Reaksi Pasar Keuangan Jelang Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Persiapan Jelang Kenaikan Harga BBM
Sumber :
  • ANTARA/Lucky.R
VIVAnews - Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBN-P) 2013 akhirnya disetujui untuk disahkan menjadi UU APBN-P dalam sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin 17 Juni 2013 kemarin. 
Balon Udara Muncul di Ketinggian 9.000 Feet, AirNav Semarang Minta Pilot Waspada

Dengan adanya persetujuan DPR atas APBN-P 2013 tersebut, tentunya akan menguatkan niat pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Pemerintah mengajukan usulan kenaikan harga Premium menjadi Rp6.500 dan solar Rp5.500 per liter. 
Sejarah Bakal Pecah, Besok Raja Aibon Kogila Serahkan Tongkat Komandan Pasukan Tengkorak Kostrad TNI

Kepastian kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut, ternyata direspon positif para investor di bursa saham maupun pasar uang. Sebab, sejak rapat Paripurna DPR, Senin malam lalu menghasilkan keputusan menyetujui RUU APBN-P untuk disahkan menjadi UU APBN-P 2013, besok harinya indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia menguat hingga 65,95 poin atau 1,4 persen. 
Makin Panas, Hotman Paris Tantang Rocky Gerung Adu Jotos di Ring Tinju

Bahkan, sehari jelang sidang paripurna dan hari H pelaksanaan pengambilan keputusan mengenai RUU APBN-P 2013 tersebut, IHSG bergerak positif karena pelaku pasar memperkirakan sudah bakal pasti disahkan menjadi undang-undang karena melihat jumlah fraksi yang akan mendukung terjadinya pengesahan. 

Begitu pula, dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang hampir sepekan terakhir melemah. Tercatat, rupiah pada 17 Juni 2013, bercokol di posisi Rp9.881 per dolar AS, atau melemah dari sebelumnya Rp9.886 per dolar AS. Namun, sehari berikutnya berhasil ditutup menguat ke level Rp9.818 per dolar AS. 

Pengamat saham di PT Valbury Asia Securities Robin Setiawan, Rabu 19 Juni 2013, menilai bahwa kepastian akan dinaikkannya harga BBM bersubsidi oleh pemerintah direspon positif pemodal di bursa, setelah Bank Indonesia lebih dulu menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). Sebab, hal itu menjadi tolak ukur bahwa pemerintah mulai menunjukkan ketegasannya atas kebijakan ekonomi.

"Hampir sepekan dalam dua minggu terakhir perdagangan sebelumnya, ketidakpastian kenaikan harga BBM, yang membuat rupiah terpuruk, memicu IHSG bergerak negatif dan turun hingga 55 persen lebih,"  kata dia kepada VIVAnews di Jakarta.

Namun, Robin mengaku bahwa pelemahan bursa saham domestik juga terbawa pergerakan negatif bursa regional dan global yang menanti kebijakan bank sentral AS, The Fed, mengenai stimulus ekonomi.

Analis PT Panin Sekuritas Tbk, Purwoko Sartono sependapat. Menurutnya, penguatan IHSG sejak Jumat lalu karena terdorong optimisme pelaku pasar akan disahkannya UU APBN-P 2013, yang menjadi landasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. 

"Selain itu, banyak saham yang murah dan merespon naiknya BI Rate untuk meredam pelemahan rupiah terhadap dolar AS," ujarnya kepada VIVAnews di tempat terpisah.

Ketidakpastian naiknya harga BBM bersubsidi, yang membuat harga bahan pokok naik dan membuat rupiah melemah, sebelumnya memicu aksi jual investor di Bursa Efek Indonesia. "Tentunya, dengan adanya kepastian bakal naik direspon positif pelaku pasar," kata Purwoko.

Dia memperkirakan, bila harga BBM jadi naik, pasar saham dalam 1-2 bulan ke depannya akan bergerak stabil dan setelah itu naik lebih kencang. Hal itu, berkaca pada pengalaman di 2005. Meski harga BBM naik, IHSG dan laju ekonomi tetap tumbuh bagus. 

"Ya, kalau jangka pendek bisa kurang positif, karena pasar akan melihat dampak dari kenaikan harga BBM tersebut. Namun, untuk jangka panjang positif dan sepertinya bakal mendorong investor asing balik lagi," tuturnya.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Ito Warsito, usai rapat umum pemegang saham (RUPS) Bursa Efek Indonesia di kawasan SCBD Jakarta, Rabu, juga menilai bahwa rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang termaktub dalam RUU APBN-P 2013, yang disetujui untuk disahkan menjadi UU APBN-P oleh parlemen berdampak positif bagi pergerakan bursa saham Indonesia. Selain, kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi enam persen.

Kedua isu ini telah menjadi perhatian utama investor untuk menanamkan modal di pasar saham Indonesia. Untuk itu, diharapkan pemerintah segera mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi. "Kami masih menunggu kenaikan harga BBM. Subsidi BBM telah lama jadi perhatian investor asing," ujarnya.

Sepanjang Mei hingga pertengahan Juni, Ito menjelaskan, IHSG mengalami tekanan dari berbagai aspek, terutama dari dalam negeri. Seperti membengkaknya defisit neraca pembayaran hingga keterlambatan kenaikan harga BBM.

Sementara itu, kebijakan The Fed, terkait rencana untuk mengurangi program pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) menjadi faktor tekanan eksternal. "Jadi, sebenarnya sepanjang kita bisa perbaiki faktor domestik, bursa Indonesia akan kembali normal," kata Ito.

Berdampak ke Rupiah
Menteri Keuangan Chatib Basri menilai bahwa kesepakatan pemerintah bersama DPR yang akhirnya setuju RUU APBN-P disahkan menjadi undang-undang dan menjadi sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat akan berdampak positif bagi perbaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Rupiah terpengaruh kondisi eksternal. Untuk bisa mengatasi itu, yaitu dengan kenaikan harga BBM yang akan membuat ruang fiskal sehat," kata Chatib di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta.

Tidak hanya dari sisi nilai tukar, Chatib menambahkan, kenaikan harga BBM mampu menyehatkan dan mengurangi defisit anggaran. Sebab, selama ini subsidi BBM tidak tepat sasaran dan lebih dinikmati orang kaya.

Direktur Eksekutif Departemen Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, Difi A Johansyah menyatakan hal senada. Kepastian kenaikan harga BBM bersubsidi membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia, salah satunya adalah penguatan nilai tukar. "Ini sinyal positif dari disetujuinya UU ABPN-P 2013, dan adanya kepastian kenaikan harga BBM," kata Difi.

Difi menuturkan, perlemahan nilai tukar dalam sepekan terakhir, disebabkan berbagai faktor, baik eksternal maupun internal. "Sekarang  ini, untuk rupiah kita bisa antisipasi dengan kepastian BBM. Namun, untuk faktor ekstenal, kita masih menunggu stimulus dari The Fed, jika sudah pasti, maka capital inflow akan kembali masuk ke regional dan itu akan menstabilkan rupiah," jelasnya.

Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk, Ryan Kriyanto pun menilai bahwa pelemahan rupiah dalam sepekan terakhir karena lambatnya keputusan kenaikan harga BBM.

"Melemahnya rupiah, karena keputusan kenaikan harga BBM yang tak jelas dan disebabkan persepsi negatif investor atas tekanan fiskal. Kini, setelah ada kepastian harga BBM naik, persepsi investor makin positif," jelasnya kepada VIVAnews di tempat terpisah.

Untuk itu, Ryan menyarankan agar pemerintah segara mengumumkan langkah dan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi. "Mudah-mudahan pengumuman resmi kenaikan harga BBM segera dilakukan, agar momen apresiasi rupiah berlanjut," tuturnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya