Ketika Jusuf Kalla Ungkap Kejanggalan Penyelamatan Bank Century

Jusuf Kalla
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVAnews - Penuntasan kasus penyelamatan PT Bank Century Tbk pada 2008 terus bergulir. Kali ini, giliran mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengungkap kejanggalan pada proses penyelamatan bank kecil itu.

Pecahkan Rekor Tertinggi, Harga Emas Hari Ini Tembus Rp 1.249.000 Per Gram

JK, sapaan Jusuf Kalla, menyebut kejanggalan itu saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 21 November 2013. Secara kebetulan, dia mengatakan, pemeriksaannya di Gedung KPK itu tepat di .

Mengenakan batik cokelat, Jusuf Kalla memenuhi panggilan KPK, Kamis siang. Selama 1,5 jam, politisi gaek Partai Golkar ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Mulya terkait kasus Bank Century.

Ten Hag Bawa 3 Pemain Man Utd U-18 ke Tim Senior

Budi yang juga mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu diduga ikut bertanggung jawab atas penyalahgunaan kewenangan saat penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penggelontoran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) pada 2008.

Usai diperiksa, JK menjelaskan pada penyidik KPK seputar tepat tidaknya penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan terkait FPJP.

JK memulai kisahnya pada suatu sore tanggal 20 November 2008.

Kala itu, JK yang menjabat sebagai Wakil Presiden RI, menerima laporan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI, Boediono, dan beberapa menteri terkait Bank Century.

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp100 Juta Jadi Tersangka

"Semua sepakat dan menjelaskan bahwa tidak ada krisis ekonomi. Tidak ada itu. Semua aman. Satu per satu," kata JK.

Namun, beberapa jam kemudian, JK melanjutkan, ternyata Menkeu, Gubernur BI, dan beberapa menteri terkait menggelar rapat di Kementerian Keuangan hingga subuh.

Dalam rapat itu, tiba-tiba mereka memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Padahal, sebelumnya mereka melaporkan kondisi perbankan dan ekonomi aman.

"Saya nggak tahu, kenapa malam-malam. Tapi, yang aneh sebenarnya bahwa ada bank gagal. Gagalnya Rp630-an miliar, tapi lewat tiga hari dibayarnya Rp2,5 triliun. Aneh lah," ujarnya.

JK meyakini bahwa saat itu tidak ada bank gagal. Justru dia menduga, penyebab Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik karena .

"Dilaporkan ke saya bahwa masalah bank itu karena perampokan. Dirampok oleh pemilik, dan itu saya suruh tangkap pemiliknya," terang JK. Pemilik Bank Century yang JK maksud adalah Robert Tantular.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu tetap belum mau menunjuk siapa yang bertanggung jawab dalam skandal Bank Century. Baginya, itu merupakan tugas KPK.

"Ya, tentu pengambil keputusan dan pembayarnya, KPK harus cari. Tentu dalam hal ini KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) harus menjawabnya, BI juga harus menjawabnya," kata JK.

Saat wartawan menyebut nama mantan Gubernur BI Boediono, JK tertawa. "Hahaha.. Ya, tentu siapa saja yang ketahui bisa, bisa jadi saksi. Siapa saja," kata dia.

JK menilai KSSK dan Bank Indonesia bisa menjawab siapa yang paling bertanggung jawab dalam proses penyelamatan Bank Century itu. "Saya tidak mengatakan Pak Boediono (yang bertanggung jawab), tapi instansi Bank Indonesia harus menjelaskan itu," ujarnya.

berharap kesaksian yang diberikan JK bisa menguak tabir siapa aktor intelektual dalam kasus Century. Menurut Abraham, JK juga berkomitmen untuk membongkar aktor intelektual itu.

"JK ingin memberikan informasi yang seluas-luasnya agar kasus Bank Century ini bisa terbongkar secara utuh dan terlihat siapa yang paling bertanggung jawab," katanya.

Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat mulai dari, sejumlah pejabat BI, dan lainnya.

Sebelumnya, dalam rapat dengan Tim Pengawas Kasus Bank Century, Selasa 20 November 2012, KPK sempat mengungkap dua inisial yang dinilai bertanggung jawab pada dugaan penyalahgunaan kewenangan penggunaan FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik.

Dua inisial itu mengacu pada dua petinggi BI, yakni

Belakangan, KPK belum bisa menyeret Siti Fadjrijah, karena yang bersangkutan masih sakit. Akhirnya, KPK hanya menetapkan Budi sebagai tersangka.

Setahun kemudian, KPK baru memeriksa Budi Mulya sebagai tersangka dan langsung menahannya di Rutan KPK. Sesaat akan ditahan, 15 November 2013, Budi menegaskan

Kronologi penyelamatan Century

Pemberian pinjaman ke Century itu bermula ketika bank hasil merger Bank Pikko, Danpac, dan CIC tersebut mengalami kesulitan likuiditas pada Oktober 2008.

Dalam hasil pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bulan November 2009, terungkap bahwa Bank Century sebetulnya sudah bermasalah sejak 2005. Sejak 29 Desember 2005, Century masuk daftar "pengawasan intensif" BI, karena berpotensi kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usaha bank.

Kemudian, 6 November 2008, BI menetapkan Century sebagai bank "dalam pengawasan khusus" dengan posisi rasio kecukupan modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR) 2,35 persen.

Manajemen Century lalu mengirim surat kepada Bank Indonesia pada 30 Oktober 2008. Mereka meminta fasilitas repo aset kredit senilai Rp1 triliun.

Direktur Pengawasan Perbankan BI, Zainal Abidin, yang mendapat tembusan permohonan dari Century, mengirimkan laporan tertulis kepada Boediono dan Fadjrijah pada 30 Oktober 2008.

BI kemudian memproses pengajuan tersebut sebagai permohonan FPJP. Namun, Century tak memenuhi syarat untuk mendapat fasilitas pendanaan jangka pendek itu. Penyebabnya, masalah kesulitan likuiditas Century sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar secara terus-menerus.

Century juga insolvent, karena rasio kecukupan modal hanya 2,35 persen (per 30 September 2008). Padahal, sesuai dengan Peraturan BI (PBI) Nomor 10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008, syarat untuk mendapat bantuan itu adalah CAR harus 8 persen.

Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI mengenai persyaratan pemberian FPJP tersebut, khususnya mengenai angka CAR dari semula minimal 8 persen menjadi CAR positif.

BPK menduga, perubahan ini hanya rekayasa agar Century mendapat fasilitas pinjaman itu. Karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8 persen, yaitu berkisar 10,39-476,34 persen.

Menurut BPK, satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah 8 persen hanya Century.

BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar, karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI. Belakangan, BI bahkan memberi tambahan FPJP sebesar Rp187,32 miliar. Total, FPJP yang diberikan BI kepada Century Rp689 miliar.

BPK kemudian mencium kejanggalan, karena posisi CAR Century negatif 3,53 persen sebelum persetujuan FPJP. Dengan demikian, BPK menilai Bank Indonesia telah melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif.

Berikut kronologi penggelontoran FPJP dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) kepada Bank Century seperti dikutip dari hasil audit BPK atas Bank Century tahun 2009:

30 September 2008
Rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century positif 2,35 persen. Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 10/26/PBI/2008, bank penerima FPJP harus memiliki CAR minimal 8 persen. Dengan demikian, Century tidak memenuhi syarat memperoleh FPJP.

30 Oktober 2008
Bank Century mengajukan repo aset kredit kepada Bank Indonesia sebesar Rp1 triliun.

14 November 2008
BI mengubah PBI mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR 8 persen menjadi CAR positif. Pada hari yang sama, BI menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar, karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI.

14 November 2008, pukul 20.43 WIB
BI mencairkan FPJP Century Rp356,81 miliar.

17 November 2008
BI kembali mencairkan Rp145,26 miliar.

18 November 2008
BI memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar, sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Century sebesar Rp689 miliar.

21 November 2008
Rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Dalam notulensi yang didapat BPK, rapat ini juga dihadiri pejabat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), BI, Kementerian Keuangan, dan PT Bank Mandiri Tbk.

Pada umumnya, demikian disebut dalam hasil investigasi BPK, peserta rapat mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumentasi serta analisis BI yang menyatakan Bank Century ditengarai berdampak sistemik.

Dalam rapat itu, BI berargumen:"Sulit untuk mengukur apakah dapat menimbulkan risiko sistemik atau tidak karena merupakan dampak berantai yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur hanyalah perkiraan cost/biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan. Mengingat situasi yang tidak menentu, maka lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian dengan melakukan penyelamatan, namun dengan meminimalisir cost. Keputusan harus diambil segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumat sore seperti saran LPS karena Bank Century tidak punya cukup dana untuk pre-fund kliring dan memenuhi kliring sepanjang hari itu."

Dalam rapat hari itu juga diputuskan penanganan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik diserahkan ke LPS.

24 November 2008
LPS mulai mengucurkan Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau yang lebih dikenal dengan sebutan dana talangan (bailout) tahap I sejumlah Rp2,77 triliun kepada Bank Century. Dana ini dikucurkan bertahap sebanyak enam kali, yakni 24-28 November 2008 dan 1 Desember 2008.

9 Desember 2008
Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan dana talangan tahap II sebesar Rp2,2 triliun. Uang ini digelontorkan 13 kali sejak 9 hingga 30 Desember 2008. Dana ini dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi likuiditas.
 
4 Februari 2009
Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan lagi dana talangan tahap III sebesar Rp1,15 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment BI, yaitu 8 persen. Dana ini disetor 3 kali, sejak 4 Februari 2009.

24 Juli 2009
Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan dana tahap IV sejumlah Rp630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Penggelontoran ini dilakukan 1 kali.

Bank Century menerima total penggelontoran bailout tahap I hingga IV sekitar Rp6,7 triliun. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya