Jurang Ekonomi Dunia Semakin Tajam, Bagaimana Indonesia?

Pemukiman Kumuh di Waduk Pluit
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Terungkap bahwa sebagian besar masyarakat dunia ternyata merasa tidak puas dengan kondisi ekonomi negara mereka. Kesenjangan ekonomi semakin lebar dan optimisme meredup pada tahun-tahun mendatang. Namun, kebanyakan dari mereka merasa bahwa kondisi keuangan pribadi mereka lebih baik dibandingkan situasi ekonomi negara mereka.

Demikianlah kesimpulan penelitian Pew Research Global Attitudes Project yang dirilis pada 23 Mei 2013 lalu.

KPK Siap Dampingi Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran dari Potensi Korupsi

Selain itu, juga disimpulkan survei itu bahwa masyarakat negara-negara berkembang saat ini merasa lebih senang dengan keadaan ekonomi mereka dibandingkan warga negara-negara maju. Sebanyak 53 persen masyarakat negara berkembang menyatakan ekonomi negara mereka membaik. Sementara itu, hanya 24 persen warga negara maju yang percaya ekonomi negara mereka dalam keadaan baik.

Pandangan suram tersebut tercermin di berbagai negara Eropa. Di Prancis, hanya 9 persen warganya yang percaya bahwa perekonomian negaranya sedang berjalan baik, Spanyol 4 persen, Italia 3 persen, dan Yunani 1 persen.

Sedangkan, sebagian besar penduduk di negara-negara emerging market percaya ekonomi mereka sedang bergairah, seperti di China 88 persen dan Malaysia 85 persen.

Bagaimana dengan Indonesia?

5 Fakta Menarik Jelang Duel Manchester United vs Sheffield United

Hanya 30 persen penduduk Indonesia yang diperkirakan puas terhadap kondisi ekonomi negardanya. Ini terpaut sedikit di bawah Amerika Serikat (31 persen), namun lebih baik dari Meksiko (29 persen), Korea Selatan (24 persen) dan negara-negara maju lainnya.

Survei ini juga menunjukkan betapa ketidaksetaraan ekonomi merupakan keprihatinan umum publik seluruh dunia. Kebanyakan orang berpendapat bahwa sistem ekonomi sekarang hanya menguntungkan kelompok kaya. Mayoritas penduduk dunia juga setuju bahwa jurang pemisah antara si kaya dan si miskin menjadi semakin lebar dalam lima tahun terakhir.

Sebanyak 42 persen masyarakat Indonesia menginginkan pemerintah mengatasi lonjakan harga pangan di pasar dan 27 persen meminta pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya untuk mengatasi jurang kemiskinan.

Hal ini sejalan dengan studi yang dirilis Diego Comin, seorang profesor Harvard Business School, dan Marti Mestieri, peneliti di Toulouse School of Economics. Keduanya menemukan bahwa kesenjangan pendapatan antara negara-negara barat dengan negara berkembang melonjak 733 persen dalam kurun waktu 200 tahun.

Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa pada tahun 1800 jurang pendapatan negara-negara maju di Eropa dengan negara berkembang "hanyalah" sebesar 90 persen. Memasuki tahun 2000, perbedaan antara keduanya membengkak hingga 750 persen.

Ada dua penyebab kenapa jurang ekonomi tersebut tercipta. Pertama, akses terbatas warga negara berkembang terhadap teknologi baru. Kedua, lambatnya warga negara-negara berkembang untuk mengadopsi berbagai inovasi.

Salah satu cara untuk memecahkan masalah ini adalah menetapkan kebijakan untuk membawa teknologi baru ke negara-negara miskin. Teknologi baru dapat membawa negara miskin menuju tingkat produktivitas yang lebih tinggi. 

Raksasa Internet seperti Google, telah mendanai dan mengembangkan jaringan Internet nirkabel di berbagai negara berkembang sebagai upaya mempercepat transfer teknologi di seluruh dunia. Namun, upayda tersebut kemungkinan tidak cukup untuk membalikkan 200 tahun sejarah.

Kesenjangan juga diciptakan oleh adanya kolonialisasi Eropa selama 500 tahun terakhir. Bangsa Eropa menguras sumber daya alam dari negara-negara non barat yang mereka taklukkan.

Catatan New York Review of Books menunjukkan negara-negara yang ratusan tahun lalu dijajah adalah deretan negara-negara terkaya dan termaju.

Apalagi, sudah diprediksi akan muncul tren yang dapat membalikkan keadaan. Berbagai lembaga ekonomi memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang bakal lebih dahsyat tahun ini, di atas lima persen, dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara kaya yang diperkirakan hanya tumbuh 1,2 persen.

Indonesia dapat meraih peluang tersebut.

Laporan Citibank yang bertajuk "ASEAN Economic Long View - Indonesia: En Route to a Top-10 World Economy by 2025" menunjukkan bahwa pada 2025 kelak pangsa pasar negara-negara berkembang terhadap PDB dunia akan naik menjadi 58 persen dari 39 persen pada 2012. Indonesia pada 2025 akan berada di posisi delapan, mengalahkan Prancis dan Inggris.

Pada 2025, pendapatan per kapita Indonesia mencapai US$4.000. Meski angka itu masih di bawah Malaysia dan Thailand, tapi lebih tinggi dibandingkan Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

Syarat untuk mencapai level itu--untuk kesekian kalinya perlu diulang--adalah perbaikan infrastruktur dan stabilitas politik Indonesia.

Dikira Tewas oleh Israel, Komandan Al Quds Abu Shujaa Tiba-tiba Muncul di Pemakaman

"Indonesia telah pulih dari krisis ekonomi 1998. Fundamental ekonomi dan politik saat ini telah kuat dan berada di jalur untuk menjadi negara maju. Kami percaya, untuk mencapai tujuan akhir, tidak bisa ditempuh dengan cara autopilot," demikian kesimpulan Citibank dalam laporan itu. (kd)

Jalan Juanda di Kota Depok.

Depok Jadi Tuan Rumah Pembukaan Pendaftaran PPK untuk Pilkada 2024

Kota Depok memiliki DPT terbesar.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024