Buruh Tuntut UMP Rp3,7 Juta, Perusahaan Asing Hengkang

Demo buruh di Bundaran Hotel Indonesia
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean
VIVAnews - Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang dipatok Rp2,2 juta per bulan dari sebelumnya Rp1,5 juta per bulan, dirasa sejumlah perusahaan lokal maupun asing memberatkan. Sebab, selain harus merogoh kocek lebih untuk membayar gaji karyawan, mereka juga merasa terbebani dengan biaya operasional yang membengkak akibat harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) yang naik. 
Man Utd Incar Penyerang Tua yang Bela Real Madrid

Belum lagi beres, kini muncul tuntutan kenaikan UMP untuk tahun 2014. Nilainya melonjak jadi sebesar Rp3,7 juta per bulan. Disinyalir sementara kalangan, usulan ini akan disetujui pemerintah pusat. 
Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2024, Pemprov DKI Yakin Bisa Atasi Inflasi

Tapi buntutnya jadi bumerang buat kalangan buruh sendiri. Banyak perusahaan memilih merelokasi usaha dan pabrik mereka dari Ibukota ke daerah lain, bahkan ke negara-negara yang mematok standar gaji buruh lebih murah. Tak sedikit juga yang memilih opsi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya.
Polisi Sebut Kecelakaan Beruntun di GT Halim Libatkan 9 Kendaraan

Tengok saja. Perwakilan Kamar Dagang dan Industri Korea menyatakan sejumlah perusahaan asal Negeri Ginseng telah merumahkan 63.680 pekerja mereka di Indonesia. Jumlah ini berdasarkan data hingga 31 Juli 2013. Mereka diberhentikan dengan pesangon.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, ketika ditemui VIVAnews di kantornya, Jakarta, Selasa 2 Oktober 2013, mengungkapkan keputusan perusahaan-perusahaan Korea itu akibat dari kenaikan upah buruh yang drastis pada 2013.

"Tanpa adanya penangguhan kenaikan upah dari pemerintah, kemungkinan angka ini akan meningkat sampai 110 ribu hingga akhir tahun. Itu untuk perusahaan dari Korea saja," Sofjan mengingatkan.

Sofjan menambahkan sebetulnya Apindo sudah mendapat laporan dari pengusaha-pengusaha dalam negeri maupun asing seperti Jepang dan Taiwan. Namun, mereka meminta agar nama perusahaan mereka dirahasiakan.

Dia menilai, kondisi ini merupakan salah satu masalah serius yang mesti dihadapi pemerintah. Seluruh perusahaan Korea saja mempunyai satu juta pekerja di Indonesia.

Angka ini, dia melanjutkan, bakal diperparah dengan perusahaan yang akan hengkang dari Kawasan Berikat Nusantara. Mereka kebanyakan adalah perusahaan yang bergerak di bidang padat karya seperti garmen dan mainan anak-anak.

"Perusahaan Jepang dan Taiwan yang berniat hengkang dan mem-PHK karyawannya itu juga bergerak padat karya, tekstil, garmen, elektronik, sepatu, dan mainan anak-anak. Ini karenuruhnya menuntut terus. Jadi, mereka lebih memilih negara lain yang lebih murah dan kepastian hukumnya terjamin," ujar Sofjan. 

Ia beralasan, rencana hengkangnya sejumlah perusahaan ini karena keuntungan yang diperoleh tidak lagi mencukupi untuk menutupi biaya operasi. Apalagi, kebanyakan merupakan perusahaan kelas menengah yang merupakan subkontraktor. "Jadi, yang ada di Indonesia ini bukan hanya Samsung. Kalau mereka memang mampu membayar pekerja dengan baik," katanya.

Efek dari hengkangnya beberapa perusahaan itu, menurut Sofjan, belum akan terasa pada tahun ini, melainkan tahun depan. Sebab, para pengusaha masih melakukan persiapan lokasi baru ataupun pembayaran pesangon karyawan.

Perusahaan-perusahaan yang akan hengkang, menurut Sofjan, sejauh ini memilih negara tetangga untuk lokasi baru, seperti Vietnam, Thailand, dan juga Myanmar. Namun, untuk pengusaha-pengusaha lokal, mereka lebih memilih untuk memindahkan usaha mereka ke Jawa Timur ataupun Jawa Tengah.

Berorientasi ekspor

Yang mengkhawatirkan, Sofjan mengungkapkan, hampir 80 persen dari perusahaan yang mengurangi karyawannya itu berorientasi ekspor. Kondisi itu akan mempengaruhi defisit neraca perdagangan.

"Dari data, kami lihat total ekspor mereka menurun selama enam bulan pertama. Yakni, dari US$6,2 miliar menjadi US$5,3 miliar," katanya.

Sementara itu, data yang diperoleh VIVAnews, menyebutkan, ekspor dari industri garmen turun 30 persen dari US$6,2 miliar jadi US$4,34 miliar. Ekspor sepatu turun 10 persen dari US$1,5 menjadi US$1,35 miliar, sedangkan elektronik berkurang 20 persen dari US$2,5 miliar menjadi US$2 miliar.

Total perusahaan asal Korea di Indonesia saat ini mencapai 796 perusahaan, dengan total karyawan 774.570 orang. Seluruh perusahaan Korea ini menyumbang total ekspor hingga US$10,9 miliar.

Perusahaan Korea dari sektor garmen mencapai 492 perusahaan dengan total karyawan 510.000 orang. Nilai ekspor perusahaan-perusahaan itu mencapai US$6,24 miliar. Total karyawan yang sudah dilepas perusahaan sebanyak 37.500 orang.

Sementara itu, di industri sepatu tercatat 190 perusahaan dengan 155 ribu karyawan, dengan total ekspor US$1,5 miliar. Disebutkan, total karyawan yang sudah diberhentikan sebanyak 18.500 orang.

Perusahaan Korea di bidang elektronik mencapai 55 perusahaan dengan 30 ribu karyawan. Total ekspor dari sektor ini mencapai US$2,5 miliar, dengan karyawan yang dilepas sekitar 5.000 orang.

Selanjutnya, di sektor mainan dan wig, terdapat 33 perusahaan dengan total karyawan 79.570 orang. Total ekspor tercatat US$655,5 juta dengan karyawan yang sudah dirumahkan 2.680 orang.

Dari data tersebut juga disebutkan bahwa berdasarkan laporan World Economic Forum Global Competitiveness 2012-2013, Indonesia berada pada peringkat 120 dari 144 negara dalam sisi efisiensi. Kondisi ini dikarenakan kapasitas produksi yang rendah, ditambah peningkatan ongkos produksi, sehingga akan membuat situasi tidak nyaman bagi investor asing.

60 perusahaan relokasi pabrik

Ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil, Ade Sudrajat, menambahkan bahwa saat ini sudah ada 60 perusahaan tekstil yang hengkang dari wilayah Jabotabek. Kebanyakan para pengusaha ini memindahkan usahanya ke Jawa Tengah.

"Mereka sudah pindah dan tinggal mengurus perekrutan karyawan serta pesangon di tempat mereka yang lama," ujar Ade dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Jakarta.

Menurut Ade, para pengusaha tekstil itu hengkang, karena upah buruh yang naik terlampau tinggi. UMP DKI Jakarta naik 40 persen lebih dan disahkan akhir 2012. Sementara itu, di Bogor, kenaikan upah mencapai 70 persen.

Ade menambahkan, sebetulnya tanpa harus ditekan pun, perusahaan garmen itu pasti akan merelokasi pabriknya. Dalam satu pabrik biasanya mempekerjakan seribu karyawan.

Di Jawa Tengah, Ade melanjutkan, upah minimum yang ditetapkan adalah Rp1,2 juta. Angka ini, menurut dia, lebih bersahabat untuk kalangan pengusaha jika dibandingkan dengan UMP yang ada di Jabotabek.

Jika ada selisih Rp1 juta untuk satu orang pekerja, Ade melanjutkan, satu perusahaan akan mengeluarkan tambahan ongkos Rp1 miliar per bulan. Tambahan biaya ini jika dihitung dalam beberapa bulan, bisa dimanfaatkan untuk membangun pabrik di Jawa Tengah. "Bayangkan, dalam satu perusahaan, selisih upahnya dalam enam bulan bisa untuk membangun pabrik baru," kata Ade.

Sikap pemerintah

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo angkat tangan. Dia mengatakan tidak berhak ikut campur dalam merancang standar kebutuhan hidup layak (KHL) dan UMP buruh. Mantan Walikota Solo itu minta agar Apindo segera menemui serikat buruh guna menyelesaikan masalah ini.

"Saya tidak berhak memutuskan tuntutan mereka, saya hanya kebagian tanda tangan kalau Apindo dan serikat buruh telah sepakat," kata Jokowi di Balai Kota Jakarta.

Ia juga menyatakan tidak bisa mengambil tindakan apapun selama kesepakatan antardua pihak belum terumuskan. 

Jokowi menambahkan bahwa tuntutan KHL dan UMP yang diajukan buruh masih terus dikaji. "Tuntutan mereka harus disurvei dulu, proses survei ini masih terus berjalan," ujarnya.  

Sementara itu, instruksi presiden (Inpres) terkait penetapan UMP sudah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Inpres tersebut nantinya akan menjadi panduan seluruh aparat negara terkait, baik di pusat maupun di daerah untuk menentukan kenaikan UMP.

"Iya sudah ditandatangani," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Kantor Presiden.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengatakan, dengan adanya Inpres, kebijakan kenaikan UMP akan dilakukan secara nasional. Dengan demikian, tidak ada lagi disparitas antardaerah.

"Itu pedoman dari Presiden kepada aparatnya, mulai dari menteri, gubernur, bupati untuk memproses penetapan UMP di daerah pusat maupun daerah," kata MS Hidayat.

Inpres tidak menetapkan angka rumusan kenaikan UMP. Namun ditetapkan bahwa pemerintah daerah menyampaikan UMP yang berlaku setiap bulan November. Selain itu, besaran kenaikan UMP akan dibahas secara tripartit antara pemerintah daerah, perusahaan, dan pekerja. "Nanti di tripartit mereka rapat, lalu diserahkan ke dewan pengupahan nasional. Di situ disepakati," ujarnya. (kd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya