Penyelewengan Dana Bansos dan Siasat Politikus

Wali Kota Bandung Dada Rosada ditahan KPK.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVAnews
Beli Properti Bisa untuk Rumah Tinggal Sekaligus Investasi Jangka Panjang
– Semua tahu pemilu butuh biaya besar, dan uang tak turun dari langit. Tapi penyelewengan anggaran bukan jawabannya. Sayangnya rilis Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Minggu 15 September 2013, menunjukkan indikasi politisasi anggaran dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014.

Labuan Bajo Siap Sambut Wisatawan! Temukan Peluang Baru di Webinar Outlook Kepariwisataan NTT

Ini menjadi salah satu hal yang berpotensi membuat RAPBN 2014 gagal menyelamatkan perekonomian Indonesia. Hasil penelusuran Fitra terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) 2014 menyatakan terdapat Rp75 triliun anggaran bantuan sosial (bansos) yang tersebar di 15 kementerian dan lembaga negara.
Risma dan Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi, Budi Arie: Jangan Didramatisir


“Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, pengelolaan anggaran bansos masih diliputi banyak penyimpangan,” kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi di kantor Sekretariat Nasional Fitra, Jakarta Selatan.

Fitra berpendapat dana bansos digelontorkan bukan demi pemenuhan kebutuhan rakyat, tapi lebih untuk kepentingan publik pejabatnya. Misalnya, digunakan untuk pencitraan politik menteri menjelang Pemilu Legislatif 2014. Seperti diketahui, sejumlah menteri yang maju menjadi calon anggota legislatif (caleg) di Pemilu 2014 kini muncul dalam iklan layanan masyarakat kementeriannya masing-masing.

Belum lama ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan tahun 2013 sebagai tahun korupsi. Berdasarkan riset mereka, ada kecenderungan APBN digunakan untuk kepentingan Pemilu 2014, khususnya terkait anggaran bantuan sosial dan hibah. ICW melihat tren peningkatan dana bansos. Padahal dana ini rawan “dibajak” oleh para fungsionaris partai yang menjabat sebagai menteri atau kepala daerah.


Hasil penelitian serupa dikemukakan oleh Indonesia Budget Center (IBC). Mereka mengkhawatirkan proses demokrasi rusak karena biaya politik yang makin tinggi. Seperti ICW, IBC juga mencatat tren penggelembungan anggaran selalu terjadi menjelang pemilu. Salah satunya peningkatan penggunaan dana bansos pada kementerian yang dipimpin tokoh partai.


Peneliti IBC Roy Salam mengatakan, penyelewengan dana bansos rentan terjadi. Banyak dana yang sesungguhnya dialokasikan untuk masyarakat jadi tak tersampaikan secara sempurna. Padahal dana bansos tidak hanya ditujukan untuk satu daerah saja. “Contohnya, dana bantuan bencana saja bisa dikorupsi,” kata dia. (Baca: )


Dalam APBN 2013, dana bansos ditetapkan sebesar Rp69,61 triliun atau lebih tinggi 59 persen dari alokasi bansos dua tahun sebelumnya. IBC pun sejak awal tahun memprediksi dana bansos pada APBN 2014 akan meningkat. Terbukti dana bansos pada RAPBN 2014 kini naik menjadi Rp75 triliun.


Sudah Rp411 triliun diselewengkan


Data ICW menunjukkan sebanyak 120 kasus dugaan penyelewengan dana bansos periode 2007-2012 sudah dan sedang ditangani oleh aparat penegak hukum. Dari 120 kasus itu, sebagian penyeleweng dana tersebut telah divonis pengadilan.


“Total penyelewengan dana bansos di Indonesia berdasarkan hasil penyelidikan penegak hukum mencapai Rp411 triliun,” ujar peneliti ICW Febri Diansyah. Seluruh dana yang semula ditujukan untuk masyarakat tak mampu dalam bentuk uang atau barang itupun pada implementasinya dibelokkan.


Modus penyelewengan dana bansos beragam di tiap daerah, misalnya ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) fiktif yang menerima dana itu atas nama masyarakat. Padahal LSM itu dibentuk hanya untuk mengambil dana bansos yang kewenangan penggunaannya sesungguhnya ada pada pemerintah daerah. Setelah LSM fiktif tersebut mengambil dana bansos, distribusi dana pun tak jelas rimbanya.


Modus lain, dana bansos kerap digunakan untuk biaya kampanye pilkada. Lemahnya mekanisme pemberian dana bansos memperbesar peluang penyalahgunaan anggaran. Pemerintah pun diminta membuat aturan jelas mengenai lembaga atau individu yang layak menerima  dana bansos. Identifikasi tepat bisa menghindari kebocoran anggaran.


“Tak semestinya dana bansos dan hibah digunakan untuk kepentingan terselubung. Ini harus diawasi betul oleh masyarakat,” kata Febri. Sementara IBC menyatakan, sukar memisahkan dana bansos yang dikorupsi apakah untuk kepentingan individu atau partai.


Untuk meminimalkan potensi korupsi bansos, ICW merekomendasikan KPK punya program khusus guna menyelidiki penggunaan dana pemerintah yang rawan “dibajak” partai politik. KPK diminta bekerja sama dengan KPU untuk menentukan mana saja dana terlarang yang tak boleh digunakan untuk kampanye.


Bansos dari masa ke masa


Berdasarkan data IBC, dana bansos pada APBN-P 2009 – menjelang Pemilu 2009, ditetapkan Rp74,93 triliun. Jumlah ini naik 52 persen atau Rp25,52 triliun dibanding anggaran bansos pada tahun 2007 sebesar Rp49,41 triliun.


Dana bansos ini terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama saat revisi APBN. Pada APBN 2011 misalnya dana bansos ditetapkan Rp59,18 triliun, lalu naik 31 persen atau Rp18,63 triliun menjadi Rp77,81 triliun pada APBN-P 2011.


Lalu dana bansos pada APBN 2012 yang semula berjumlah Rp43,76 triliun bertambah signifikan 87 persen atau Rp38,26 triliun menjadi Rp82,03 triliun pada APBN-P 2012. Seiring dengan meningkatnya dana bansos, penyimpangan terhadapnya pun meningkat.


Temuan BPK menunjukkan, pada tahun 2010 penyimpangan dana bansos sebesar Rp2,4 triliun terjadi di 8 kementerian. Selanjutnya pada tahun 2012, penyimpangan meningkat menjadi Rp31,6 triliun dan terjadi di 12 kementerian. (Baca: )


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi penyeleweng terbesar dana bansos 2012 dengan anggaran yang diselewengkan mencapai Rp20,6 triliun. “Penyelewengan Rp20 triliun itu luar biasa. Saya harus pelajari rekomendasi BPK,” kata Mendikbud M Nuh.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri telah menginstruksikan seluruh kementerian dan lembaga negara untuk menindaklanjuti temuan BPK soal dana bansos tersebut.


Tak hanya terjadi di pusat, penyelewengan dana bansos pun terjadi di berbagai daerah. Tahun 2010 misalnya, BPK menemukan penyimpangan dana bansos di 19 provinsi yang total nilainya mencapai Rp765 miliar. Tiga besar provinsi penyeleweng dana bansos 2010 adalah Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Jawa Timur.


Kasus lain di tahun berikutnya ditemukan di Banten. Pemerintah Provinsi Banten mengalokasikan anggaran bansos 2011 sebesar Rp51 miliar untuk 160 pihak. Tapi dari total 160 penerima dana bansos, Pemprov Banten hanya mencantumkan 30 nama lembaga, itupun tak menyebutkan alamat jelas mereka. Sementara 130 penerima lainnya atau 81,3 persen sisanya tidak jelas identitasnya.


Kasus lain tahun 2013 ditemukan di Sumatera Selatan. Mahkamah Konstitusi meyakini terjadi penyelewengan dana bansos pada APBD Sumsel 2013 oleh Gubernur Alex Noerdin untuk memenangkan pemilihan Pilkada Sumsel. Fakta persidangan membuktikan adanya aliran dana bansos dari gubernur
incumbent
kepada sejumlah masyarakat dan organisasi sosial di provinsi itu. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya