Konsumen Optimistis, RI Jadi Pasar Paling Bergairah di Dunia

Berburu Diskon Lebaran
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVAnews - Survei konsumen terbaru yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan optimisme konsumen mulai meningkat pada Oktober 2013. Sebelumnya, dalam tiga bulan terakhir usai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), optimisme konsumen itu dalam tren melambat.

Akibat Banjir, Penerbangan Perdana Maskapai Emirates Airbus 380 dengan 592 Penumpang dari Dubai ke Bali Dibatalkan

Kondisi ini tercermin dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menjadi 109,5 pada Oktober. Sebelumnya, IKK September tercatat 107,1.

Survei konsumen Bank Indonesia itu merupakan survei bulanan bersifat mikro. Bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari keyakinan konsumen. Terutama, berupa pengeluaran konsumsi rumah tangga.

Presiden Direktur P&G Indonesia Sebut Prospek Masa Depan Indonesia Cerah 

Dilaksanakan di 18 kota Indonesia, survei mencakup sekitar 4.600 rumah tangga. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100). Jika indeks di atas 100 berarti optimistis, sebaliknya di bawah 100 menunjukkan pesimistis.

Namun, menurut survei yang dirilis awal November 2013 itu, IKK tersebut lebih rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 119,5. "Kondisi ini menunjukkan pertumbuhan IKK secara tahunan masih cenderung melambat," demikian kutipan survei BI itu.

Superchallenge Supermoto Race 2024 Segera Dimulai, Yogyakarta Tuan Rumah Seri Perdana

Sejak awal tahun ini hingga Oktober 2013, IKK tertinggi terjadi pada Juni di level 117,1. Terendah pada September, 107,1. IKK tersebut masih lebih rendah dibanding level tertinggi tahun lalu, yang dicatat pada November, yakni 120,1.

Kenaikan tipis IKK secara bulanan itu didorong peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 108,6 menjadi 113,7, seiring membaiknya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi pada enam bulan mendatang. Walaupun, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini menurun.

Secara regional, dari 18 kota yang disurvei, sebanyak 11 kota mengalami kenaikan IKK. Peningkatan indeks tertinggi terjadi di Manado sebesar 13 poin dan Samarinda 11 poin.

Sementara itu, berdasarkan kelompok responden, kenaikan IKK tertinggi terjadi pada responden dengan pengeluaran Rp4-5 juta per bulan.

Selanjutnya, untuk IEK, kenaikan terjadi pada semua indikator pembentuknya. Setelah mengalami tren penurunan pada tiga bulan terakhir, IEK pada Oktober meningkat 5,1 poin menjadi 113,7.

Peningkatan terbesar terjadi pada indeks ekspektasi kegiatan usaha sebesar 6 poin menjadi 107,6. Diikuti indeks ketersediaan lapangan kerja sebesar 5 poin menjadi 96, dan indeks ekspektasi penghasilan enam bulan ke depan yang naik 4,6 poin menjadi 137,6.

Ekspektasi terhadap membaiknya iklim usaha dan kondisi ekonomi menjadi pendorong utama meningkatnya optimisme responden atas kegiatan usaha enam bulan ke depan.

Konsumsi mulai pulih
Menanggapi kenaikan bulanan Indeks Keyakinan Konsumen itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, Selasa 5 November 2013, menjelaskan, pada September, IKK memang sempat turun.  Karena, orang banyak yang menunda aktivitas belanja, setelah inflasi melonjak setelah Lebaran pada Agustus.

Sebelum Lebaran, bahkan harga-harga kebutuhan pokok di pasar sudah mengalami kenaikan.

Kondisi ini diperparah dengan pelemahan nilai tukar mata uang yang terjadi pada pekan terakhir Agustus. Rupiah anjlok hingga menembus level Rp11.000 per dolar AS.

Dampaknya jelas pada harga-harga produk impor yang langsung melambung, beban utang dalam bentuk valas pun kian membengkak. Akhirnya, masyarakat pun jadi semakin berhati-hati dalam mengeluarkan koceknya.

Sekarang, nilai tukar rupiah sudah mendapatkan keseimbangan baru, sehingga kegiatan konsumsi pun pulih. "Masyarakat tidak lagi menyimpan uangnya. Tren konsumsinya sudah kembali normal," ujar Aviliani kepada VIVAnews.

Ekspektasi masyarakat, dia melanjutkan, meningkat lagi dan mengalami penyesuaian, karena meyakini rupiah sudah tidak mungkin bisa diharapkan kembali di bawah Rp10.000 per dolar.

Berdasarkan penelusuran dan pengamatan yang dilakukannya, Aviliani menyimpulkan bahwa kegiatan ekonomi di sejumlah sektor sudah normal kembali.

"Saya sudah cek, seperti properti, aktivitas orang sewa hunian sudah jalan lagi. Lalu ritel, toko-toko, konsumsi juga sudah normal," tuturnya.

Pertumbuhan konsumsi, menurut Aviliani, memang sempat mengalami pelambatan, karena pemerintah memang mengerem dengan menyetujui langkah bank sentral menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate.

Namun, ia menambahkan, meski suku bunga naik, pertumbuhan kredit bank tetap di atas 20 persen. "Artinya, walau bunga naik, sepertinya pertumbuhan kredit tidak ada masalah," kata Aviliani.

Meski begitu, menurut Aviliani, kondisi ini tidak bisa terus dibiarkan. Pemerintah disarankan untuk membuat perencanaan jangka panjang yang lebih matang, agar tidak menimbulkan kekecewaan investor di kemudian hari.

"Antara BI dan pemerintah sebaiknya memikirkan perencanaan lebih baik. Jika kemungkinan buruk terjadi, sudah punya plan A dan B," katanya. "Jangan ada masalah sedikit, suku bunga dinaikkan. Investor mengharapkan kebijakan yang komprehensif, jangan short term," ujarnya.

Sementara itu, untuk Indeks Ekspektasi Harga (IEH), tekanan kenaikan pada tiga bulan mendatang, atau Januari 2014 diperkirakan dalam tren menurun. Meskipun, IEH diprediksi meningkat pada Desember 2013 seiring liburan Natal dan Tahun Baru.

"Pada tiga bulan mendatang, IEH akan turun dari 171,5 menjadi 170,6," tulis survei BI itu.

Turunnya tekanan kenaikan harga diperkirakan terjadi pada semua kelompok komoditas. Penurunan indeks terbesar pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, serta makanan jadi, minuman, rokok, serta tembakau.

Pasar RI paling optimistis
Menguatnya konsumsi masyarakat Indonesia itu juga sesuai riset lembaga survei internasional. Nielsen masih memandang Indonesia sebagai pasar konsumen yang paling bergairah di dunia.

Namun, bersama sejumlah negara lainnya, tingkat keyakinan konsumen di negeri itu masih relatif rendah dibanding kuartal sebelumnya.

Hasil riset dari lembaga survei itu menunjukkan bahwa Indonesia tetap memberi kesan yang positif, meski indeks keyakinan konsumen di dalam negeri dalam tiga bulan terakhir menurun dibanding kuartal kedua.

"Indonesia tetap menjadi pasar konsumen yang paling optimistis di penjuru dunia dalam tiga bulan terakhir, diikuti oleh Filipina dan India," ungkap Nielsen.

Nielsen mewanti-wanti bahwa skor yang diraih Indonesia tidak sebesar kuartal sebelumnya. Pada kuartal ketiga, skor yang diraih Indonesia masih tetap tertinggi, yaitu 120. Tapi, tidak sebesar angka periode Mei-Juni 2013, yaitu 124.

Penurunan skor Indonesia itu juga melanda Filipina dan India. "Ini menunjukkan tingkat kepercayaan konsumen di tiga negara ekonomi yang tengah bangkit itu menurun. Brasil pun demikian," lanjut Nielsen. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya