Tragedi Luwu, Potret Buram Pemekaran Daerah

Ricuh Pemekaran Luwu, Massa Bentrok dengan Polisi
Sumber :
  • tvOne
VIVAnews – Ratusan anggota kepolisian merangsek blokade warga di Jalan Trans Sulawesi, Selasa 12 November 2013. Langkah mereka tegas. Tujuannya, membubarkan warga yang memblokade jalan itu sebagai bentuk protes atas gagalnya pemekaran Kabupaten Luwu Tengah. 
Gugatan PDIP Diterima PTUN, Gayus Lumbunn: Permononan Kami Layak untuk Diproses

Warga marah karena dalam Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas DPR dan pemerintah terkait pemekaran 65 daerah otonomi baru (DOB), Luwu Tengah tak termasuk di dalamnya. Mereka mempertanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam mewujudkan pemekaran Luwu Tengah.
Menko Airlangga Bertemu Menlu Singapura, Optimis Kerja Sama Bilateral Kedua Negara Terjalin Kuat
 
Unjuk rasa menutut pemekaran Kabupaten Luwu menjadi Kabupaten Luwu Tengah merupakan gerakan rakyat dan mengklaim bahwa aksi ini telah mendapat dukungan dari 60 kepala desa di Walenrang Lamasi. 
Maju Pilkada Kalsel 2024, Pasangan Muhidin-Hasnur Kantongi Restu Haji Isam

Warga diperkirakan dari 60 desa ini bergabung bersama mahasiswa melakukan unjuk rasa sejak Senin kemarin. Mereka menuntut pemekaran wilayah dengan cara memblokir jalur Trans Sulawesi. Sudah 10 tahun warga memperjuangkan aspirasi mereka untuk pemekaran daerah. 

Emosi warga tak terkendali ketika polisi menertibkan mereka. Mereka menyerang petugas, melempari polisi dengan bom molotov, bahkan menembak polisi dengan senapan angin. Seorang warga dikabarkan tewas dalam bentrokan tersebut. 

Menurut warga, korban meninggal bernama Candra. Dia terkena tembakan peluru tajam polisi pada dada kirinya. Dari pantauan, saat jenazah korban dibawa dengan menggunakan mobil polisi, dua anak korban dan istrinya menangis histeris dan berusaha agar jenazah keluarga mereka tidak dibawa.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan membenarkan ada satu warga Walenrang Lamasi, Kabupaten Luwu yang meninggal saat bentrokan tersebut. Namun, polisi belum mau menjelaskan apa yang menyebakan warga tersebut meninggal. 

"Kalau mengatakan korban ada satu orang. Saya lihat memang meninggal, tapi karena apa belum jelas. Tapi kami juga dihadapi dengan senjata api, molotov, panah, badik. Anggota kami juga ada yang kena," kata Wakapolda Sulsel, Brigjen Ike Edwin.

Ike Edwin menegaskan, polisi melakukan tindakan tegas akibat aksi unjuk rasa ini telah mengganggu kamtibmas. Sudah dua hari warga menutup jalan Trans Sulawesi.

"Ini jalur lintas Trans Sulawesi tertutup, macet sudah 17 km. Semua akses ke Sulawesi Utara, Tengah, Tengara dan Gorontalo terhenti. Sudah ditutup dua hari," katanya. 

"Hari ini kami sudah enam kali negosiasi. Jalan sudah macet parah dan tidak mau dibuka. Kami ambil tindakan tegas." 

Hingga petang hari, Polisi mengamankan enam orang yang diduga berperan sebagai provokator pemicu bentrok. 

Kepala Kepolisian RI Komjen Pol Sutarman saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Jakarta, mengungkapkan, informasi sementara akibat bentrokan tersebut sebanyak 14 petugas polisi dan empat pengunjuk rasa terluka.

Para korban tersebut, menurut dia, terluka akibat lemparan batu dan molotov yang digunakan para pengunjuk rasa. Bahkan, lanjutnya, ada pengunjuk rasa yang membawa senjata rakitan.

Sekitar 1.000 personel aparat gabungan diturunkan untuk mengamankan unjuk rasa ini. Di antaranya, dua Satuan Setingkat Kompi (SSK) dari brimob yang berjumlah 250 personel, satu SSK TNI, dan petugas kepolisian setempat sebanyak 380 personel.

Kalah Pilkada Tuntut Pemekaran

Komjen Sutarman mengungkapkan, berdasarkan laporan yang diterima, permintaan pemekaran Kabupaten Luwu menjadi Luwu Tengah berawal dari konflik hasil Pilkada setempat. 

"Bupati yang sekarang menjabat dan wakilnya dulu kan berkompetisi (dengan pasangan Basmin Mattayang-Syukur Bijak), kemudian setelah perhitungan suara (Basmin-Syukur) menggugat (ke MK) dan juga dinyatakan kalah. Kemudian setelah dikalahkan, upaya unjuk rasa berubah akhirnya menjadi tuntutan pemekaran," ujarnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Luwu, pada September 2013 lalu menetapkan incumbent Andi ‘Cakka’ Mudzakkar bersama pasangannya Amru Saher sebagai bupati dan wakil bupati terpilih dalam rapat pleno rekapitulasi dan penetapan kandidat terpilih. Cakka-Amru menang dengan selisih 1.431 suara dari rival terberatnya, Basmin Mattayang-Syukur Bijak. 

Keputusan tersebut kemudian berbuntut pada gugatan Basmin-Syukur ke MK. Kelompok pendukung pasangan ini pun kemudian berunjukrasa menolak putusan KPU tersebut.

Unjuk rasa ini kemudian ditengarai melebar menjadi tuntutan pemekaran daerah Kabupaten Luwu menjadi Luwu Tengah. Proses pemekaran ditindaklanjuti hingga membentuk Pansus Persiapan Pembentukan DOB Luwu Tengah DPRD Sulawesi Selatan. Pansus ini diketuai Armin Mustamin Toputiri.

Armin menyatakan mereka telah menyerahkan usul tersebut kepada Komisi II DPR untuk dibahas lebih lanjut. Namun, hasil sidang paripurna DPR pada 24 Oktober lalu, ternyata usul tersebut tidak termasuk 65 calon Daerah Otonomi Baru (DOB).

Hal itu memicu demonstrasi hingga pemblokiran jalan lintas yang menghubungkan antar provinsi itu. Armin kemudian ke Jakarta untuk menginvestigasi persoalan tersebut dengan bertanya langsung ke Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR yang mengurus soal otonomi daerah. Belakangan dia tahu, ada pihak yang mengatakan berkas pemekaran Luwu Tengah hilang di Komisi II DPR. 

Wakil Ketua Komisi II DPR, Arif Wibowo, mengklarifikasi ihwal itu. Menurut Politisi PDIP ini, permohonan pemekaran daerah Luwu Tengah, Sulawesi Selatan, sudah dicabut dari Komisi Pemerintahan itu. Akhirnya, wilayah inipun tidak masuk dalam 65 daerah yang diusulkan dalam rapat Paripurna lalu.

Arif kemudian menjelaskan duduk persoalan penarikan permohonan pemekaran Luwu Tengah. Bermula saat beberapa anggota Komisi II DPR yang berasal dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan meminta pengajuan pemekaran daerah itu ditarik. "Infonya karena koordinasi dengan gubernur tidak sepakat," kata Arif di Gedung DPR, Selasa 12 November 2013.

Untuk itu, Arif mengusulkan, masyarakat Luwu menanyakan alasan penarikan permohonan ini langsung ke Gubernur Sulawesi Selatan dan anggota DPR dapil Sulawesi Selatan. "Langkah yang bisa ditempuh masyarakat mengkonfirmasi gubernur, DPRD dan DPR dapil sana. Kenapa kok ditarik," ujar dia.

Untuk diketahui, Pemerintah memutuskan moratorium pemekaran daerah setelah isu itu memanas akibat proses pemekaran daerah ketika itu menelan korban jiwa.

Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat meninggal dunia di tengah demonstran yang menuntut pemekaran Provinsi Sumatera Utara. Mereka minta pembentukan Provinsi Tapanuli.

Meskipun pemerintah telah memoratorium pemekaran daerah sejak 2010, usulan baru terus mengalir. Mengapa? Karena usulan terbuka lewat tiga pintu, yaitu pemerintah, DPR, dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Motif mengejar jabatan politik dibalik tuntutan pemekaran daerah pernah disampaikan Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng, saat dihubungi VIVAnews, bulan lalu. 

”Bagi DPR, pilihan politiknya memang harus mekar. Dengan begitu mereka bisa mendistribusikan kader politik ke kursi jabatan politik,” ujar Endi.

Endi mengingatkan DPR akan temuan tim evaluasi pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Dimana 80% daerah otonom baru tidak mencapai tujuan pemekaran, yaitu menyejahterakan rakyat. Dalam skala 1-10, hanya ada dua daerah yang meraih nilai 6, yaitu Kabupaten Cimahi, Jawa Barat, dan Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Indikator penilaian itu adalah kesejahteraan rakyat, good governance, pelayanan publik, dan daya saing.

“Sebagian besar DOB masih harus menempuh jalan panjang untuk sukses atau dengan kata lain gagal,” katanya. (sj)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya