depinaa dari Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024