BIN dan Isu Penculikan Eks Ketua Umum Demokrat

Mantan Ketum Partai Demokrat Subur Budhisantoso Bantah Dijemput Paksa BIN
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVAnews – Miskomunikasi. Itulah yang menurut mantan Ketua Umum Partai Demokrat Profesor Subur Budhisantoso, Senin 21 Oktober 2013, menyebabkan beredarnya isu penjemputan paksa dan penculikan Subur oleh Badan Intelijen Negara (BIN) pada Jumat, 18 Oktober 2013, saat dia hendak menghadiri acara diskusi ‘Dinasti Versus Meritokrasi Politik’ di markas ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).

Miskomunikasi itu terjadi antara Subur dan pengurus PPI yang bermarkas di kediaman Anas Urbaningrum – juga eks Ketum Demokrat. Namun dalam konferensi pers kedua belah pihak – PPI dan Subur – yang digelar terpisah dan berselang sehari, tetap ada missing link dan ketidaksinkronan keterangan di antara keduanya.

Subur dalam koferensi persnya Senin, menduga pengurus PPI yang datang menjemput ke rumah dia untuk mengantarnya ke acara dialog di markas PPI, mengira Subur dijemput BIN karena melihat mobil Patroli dan Pengawalan yang ia naiki.

Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23, Arab Saudi Tersingkir

“Saya mendatangi kantor BIN Jumat jam 10.00 pagi dan kebetulan  pakai mobil Patwal yang ada sirinenya, karena sopir saya tidak bisa pakai mobil matik,” kata Subur di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dia tak menjelaskan mobil matik milik siapa yang ia maksud.

Profesor Subur menyatakan datang ke kantor BIN untuk bicara dengan Kepala BIN Marciano Norman terkait kepentingan nasional yang amat penting. Dia tidak datang sendirian, melainkan bersama kawan-kawannya dari Aceh. “Di sana saya makan di kantor BIN. Kemudian saya dapat berita Kepala BIN ada kesibukan di luar, sedang menjemput Presiden SBY ke Bandara Halim Perdanakusuma,” kata Subur.

Sampai titik ini, pengurus PPI M Rahmad mempertanyakan penjelasan itu dalam konferensi pers Minggu malam, 20 Oktober 2013. Mantan Wakil Direktur Eksekutif Partai Demokrat itu mengatakan, tak mungkin Jumat siang itu Kepala BIN menjemput SBY ke Bandara Halim di Jakarta Timur, karena Presiden bersama rombongan baru tiba di Jakarta sekembalinya dari Yogyakarta pada Sabtu 19 Oktober 2013 pukul 12.00 WIB, bukan hari Jumat.

Subur yang pakar antrolopogi politik itu mengatakan mendatangi kantor BIN karena sudah ada janji temu dengan Kepala BIN. “Di BIN itu bukan pertemuan politik, tapi pertemuan akademisi,” kata dia. Subur mengaku sudah 2-3 kali ke BIN, dan tidak pernah berpikir atau berprasangka ke arah politik. “Saya hanya concern dengan kepentingan dan keamanan nasional,” ujarnya.

Namun akhirnya Subur tak jadi bertemu Kepala BIN sama sekali karena dia sendiri punya agenda di Pontianak, Kalimantan Barat. “Ada acara kampanye Partai Demokrat bersama Ketua DPD Demokrat Kalbar. Penerbangan saya berangkat jam 11.30 dari Jakarta ke Pontianak,” kata dia.

Dengan demikian, Subur punya tiga undangan sekaligus pada Jumat pekan lalu – di BIN pagi hari, di ormas PPI siang hari, dan di Pontianak. Subur pun memutuskan untuk mengejar penerbangannya ke Pontianak. “Saya menunggu di BIN sejak jam 10 sampai 11. Akhirnya saya pergi karena pesawat saya jam 11.30 berangkat,” kata dia.

Soal undangan dari PPI, Subur mengaku telat membacanya. “Benar ada undangan dari PPI. Undangan itu dari Anas Urbaningrum, dikirim melalui BBM saya. Undangan dikirim hari Kamis, saya buka hari Jumat. Saya diundang sebagai pakar antropologi politik, diminta bicara soal dinasti dan meritokrasi politik. Saya sebenarnya ingin hadir,” kata dia.

Subur mengatakan ketika berada di kantor BIN itu, dia tidak berkomunikasi sama sekali dengan pengurus PPI Sri Mulyono yang ditugaskan menjemputnya. Sampai titik ini, penjelasan Subur berbeda dengan PPI. Sri Mulyono yang mengaku menjemput Subur ke rumahnya kemudian menyusul dia ke kantor BIN di Kalibata Jakarta Selatan, mengatakan sempat berkomunikasi via telepon dengan Subur.

Menurut Sri Mulyono, setelah beberapa waktu menunggu di luar, Subur memintanya untuk kembali saja ke markas PPI karena jadwal pertemuan Subur dan Kepala BIN molor. Sesampainya di markas PPI, Sri Mulyono mengatakan kepada moderator acara dialog PPI M Rahmad bahwa Prof Subur tak bisa hadir sebagai narasumber karena dijemput staf BIN.

Rahmad lantas menyampaikan informasi tersebut kepada hadirin. Lebih lanjut, tiba-tiba beredar video di YouTube yang menyebut Prof Subur dijemput paksa oleh BIN. Atas semua kesalahpahaman ini, Sri Mulyono meminta maaf. “Saya minta maaf kepada M Rahmad, Profesor Subur, dan pihak-pihak lain yang merasa dirugikan atas perkembangan pemberitaan masalah ini, termasuk BIN,” ujarnya.

Sri Mulyono mengklaim sesungguhnya masih ada pembicaraan lain antara dia dengan Subur selain soal batalnya Subur datang ke acara PPI. “Ada pernyataan Profesor Subur yang lebih substansial dan mendalam ketimbang memenuhi undangan Kepala BIN di kantornya. Tapi itu untuk konsumsi saya pribadi dan internal PPI. Saya tak mau hubungan antara Profesor Subur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Kepala BIN terganggu,” kata dia.

Semua itu dibantah oleh Subur. “Saya tidak ada kominukasi baik dengan panitia acara dialog PPI atau Pak Sri Mulyono,” kata dia. Subur pun mengatakan tak minta dijemput PPI ke kantor BIN.

SBY dan BIN

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut gusar dengan merebaknya isu penjemputan paksa Prof Subur oleh BIN. Melalui Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, Sabtu 19 Oktober 2013, SBY meminta BIN memberikan klarifikasi. “Supaya masyarakat tahu jelas permasalahannya,” kata Julian.

Isu penculikan Subur oleh BIN jelas mencoreng Presiden SBY. “Presiden SBY meminta tidak boleh ada fitnah yang dibiarkan dan disebarkan tanpa tanggung jawab. Kebenaran harus ditegakkan,” ujar Julian.

Kepala BIN Marciano Norman bahkan siap melaporkan ke polisi pihak yang menyampaikan kabar penjemputan Subur oleh BIN – dalam hal ini M Rahmad yang memberitahukan hal itu kepada peserta diskusi PPI. Marciano kecewa dengan kabar yang menyudutkan itu. “Bahkan Presdien tanya langsung ke saya tentang peristiwa ini,” kata dia.

Apapun, M Rahmad menolak meminta maaf atas pernyataannya itu. Menurut Rahmad, dia hanya menyampaikan informasi yang dia dapat. “Saya tersanjung karena keterangan saya itu ditanggapi serius oleh Presiden melalui Juru Bicara Presiden, oleh Kepala BIN, dan oleh Menkopolhukam,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menuding ormas PPI kembali mendiskreditkan Demokrat dengan menyebar isu penjemputan paksa Prof Subur. Nurhayati bahkan meminta PPI dibubarkan saja bila terus menyudutkan Demokrat.

“Saya mempertanyakan apa tujuan berdirinya PPI ini? Apakah untuk mendiskreditkan Demokrat? Setiap membuat acara, selalu menyudutkan Presiden SBY. Kalau terus begitu, kenapa PPI ini harus ada?” kata Ketua Fraksi Demokrat itu berang. (eh)

Polisi bekuk pelaku begal yang bacok siswa SMP di Depok

Begal di Depok Nekat Beraksi Siang Bolong demi Beli Sabu

Begal itu menyasar pelajar dan perempuan.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024