Setelah Inalum Kembali dalam Genggaman RI

Pabrik PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Sumber :
  • Setkab.go.id

VIVAnews - PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) akan sepenuhnya dimiliki kembali oleh Indonesia, efektif mulai 1 November 2013. Mekanisme pengambilalihan 58,87 persen saham perusahaan tambang alumunium di Sumatera Utara ini dari pemerintah Jepang, telah disetujui.

Buka Puasa Bersama Wartawan, Irjen Sandi Bicara Pentingnya Peran Media Kawal Agenda Nasional

Inalum merupakan perusahaan patungan pemerintah Indonesia dan Jepang. Keberadaan perusahaan raksasa ini ditopang berbagai aset dan infrastruktur dasar yang strategis, seperti pembangkit listrik tenaga air dan pabrik peleburan alumunium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun.

Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kepemilikan Indonesia atas saham Inalum adalah sebesar 41,13 persen, sedangkan Jepang menguasai 58,87 persen saham yang dikelola Konsorsium Nippon Asahan Alumunium (NAA). Konsorsium ini beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC), yang mewakili pemerintah Jepang dan mendapat porsi 50 persen saham. Sisanya dimiliki 12 perusahaan swasta Jepang. Menurut perjanjian, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum berakhir pada 31 Oktober 2013.

Menteri Perindustrian MS Hidayat, Selasa 22 Oktober 2013, selaku Ketua Tim Perundingan Asahan, menyatakan saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di gedung parlemen di Jakarta, bahwa Pemerintah RI akan segera membayarkan biaya transaksi pengambilalihan kepada pihak Jepang. Besarannya telah disepakati US$558 juta.

"Pada tanggal 25 Oktober ini, kami akan melaksanakan tanda tangan pengakhiran kerja sama Inalum dan melakukan transfer selama lima hari sesuai dengan proses yang diinginkan Kementerian Keuangan," ujar Hidayat.

KPU Tolak Tanggapi Tudingan Nepotisme Jokowi ke Prabowo-Gibran

Setelah 100 persen dimiliki pemerintah RI pada 1 November 2013 nanti, Inalum akan berstatus Persero.

Penuhi kebutuhan dalam negeri
Jelang Hari Raya Idul Fitri, Persediaan BBM di Bali Masih Aman

Sementara itu, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan dalam kesempatan yang sama menambahkan kembalinya perusahaan tambang alumunium ini menjadi catatan tersendiri bagi Indonesia. "Ini menjadi sejarah. Perusahaan besar itu mulai kembali ke Indonesia," katanya.

Tak sekadar sejarah, Dahlan menyatakan pasar dan industri dalam negeri tidak akan lagi kekurangan pasokan alumunium. Dia hakulyakin pasar dalam negeri yang sangat besar akan mampu menyerap hasil produksi Inalum.

"Kami minta dicarikan pembeli dalam negeri dan sudah mendapatkan 70 persen," kata Dahlan.

Direksi Inalum juga telah diminta untuk memperpanjang kontrak penyediaan bahan baku produksi hingga dua tahun ke depan.

Menurut Dahlan, banyak industri dalam negeri yang membutuhkan produk Inalum. Dan ini kesempatan bagus agar Indonesia berswasembada alumunium. Selama ini kebutuhan alumunium industri di dalam negeri justru dipasok dari jalur impor. 

Dana simpanan

Selain stok alumuniumnya, Dahlan juga menjelaskan bahwa ada dana cukup besar milik perusahaan ini yang disimpan di Jepang. Dana ini nanti akan diserahkan ke Indonesia setelah kepemilikan Inalum sepenuhnya kembali ke pemerintah Indonesia.

"Kira-kira Rp2,5 triliun, akan dialirkan ke Indonesia dan ditempatkan di bank BUMN di Indonesia. Pada tanggal 1 November itu harus menjadi uang kas perusahaan," kata Dahlan.

Sebelumnya, pemerintah RI sudah meminta Jepang agar menaruh uang kas Inalum di Indonesia, tapi Jepang menolak.

"Sebetulnya, kami sudah berjuang agar uang kas perusahaan itu mulai ditempatkan di Indonesia sejak awal tahun. Pihak Jepang waktu itu tidak setuju. Karena saat itu, pemegang saham terbesar adalah Jepang, sehingga kami tidak bisa apa-apa," kata Dahlan.

Mendukung pasokan listrik

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, Rabu 23 Oktober 2013, menyatakan setelah Inalum resmi diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia, pembangkit listrik yang ada di dalam areal tambang tersebut dapat digunakan untuk mendukung suplai listrik di Sumatera.

"Nanti pembangkit listrik sebesar 600 MW itu bisa dialokasikan untuk mendukung kelistrikan di Sumatera Utara dan Sumatera," ujar Wacik di Gedung DPR RI, Jakarta.

Permintaan mengenai hal ini sudah dibahas bersama Komisi VII DPR RI yang membidangi pengawasan energi. Parlemen pun menyetujuinya. "Rakyat dan pabrik kan memerlukan listrik. Nanti kami yang akan mengatur, ada Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian ESDM," kata Wacik.

Persetujuan itu ditunjukkan dalam catatan yang disisipkan sebagai salah satu risalah hasil rapat kerja Komisi VII DPR RI.

"Pengambilalihan PT Inalum perlu dipertimbangkan untuk mendukung elektrifikasi  di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya," kata Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana, saat membacakan risalah rapat dengan Kementerian ESDM.

Negosiasi ulang

Tak semua langsung bersorak dengan pengambilalihan Inalum ini. Pemerintah daerah Sumatera Utara merasa tidak puas terhadap porsi kepemilikan saham mereka di Inalum yang cuma 30 persen.

Pemerintah dan parlemen, dalam hal ini Komisi VI DPR RI, sudah menyepakati pembagian saham Inalum, yaitu 70 persen pemerintah pusat dan 30 persen pemerintah daerah.

Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, Selasa 22 Oktober 2013, menyatakan pihaknya akan terus melobi pemerintah pusat untuk mendapatkan porsi yang menurut mereka layak.

"Kami mempertanyakan bahwa pemerintah pusat meminta 70 persen. Yang jelas, kami kurang puas," kata Gatot usai rapat dengan Komisi VI, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian BUMN di DPR RI, Jakarta.

Pemerintah daerah menginginkan agar bagian mereka tak kurang dari 40 persen. "Yang jelas, kami akan melobi ulang. Banyak hal lain lagi yang kami perjuangkan kepada pemerintah pusat," kata Gatot. "Sebetulnya, yang punya kekayaan itu kan daerah dan pemerintah daerah lebih paham kondisi daerahnya. Ini yang perlu dikonsolidasikan kepada pemerintah supaya lebih bijak dalam menata ekonomi."

Terhadap kisruh ini, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menjelaskan bahwa pola pembagian saham ini tidak perlu dipermasalahkan.

"Jangan ribut-ribut dulu, yang penting ini kembali dulu ke Indonesia. Kalau sudah kembali kan nanti tinggal dibicarakan. Pusat dan daerah kan sama-sama pemerintah," ujar Dahlan seusai rapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta.

Mengenai persentase pembagian saham, Dahlan menuturkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, awalnya mengusulkan agar pemerintah pusat mendapatkan 80 persen saham Inalum. Tapi, pemerintah daerah berkeras menginginkan 40 persen saham.

"Akhirnya mengambil jalan tengah, pemerintah daerah dapat 30 persen," kata Dahlan.

Oleh karena itu, Dahlan meminta kepada pemerintah daerah untuk bisa menerima keputusan pembagian saham yang telah disepakati bersama DPR ini. (kd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya