Militer di Mesir Makin Beringas, Korban Jiwa Terus Berjatuhan

Korban bentrokan pasukan keamanan Mesir dan demonstran di Kairo
Sumber :
  • REUTERS/Asmaa Waguih
VIVAnews
Unik, Pendaftaran Bakal Calon Bupati di Manggarai Serahkan Ayam Jago dan Tuak ke Panitia
- Krisis politik di Mesir masih belum menemukan titik terang, bahkan berlanjut dengan pertumpahan darah dengan jumlah korban yang lebih besar. Ini terjadi setelah pemerintahan transisi dukungan militer Rabu kemarin secara paksa di Kairo membubarkan basis-basis para demonstran pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin dan mantan Presiden Mohamed Mursi, yang dikudeta militer awal Juli lalu.

Siap-Siap Baper, Nicholas Saputra Terjebak Cinta Segitiga dengan Aktris Filipina dan Aktor Korea

Para demonstran pun melawan dan aksi kekerasan meluas di kota-kota lain. Mereka bertekad tidak akan menyerah hingga Mursi dibebaskan dan dikembalikan posisinya sebagai presiden. 
Tabrak dan Hendak Rampas Mobil, 6 Debt Collector Sadis Ditangkap Polres Labusel


Aksi brutal di Mesir itu langsung mendapat reaksi beragam dari penjuru dunia. Dari yang hanya mengutarakan keprihatinan sampai ada yang berencana membekukan kerjasama dengan pemerintahan sementara Mesir, bahkan ada pula yang memulangkan diplomatnya dari Negeri Seribu Piramid itu. Yang pasti masyarakat internasional kini ramai-ramai meminta semua pihak di Mesir untuk menahan diri sambil mengupayakan solusi damai.

Sejak Mursi dikudeta militer pada 3 Juli lalu, gelombang protes terus berlanjut. Pemerintah transisi maupun kelompok IM masih beradu kuat dengan penggunaan kekerasan, sementara PBB dan masyarakat internasional masih belum berhasil menawarkan solusi yang bisa memuaskan pihak-pihak yang bertikai di Mesir.

Perkembangan terkini, seperti yang dikabarkan berbagai media massa regional dan internasional, pemerintah transisi Mesir dukungan militer sejak Rabu kemarin telah memberlakukan jam malam di 14 provinsi dan keadaan darurat di penjuru negeri selama sebulan. Namun pendukung IM dan Mursi bertekad tidak akan mematuhi jam malam itu dengan tetap menggalang aksi walau nyawa mereka taruhannya.   


Jumlah korban jiwa akibat insiden Rabu kemarin masih beragam. Menurut data pemerintah transisi, jumlahnya mencapai 278 jiwa. Namun Ikhwanul Muslimin mengklaim jumlahnya lebih banyak dari itu, bahkan bisa mencapai 2.000 jiwa. Muncul kabar ada pula beberapa jurnalis terbunuh saat meliput bentrokan berdarah antara pasukan keamanan dengan pendukung IM.


Beberapa saksi mengungkapkan peristiwa brutal pada Rabu kemarin. Saat memulai pembersihan kamp-kamp demonstran, pasukan keamanan menembakkan senjata api dan gas air mata. Mereka saat itu berupaya mengambil alih basis-basis demonstran di lapangan Rabaa al-Adawiya dan Nahda.


Para penembak jitu juga beraksi menembaki lapangan tempat basis demonstran dari gedung-gedung tinggi sambil dipantau sejumlah helikopter. Tak lama kemudian buldoser lapis baja merangsek barikade. Para personel keamanan lalu menghancurkan dan membakar lapak dan tenda semi permanen para demonstran IM yang berdiri sejak awal Juli lalu.


Pasukan keamanan pun digambarkan makin beringas, tanpa pilih-pilih target. "Polisi dan tentara, mereka menembaki gas air mata ke anak-anak," kata Saleh Abdulaziz, seorang guru SMP yang menjadi saksi mata kepada Al Jazeera. Pria 39 tahun itu menderita luka di kepala.


Aksi pasukan keamanan itu serentak membuat para demonstran dan warga langsung menyelamatkan diri ke gedung-gedung terdekat. Namun, tidak lama kemudian, para demonstran bisa memobilisasi diri dan melakukan perlawanan. Mereka melawan dengan berbagai alat, dari bebatuan hingga senjata rakitan. Bentrokan akhirnya menyebar ke penjuru Kairo dan juga di kota-kota lain di Mesir, seperti Alexandria, Fayoum, dan Suez. 


Jam Malam

Demi memulihkan situasi, Pemerintah Mesir menerapkan status darurat untuk seluruh wilayah yang akan berlaku dalam satu bulan. Hal tersebut diumumkan langsung oleh Presiden interim Adly Mansour melalui tayangan televisi.


Dilansir Al-Jazeera, Rabu 14 Agustus 2013, pemerintah Mesir mengambil langkah luar biasa karena keamanan dan ketertiban bangsa sedang terancam akibat sabotase, serangan terhadap berbagai fasilitas publik dan perkantoran yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis.


"Pemerintah telah menugaskan angkatan bersenjata bekerjasama dengan polisi untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjaga keamanan, ketertiban dan melindungi harta benda publik dan swasta serta kehidupan warga," kata Adly Mansour.


Selain itu, menurut Al Arabiya, pihak keamanan memberlakukan jam malam di Kairo dan sepuluh provinsi lain. Warga tidak boleh keluar rumah dari jam tujuh malam hingga jam tujuh pagi waktu setempat. 


Menurut pengamat keamanan, Khaled Okasha, pemberlakukan jam malam dan keadaan darurat itu sebagai cara pihak keamanan agar leluasan menempatkan pasukan untuk menghadapi para kelompok bersenjata dan mencegah adanya blokade-blokade oleh para demonstran.


Namun, Ikhwanul Muslimin menyerukan seluruh rakyat Mesir ikut tetap turun ke jalan untuk menghentikan pembantaian ini. "Ini bukanlah upaya pembubaran, tapi upaya berdarah untuk menghancurkan suara oposisi terhadap kudeta militer," kata juru bicara IM, Gehad al-Haddad, dalam akun Twitternya.


"Saya yakin bila kalian tetap tinggal di rumah, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi akan mengobrak-abrik negara ini sehingga bisa menjadi seperti Suriah. Abdel Fattah al-Sisi akan membuat negara ini menjadi kancah perang saudara sehingga dia sendiri bisa lolos dari tiang gantungan," seru Mohamed El-Beltagi, salah seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin, seperti dikutip kantor berita Reuters. Putri Beltagi yang berusia 17 tahun termasuk korban yang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.


Sebelumnya, massa IM menyatakan tetap akan menduduki Kairo sampai Mursi dibebaskan dan dikembalikan ke tampuk pimpinan. Mursi kini ditahan atas tuduhan membantu Hamas dalam sebuah pelarian di penjara. Tahanannya diperpanjang 15 hari, membuat massa IM semakin geram. 


Bentrokan berdarah Rabu kemarin juga membuat kalangan pejabat pemerintah transisi di Mesir juga terenyuh. Wakil Presiden Interim Mesir, Mohamed ElBaradei, mengundurkan diri pada Rabu 14 Agustus 2013 setelah aparat keamanan menyerang tempat para demonstran pro Mohammed Mursi menggelar aksi dengan menembaki para pengunjuk rasa.


Dilansir Reuters, dalam surat pengunduran dirinya kepada Presiden interim, Adly Mansour, ElBaradei menyatakan hal yang paling diuntungkan dari peristiwa hari ini adalah orang-orang yang melakukan kekerasan, teroris dan kelompok ekstrim.


"Seperti yang anda tahu, saya melihat ada cara-cara damai untuk mengakhiri bentrokan di masyarakat, ada solusi yang diusulkan dan dapat diterima untuk awal yang akan membawa kami ke konsensus nasional," tulisnya.


"Hal ini telah menjadi sulit bagi saya untuk terus bertanggung jawab atas keputusan yang tidak saya setujui dengan konsekuensi yang saya takutkan. Saya tidak bisa memikul tanggung jawab atas setiap tetesan darah," lanjut ElBaradei.


Diplomat senior Mesir itu dikenal sebagai penerima Nobel Perdamaian Dunia saat masih memimpin Badan Energi Atom Internasional. Kembali ke Mesir, ElBaradei memimpin Partai Keselamatan Nasional (NSF) beraliran sekuler dan turut mendukung langkah militer menyingkirkan Mursi dari kepresidenan. Dia kemudian ditunjuk bergabung ke pemerintahan transisi sebagai wakil presiden.



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya