Kala Dokter Mogok Kerja dan Turun ke Jalan

aksi solidaritas dokter atas kasus dr ayu
Sumber :
  • VIVAnews/Hans Bahanan

VIVAnews - Tak mau kalah dengan buruh, para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) turun ke jalan dan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran, Rabu 27 November 2013. Meski IDI dan Kementerian Kesehatan berjanji demo dan mogok ini tidak mengganggu pelayanan, tak ayal urusan mengobati pasien di sejumlah rumah sakit sempat lumpuh.

Aksi demonstrasi IDI ini tercatat di sejumlah kota, seperti Balikpapan, Medan, Makassar, Jambi, Semarang, Depok, Yogyakarta, Garut, Bandung, Surabaya, Solo, Bali, Ambon, Mataram, hingga Jakarta. Berseragam jas putih dan menyematkan pita hitam, mereka memadati jalan-jalan di kota besar tersebut.

Di Hadapan Tokoh Masyarakat Dan Pemuka Agama, Suriamah Akui Manfaat Program PNM Mekaar

Di DKI, para dokter memusatkan aksi mereka di Istana Negara dan kantor Mahkamah Agung (MA). Dalam orasi, mereka memprotes pidana yang dijatuhkan MA terhadap tiga dokter di Rumah Sakit Kandou, Manado, Sulawesi Utara, yaitu: Ayu Swasyari Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian.

Ketiga dokter itu divonis 10 bulan bui karena terbukti melakukan malapraktik terhadap pasien bernama Julia Fransiska Makatey tahun 2010. Kala itu, Ayu dan kawan-kawan menangani Siska Makatey saat akan melahirkan. Namun, kondisi Siska kian memburuk paska operasi caesar dan akhirnya meninggal dunia.
 
Dalam aksi demonya, para dokter menilai putusan MA itu sebagai bentuk kriminalisasi terhadap profesi dokter yang mulia. Mereka juga menyampaikan kekhawatiran untuk mengambil tindakan berisiko terhadap pasien di kemudian hari karena dibayangi pasal pidana.

“Rekan kami korban kebodohan pakar hukum. MA tidak paham apa yang kami kerjakan. MA tidak berkonsultasi dengan para pakar kedokteran sebelum memutuskan perkara,” kata koordinator aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter, I Gusti Ngurah di depan Gedung MA Jakarta, 27 November 2013.

Gusti yang sehari-hari bertugas sebagai dokter di RS Budi Asih itu mengatakan, apa yang dilakukan dokter Ayu cs sudah sesuai prosedur. “Mereka bekerja sudah benar. Urusan kematian hanya Tuhan yang tahu. Sebagai dokter mereka telah berupaya menyelamatkan nyawa pasien. Tapi Tuhan berkata lain,” ujarnya.

Ketidakpahaman pakar hukum, kata Gusti, telah mengorbankan profesi dokter. “Kalau tidak mengerti, Jaksa MA harusnya bertanya. Dalam kasus ini, ahli hukum melakukan tindakan sepihak. Kami menolak kriminalisasi,” katanya.

Aksi solidaritas ini pun mendapat lampu hijau dari Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Meski begitu, Menkes meminta para dokter tetap mengutamakan pelayanan. Jika tidak, sanksi membayangi para dokter.

Dalam beberapa kesempatan, Menkes menegaskan bahwa tak ada dokter yang berniat membunuh pasiennya. "Mereka (Ayu cs) tidak ada tampang pembunuh. Mereka bukan orang bodoh," kata Nafsiah.

Menkes khawatir pemidanaan Ayu dan dua sejawatnya akan menjadi preseden di kemudian hari.  "Saya khawatir jika nanti dalam setiap kasus kematian dokternya dihukum, maka siapa yang mau jadi dokter?” ujarnya. Kendati demikian, Menkes menyatakan duka yang mendalam atas meninggalnya pasien bernama Julia Fransiska Makatey dalam operasi caesar.

Menkes juga meminta publik memahami aksi demo dan mogok para dokter tersebut. "Bagaimana kalau ada teman kalian yang diperlakukan tidak adil seperti itu," kata dia.

Apalagi, menurut Menkes, Majelis Kehormatan dokter sudah memeriksa Ayu dan dua rekannya itu. Hasilnya, Majelis Kehormatan tidak menemukan pelanggaran kode etik pada tindakan medis tindakan terhadap Siska Makatey.

Setelah berdemo, IDI mengirim perwakilan mereka untuk mediasi dengan MA. Hasilnya, kedua belah pihak sepakat kasus Ayu diselesaikan dengan jalur hukum, yakni peninjauan kembali.

Untuk mengajukan PK ke MA, para terpidana harus mengantongi bukti baru yang membuktikan bahwa mereka memang tak bersalah. Kemenkes sebelumnya sudah membentuk tim teknis untuk PK dr Ayu dan kawan-kawan ini.

Gak Main-main, Sarwendah Somasi 5 Akun yang Sebut Betrand Peto Pengganti Ruben Onsu

Sambil menunggu proses PK, Menkes sempat meminta agar dr Ayu dibebaskan. Namun, permintaan pembebasan Ayu dan kawan-kawan ditolak MA.

Pasien Mengamuk

PVMBG: Gunung Ibu di Maluku Utara Meletus Lontarkan Abu Vulkanik Setinggi 5 Kilometer

Buntut mogok massal pasukan jas putih ini, pelayanan sejumlah rumah sakit sempat lumpuh. Salah satunya, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek, Bandar Lampung. Sejak Rabu pagi, RSUD ini lengang.

Suasana poliklinik rawat jalan rumah sakit terlihat sepi. Seluruh ruangan praktik dokter spesialis yang biasanya ramai dipenuhi pasien yang hendak mendapatkan pelayanan medis terlihat tutup. Bangku-bangku di ruang tunggu pasien rawat jalan juga sepi.

Kondisi yang sama terlihat di apotik rumah sakit yang melayani pasien asuransi kesehatan (Askes). Tidak terlihat satupun pasien yang tengah mengambil obat. Praktis, pelayanan medis lumpuh total. "Pasang pengumuman di depan rumah sakit, kita tidak menerima pasien. Dokter tidak ada, jadi percuma juga," kata Subriyadi, pegawai bagian pendaftaran pasien RSUDAM.
 
Sementara itu, RSUD Dokter Slamet Garut juga terpaksa menutup layanan rawat jalan gara-gara dokter rumah sakit ini berdemo. Sejumlah pasien yang hendak berobat terpaksa harus pulang dengan kecewa.

Namun, ada pasien yang tak terima karena tidak mendapat layanan dokter. Seorang pasien penderita tumor mengamuk di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Jawa Timur. Pasien bernama Uli Agus itu tidak tahu jika hari ini para dokter menggelar aksi demonstrasi dan mogok nasional.

Awalnya, Uli masuk melalui loket poliklinik. Namun di sana, dia tidak menjumpai staf rumah sakit seperti biasanya. Uli kemudian berjalan ke luar, menghampiri kerumunan dokter, dan mengeluhkan pelayanan.

Namun ia justru diteriaki ramai-ramai karena dianggap merusak suasana aksi. "Huuu… " seru para dokter serentak. Uli lantas marah-marah di depan para dokter yang tengah melakukan aksi solidaritas menolak kriminalisasi dokter di halaman RS Dr. Soetomo.

Seorang dokter sempat mendekati Uli dan memintanya untuk tenang. Namun, pria itu tak juga mengerti jika para dokter sedang menggelar aksi dan doa bersama. Uli minta bukan hanya dia yang dilayani, tapi juga pasien-pasien lain. Guna mencegah hal yang tidak diinginkan, polisi kemudian mengajak Uli masuk ke dalam rumah sakit.

Lain lagi cerita Asni Siregar. Pasien penyakit jantung ini sudah mengantre sejak pagi bersama pasien-pasien lainnya di RSUD Pirngadi, Medan, Sumatera Utara. Tapi, mereka harus kecewa karena tak ada dokter yang melayani. Padahal hari ini merupakan jadwal Asni mendapatkan pemeriksaan dokter sekaligus mendapatkan obat lanjutan. "Kesal karena resep tidak ada dari dokter," ujar Asni. Baca cerita pasien telantar lainnya di

Kronologi singkat

Peristiwa berawal ketika dokter Ayu cs melakukan operasi caesar terhadap Julia Faransiska Makatey (Siska) di RS Prof. Dr. RD Kandou Manado. Siska saat itu dibius total. Dokter Ayu kemudian mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai rahimnya, untuk kemudian mengangkat bayi yang dikandungnya.

Setelah bayi diangkat, rahim Siska kemudian dijahit sampai tidak ada pendarahan. Selanjutnya, dilakukan penjahitan terhadap dinding perut. Dalam operasi itu, dokter Ayu dibantu dokter Hendry sebagai asisten operator I dan dokter Hendy sebagai asisten operator II. Mereka berdua bertugas membantu memperjelas area pembedahan yang dilakukan dokter Ayu.

Sebelum operasi dilakukan, dalam catatan MA, ketiga dokter itu tidak pernah menyampaikan kepada keluarga Siska tentang berbagai kemungkinan terburuk, termasuk kematian. Dokter Ayu cs juga disebut melakukan pemeriksaan penunjang – pemeriksaan jantung dan foto rontgen dada – setelah dilakukan pembedahan. MA menyatakan, seharusnya prosedur itu dilakukan sebelum proses pembedahan.

Usai memeriksa jantung Siska, dokter Ayu kemudian melaporkan kepada konsultan jaga bagian kebidanan di RS tersebut, Najoan, bahwa nadi korban 180 kali per menit. Dokter Ayu juga mengatakan hasil pemeriksaan denyut jantung sangat cepat. Namun Najoan menyatakan bukan denyut jantung yang cepat, melainkan kelainan irama jantung atau fibrilasi.

Dokter lain yang menjadi saksi, dokter Hermanus, mengatakan tekanan darah Siska sebelum dibius agak tinggi, yakni 160/70. Dalam kondisi tersebut, pada prinsipnya pembedahan dapat dilakukan, namun dengan anestesi risiko tinggi.

Sementara berdasarkan hasil rekam medis yang dibacakan saksi Dokter Erwin Gidion Kristanto SH Sp F, saat Siska masuk RS, kondisinya lemah dan punya penyakit berat. Berdasarkan uraian para saksi itulah MA memutuskan dokter Ayu cs “lalai dalam menangani korban saat masih hidup dan ketika pelaksanaan operasi, sehingga korban mengalami emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung.”

Emboli udara itu menghambat darah masuk ke paru-paru hingga mengakibatkan kegagalan fungsi paru dan jantung. Akibatnya, Siska pun meninggal dunia.

'Dosa-dosa' Ayu cs di Mata MA

Dalam putusan nomor 365 K/Pid/ 2012 pada 18 September 2012, di mana MA mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Manado dan memvonis Ayu dkk 10 bulan penjara. MA menyatakan bahwa Ayu dkk terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain".

Dalam pertimbangannya, Majelis kasasi MA yang terdiri dari hakim agung Artidjo Alkostar, Dudu Duswara, dan Sofyan Sitompul menjabarkan tiga kesalahan Ayu dkk saat menangani pasien bernama

Pertama, sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria (caesar) terhadap Sisca, Ayu dkk dinilai tidak menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban.

Kedua, setelah Ayu dkk mengoperasi Siska Makatey, pasien menderita emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru kemudian terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Ketiga, perbuatan Ayu dkk mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya korban Siska Makatey sesuai Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof.Dr. R. D. Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010.

Mengenai hubungan kausal perbuatan Ayu dkk dengan kematian Siska Makatey, MA punya penjelasan sendiri. Dalam pertimbangannya, MA mengungkapkan bahwa Siska Makatey meninggal dunia akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru. "Sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung," demikian putusan MA yang dikutip dari laman MA.

Menurut Majelis Hakim Agung, dokter Ayu sebagai operator kemudian mengoperasi Siska dengan melakukan sayatan dari kulit, otot, uterus, serta rahim. Pada bagian-bagian tersebut terdapat pembuluh darah yang sudah pasti ikut terpotong dan saat bayi lahir, plasenta keluar/terangkat sehingga pembuluh darah yang berhubungan dengan plasenta --yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah balik-- terbuka.

"Dan, udara bisa masuk dari plasenta. Kemudian berdasarkan hasil Visum et Repertum disebutkan bahwa udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban masuk melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup," jelas putusan MA.

Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri. "Dengan demikian Para Terdakwa lalai dan melakukan penyimpangan kewajiban sehingga merugikan pasien di mana Siska akhirnya meninggal dunia."

Kesalahan lain yang sempat disebut MA adalah tim dokter ini tidak memberi tahu keluarga mengenai risiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau usai operasi. Dokter Ayu memang sudah menugaskan Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk memberitahukan keluarga pasien atau Siska korban. Tapi, tugas ini tidak dilakukan Hendy.

Menurut MA, Hendy malah menyerahkan informed consent atau lembar persetujuan tindakan kedokteran berupa operasi kepada Siska yang sedang dalam posisi tidur miring ke kiri dan dalam keadaan kesakitan. Hal ini dilihat langsung Ayu, sebagai penanggung jawab, kurang dari tujuh meter.

Ternyata, tanda tangan yang tertera di dalam lembar persetujuan tersebut adalah tanda tangan karangan. Menurut MA, hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB.

"Menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Makatey alias Julia Fraksiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan atau spurious signature."

Paska putusan ini, Kejaksaan memasukkan Ayu dkk ke dalam daftar buronan. Ayu kemudian ditangkap di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan Timur pada 8 November 2013. Sedangkan Hendry Simanjuntak ditangkap pada Sabtu 23 November 2013 di rumah kakeknya di Siborong-borong Sumatera Utara. Sedangkan, Hendy Siagian masih buron hingga kini. (umi)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya