Kecelakaan Kereta yang Mengingatkan Tragedi Bintaro

Kecelakaan Kereta Api dan Truk Tangki LPG di Bintaro
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Isak tangis pecah di kamar jenazah RS Dr Suyoto, Bintaro, Senin petang, 9 Desember 2013. Sejumlah orang berdoa di depan jasad wanita tua yang terbujur kaku.

Pesan Widodo Untuk Pemain Arema FC Usai Kalah Dari Rival 

Tubuhnya hangus, dan kulitnya terkelupas. Rambutnya yang putih terbakar sebagian. Darah di bagian telapak kaki sudah membeku. Jari-jari kakinya yang berkerut dipenuhi luka bakar.

Rosa Kesauliya (73), nama wanita itu, adalah salah satu penumpang kereta commuter line yang tewas dalam kecelakaan di perlintasan Bintaro Permai, Jakarta Selatan, Senin siang. Gerbong yang ditumpangi Oma Rosa, begitu dia biasa disapa, terbakar setelah bertabrakan dengan truk bermuatan bensin 24 ribu liter milik PT Pertamina.

Tak hanya luka bakar, Rosa yang belum menikah itu mengalami benturan keras di kepala. Tubuh Oma yang gosong hanya ditutup tiga lembar kertas koran. Di sebelah Oma, tergeletak korban tewas lainnya, Yuni (16).

Death Toll Rises to 140 in Moscow Terrorism Attack

Keponakan Rosa, Rita, mengaku pertama kali mendapatkan kabar duka setelah mencoba menghubungi ponsel korban. Panggilan dari Rita dijawab petugas kepolisian dan mengabarkan bahwa Rosa telah berpulang.

Rita tidak mengetahui ke mana tujuan warga Bintaro Jaya itu menumpang KRL. "Biasanya kami tahu, sekarang tidak bilang apa-apa," kata Rita kepada VIVAnews saat ditemui di RS Suyoto.

Dari data yang dihimpun PT Kereta Api Commuter Jabodetabek, total ada lima korban meninggal dalam insiden maut itu. Selain Oma dan Yuni, masinis dan petugas commuter line ikut menjadi korban.

Mereka adalah Darman Prasetyo, masinis, kemudian asisten masinis Agus Suroto (24), dan petugas pelayanan KRL Sofyan Hadi (20). Evakuasi kru KRL itu memakan waktu yang cukup lama, karena tubuh mereka terjepit dalam rangkaian.

Wajah Sering Kena Matahari Jangan Abaikan Penggunaan Moisturizer

Mereka ditemukan dalam kondisi bertumpuk. Semua korban tewas dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

Kecelakaan itu juga mengakibatkan 68 orang luka-luka. Sebagian besar mereka dirawat di RS Suyoto. Sembilan penumpang sudah dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati dan sebagian lagi ke Rumah Sakit Internasional Bintaro.

Sementara itu, sopir dan kernet truk tangki menjalani perawatan di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta Selatan.

Dr. Poengky Dwi, ahli bedah plastik RSPP, menjelaskan, secara keseluruhan ada lima korban yang ia tangani. Dia memastikan kondisi sopir truk tangki nahas itu tidak terlalu parah.

"Sopirnya luka bakar 10 persen. Kemudian, kernetnya 25 persen. Satu korban wanita sekitar 5 persen," kata Poengky.

Satu korban lainnya patah tulang, dan satu lagi sesak napas. Namun, satu korban yang terkena sesak napas akibat asap sudah diperbolehkan pulang.

Semua korban dalam keadaan sadar. Tim medis akan fokus membersihkan luka bakar yang diderita korban. Untuk membersihkannya, kata Poengky, pasien akan lebih dulu dibius.

Palang pintu sudah tertutup


Humas Kereta Api Commuter Jabodetabek, Eva Chairunisa, mengatakan, kecelakaan commuter line Serpong-Tanah Abang vs truk pengangkut bahan bakar minyak itu terjadi sekitar pukul 11.23 WIB. Tiba-tiba, kata dia, kereta dengan nomor KA 1131 yang melaju menuju Tanah Abang menabrak truk tangki yang berada di tengah rel.

"Setelah itu meledak," kata Eva. Api kemudian membubung tinggi membakar gerbong pertama yang berisi penumpang wanita.

Penumpang yang berada dalam gerbong panik. Mereka berusaha menyelamatkan diri setelah terdengar benturan keras yang disusul ledakan. Namun, pintu kereta tidak terbuka. Mereka berlarian ke arah belakang.

Beberapa penumpang laki-laki berusaha memecah kaca kereta. Setelah kaca dipecah, penumpang berhamburan ke luar gerbong menjauh dari lokasi kejadian. Sejumlah motor yang ada di dekat truk ikut dilalap si jago merah, karena saat truk tertabrak, bensin tumpah membasahi kendaraan lain.

Penumpang bernama Ikbal, mengatakan, sebelum menabrak truk pengangkut BBM, kereta melaju agak pelan dan tiba-tiba mengerem mendadak. "Kami, penumpang, membuka paksa pintu kereta," katanya.

Zelfi (31), salah satu pemilik warung nasi Padang di sekitar perlintasan, mengaku melihat langsung api menyembur dari truk tangki yang terpental dan terguling, sebelum kemudian terseret. Dia menjelaskan, pada saat tabrakan itu, pintu lintasan kereta api sudah tertutup.

"Saya lagi di dapur, lagi goreng ikan. Saya lihat pintu kereta sudah tertutup. Tiba-tiba terdengar suara tabrakan dan api menyembur dari tangki," kata Zelfi.

Menurut dia, ketika pintu tertutup, ternyata ada truk yang masuk, lalu terjadilah tabrakan itu. Setelah tabrakan itu, yang ada di pikirannya adalah menyelamatkan diri dari kobaran api, yang hanya beberapa meter dari warung makannya.

Akibat kejadian itu, semua barang-barang di warungnya habis terbakar. Karena jarak antara warung dan pintu perlintasan hanya sekitar lima meter. "Semua dagangan saya habis," kata dia.

Tanggung jawab siapa?

Kementerian Perhubungan menyatakan bertanggung jawab atas kecelakaan itu. Namun, Menteri Perhubungan, Evert Erenst Mangindaan, meminta pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ikut bertanggung jawab untuk memelihara perlintasan kereta api.

Tapi, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengelak jika harus diminta bertanggung jawab. Menurut Ahok, sapaan Basuki, penertiban perlintasan kereta sudah diupayakan sejak lama.

Setiap penertiban, dia menjelaskan, Pemprov selalu disalahkan karena dianggap melanggar hak asasi manusia. "Sekarang ada kecelakaan, kami juga yang disalahkan," kata dia di Balai Kota Jakarta.

Ahok mengungkapkan bahwa Pemprov DKI sudah lama mengajukan rencana penutupan perlintasan kereta. Perlintasan ditutup dan diganti underpass dan flyover. Tapi, semua itu tidak mendapat respons dari pemerintah pusat.

"Kalau masih begini terus, kami tutup sendiri saja perlintasan itu. Selain rawan, juga jadi sumber macet," ucapnya.

Dia menganggap perlu tindakan tegas dalam menertibkan perlintasan kereta. Selama ini, dia menambahkan, Pemprov DKI selalu dihujani opini negatif saat menertibkan jalur kereta.

Kondisi perlintasan kereta yang rawan, menurut dia, diperparah dengan perilaku masyarakat yang kerap melanggar rambu lalu-lintas.

"Tragedi Bintaro"

Kecelakaan kereta di perlintasan Bintaro Permai itu mengingatkan publik pada kecelakaan maut 1987 silam. Kereta Rangkas Bitung bertabrakan "adu banteng" dengan rangkaian kereta lain dari arah Tanah Abang. Masyarakat menyebutnya dengan "Tragedi Bintaro".

Sejumlah sumber menyebutkan, tabrakan hebat dua kereta itu terjadi di daerah Pondok Betung, Bintaro, sekitar 200 meter dari perlintasan Bintaro Permai.

Kejadian persisnya, Senin pagi, 19 Oktober 1987. Saat angkutan massal dipadati penumpang yang mengantar mereka ke tempat kerja.

Tercatat 156 penumpang meninggal dunia dan sekitar 300 warga lainnya luka-luka. Kecelakaan itu tercatat sebagai yang paling banyak menelan korban dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Peristiwa itu juga menyita perhatian publik dunia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya