Ramai-ramai "Bonceng" Aksi Yusril Gabungkan Pemilu dan Pilpres

Yusril Gugat UU Pilpres ke MK
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
Harga Emas Global dan Antam Terus Tembus Rekor Tertinggi saat Konflik di Timur Tengah Memanas
- Yusril Ihza Mahendra maju sendiri ke Mahkamah Konstitusi, menjadi pemohon prinsipal untuk uji material Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Yusril berpendapat, beberapa pasal dalam UU itu tak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.

Ledakan Terdengar di Irak hingga Suriah Imbas Serangan Israel ke Iran

"Saya maju sebagai pemohon prinsipal, tidak menggunakan kuasa hukum," ujar Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang itu dalam persidangan, Selasa, 21 Januari 2014.
Nikita Mirzani Ngaku Dapet Kekerasan dari Rizky Irmansyah, Lita Gading: Lapor Jangan Koar-koar


Sebagai pemohon, calon presiden dari Partai Bulan Bintang ini merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. "Pengajuan pemohon sebagai calon presiden menjadi terhambat dengan berlakunya pasal-pasal tersebut," kata dia.

Oleh karena itu, Yusril memohon agar setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilihan umum berhak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebelum pelaksanaan pemilihan umum DPR, dan DPRD. Yusril menilai kekhawatiran calon presiden dan wakil presiden akan terlalu banyak sehingga harus dibatasi dengan presidential threshold sebesar 20% atau 25% suara sah nasional menjadi kehilangan relevansinya. Sebab, Pemilu 2014 hanya diikuti oleh 12 Partai Politik Nasional dan 3 Partai Lokal Aceh.

"Dan jika Pemilu 2014 akan diikuti oleh 12 pasang calon menurut hemat pemohon masih berada dalam batas yang wajar," katanya.

Pasal-pasal yang diuji adalah pasal 3 ayat (4), pasal 9, pasal 14 ayat (2) dan pasal 112 UU Pilpres. Pasal-pasal tersebut diujikan terhadap pasal 4 ayat (1), pasal 6A ayat (2), pasal 7C, pasal 22E ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal-pasal itu pernah diujikan sebelumnya, namun Yusril menyatakan kali ini pengujiannya berbeda.

Jumat 13 Desember lalu, Yusril menuturkan, pasal 22E UUD 1945 menyebutkan bahwa pemilu dilangsungkan setiap lima tahun sekali. Jadi dia berpandangan bahwa pemilu seharusnya dilaksanakan secara serentak pada hari yang sama. "Bukan bulan ini diadakan pemilihan DPR, DPRD dan DPD, tiga bulan kemudian baru diadakan pemilihan presiden. Kalau itu pemilihan umum diadakan dua kali dalam waktu lima tahun," jelasnya.


Itu merupakan salah satu argumen yang akan dikemukakannya saat sidang. Jika dikabulkan, kata Yusril, pemilu tidak akan berjalan berantakan karena pemilu legislatif dan pemilihan presiden dilakukan serentak. Secara teknis, KPU hanya mengundurkan pelaksanaan pemilihan DPR, DPRD dan DPD menjadi sama dengan pilpres pada bulan Juli 2014.


Yusril menambahkan baru mengajukan judicial review pada hari ini alasannya adalah karena dia baru saja dicalonkan menjadi calon presiden oleh partainya. Dengan demikian, Yusril mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan. Karena sebagai capres, dia merasa memiliki kerugian konstitusional.


Mantan Menteri Sekretaris Negara ini membantah gugatan ini diajukan hanya untuk kepentingan beberapa pihak. "Permohonan di MK itu kalau dikabulkan akan berlaku bagi semua orang. Contohnya, ketika saya dicekal oleh Kejaksaan Agung, dan saya mengajukan gugatan UU Imigrasi. Ketika UU Imigrasi dibatalkan oleh MK, Anda pun menikmati," jelasnya.


Dukungan Luas


Meski sendirian maju di MK, beberapa partai dan tokoh-tokoh yang menyiapkan diri jadi calon presiden mendukung langkah Yusril. Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hendrawan Supratikno, menyatakan apa yang diajukan Yusril ke MK itu adalah ide dari PDIP tahun 2012 lalu ketika RUU Pemilu mulai dibahas.


"Yang dikatakan Yusril itu argumen PDIP. Pandangan yang diajukan Yusril pernah dikemukakan oleh Fraksi PDIP dalam diskusi ketika memasuki proses UU pemilu 2012. Jadi logikanya memang benar, memperkuat presidensial," kata Hendrawan di Gedung DPR, Jakarta, 21 Januari 2014.


Tetapi, kata Hendrawan, jika MK mengabulkan gugatan Yusril, maka lebih bijak diterapkan pada Pemilu 2019 mendatang. Agar, persiapan pemilu 2014 ini tak terganggu.


"Kesiapan KPU butuh dipertimbangkan, artinya jika itu (MK kabulkan Yusril) dilakukan 2019, artinya para caleg ini tidak dirongrong lagi. Lebih bijaksana tahun 2019 karena tidak mengganggu persiapan caleg dan parpol. Tetapi jika MK mengatakan sekarang, artinya dilakukan Juli dan parpol harus mengagendakan ulang, dan persiapan kesiapan dananya," kata dia.


Partai Hanura juga mendukung langkah Yusril Ihza Mahendra menggungat Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Persidangan perdana uji materi UU Pilpres akan digelar Mahkamah Konstitusi siang ini, Selasa 21 Januari 2014.


Sekretaris Fraksi Hanura, Saleh Husein, mengatakan partainya siap jika MK mengabulkan gugatan Yusril. “Kami siap apapun putusan MK. Pemilu tetap digelar April, kami siap. Tapi kalau MK memutuskan Pemilu digelar serentak bersama Pilpres bukan Juli, kami juga siap,” kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta.


Hanura mengapresiasi upaya hukum yang dilakukan Yusril terhadap UU Pilpres. “Kami yakin tidak semua partai akan mengajukan capres-cawapres. Partai kan tahu diri, tak asal-asalan majukan capres,” ujar Saleh.


Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, mengatakan substansi tuntutan Yusril itu seide dengannya. Menurutnya, hal itu menjadi pertimbangan Hanura mendeklarasikannya bersama bos Grup MNC Harry Tanoesoedibyo pada 2 Juli lalu.


"Waktu Hanura deklarasikan capres dan cawapres sendiri, kami sudah berpedoman dari UUD 45 pasal 6a ayat (2), bahwa presiden dan cawapres diajukan oleh parpol peserta pemilu sebelum pemilu dilaksanakan," kata Wiranto di Sentul, Bogor, Sabtu 21 Desember 2013.


Menurutnya, dalam konstitusi tidak diatur bahwa untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden harus memenuhi angka ambang batas parlemen dalam pemilihan umum.


Menurutnya, apa yang dilakukan Yusril tidak perlu didebat. Dia menilai tuntutan Yusril itu untuk mengembalikan nafas UUD 1945 dalam UU Pilpres.


Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Sutiyoso, lebih jauh mengaku siap maju jadi calon presiden di Pemilu Presiden ketika gugatan Yusril Ihza Mahendra dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). "Kalau gugatan Yusril di MK menang, saya sudah 100 persen siap maju Pilpres," ujar Sutiyoso di sela peringatan HUT PKPI ke-15 di Surabaya, Rabu 15 Januari 2014.


Sebaliknya, jika gugatan tidak dikabulkan, Bang Yos mengaku sudah menjalin komunikasi dengan beberapa capres untuk kepentingan Pilpres.


"Sudah ada beberapa capres yang komunikasi dengan saya. Tapi kami masih konsentrasi dulu untuk Pemilu. Pokoknya, capres PKPI benar-benar yang dipilih rakyat," ujarnya.


"Raja Dangdut" Rhoma Irama juga menggantungkan harapan pada gugatan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, itu. Dia berharap gugatan Yusril soal Undang-undang Pilpres dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.


Sebab, dalam berbagai survei saat ini, suara Partai Kebangkitan Bangsa--kendaraan politik Rhoma-- masih jauh di bawah minimal yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Yaitu, partai harus memenuhi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional jika ingin mengajukan calon presiden.


Karena itu, Rhoma berharap gugatan yang dilayangkan Yusril dikabulkan. Itu agar berapapun suara yang diperoleh PKB, dia tetap menjadi calon presiden. "Saya berharap, gugatan Yusril dikabulkan oleh MK. Jadi makin semarak capres ini," ujar dia.


Potensi Konflik Kepentingan


Namun, dari sekian banyak yang mendukung, nada penolakan muncul dari Partai Nasdem. Partai pimpinan Surya Paloh ini meminta semua pihak untuk mengatur dan menata pelaksanaan pemilu secara bijak.


“Partai Nasdem ingin mengingatkan, jika mau mengatur dan menata pelaksanaan pemilu, hendaknya mengatur secara keseluruhan yang mencakup Pemilu, Pilpres, dan pilkada. Bukan sekadar menggabungkan Pemilu dan Pilpres ketika hari H Pemilu sudah dekat,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Nasdem, Ferry Mursyidan Baldan, dalam pesan tertulis yang diterima VIVAnews, Senin 20 Januari 2014.


Soal terpisahnya waktu pelaksanaan pileg dan pilres, MK pada 2009 sesungguhnya pernah memutus bahwa hal tersebut tak bermasalah. “Secara substantif, putusan MK berdasarkan hasil permusyawaratan hakim konstitusi 13 Februari 2009, yang diucapkan dalam rapat pleno MK 18 Februari 2009, menyatakan bahwa materi pengaturan Pemilu yang tidak bersamaan dengan pilpres tidaklah bertentangan dengan konstitusi,” kata Ferry.


Mantan Ketua Komisi II dan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu DPR itu menyatakan, gugatan terhadap sistem pemilu yang diputus MK pada Februari 2009 itu diajukan pada 2008 oleh pihak yang diwakili oleh Hamdan Zoelva.


“Ketika itu, Ketua MK saat ini, Hamdan Zoelva, adalah kuasa hukum penggugat,” ujar Ferry. Dahulu, Hamdan juga merupakan politisi Partai Bulan Bintang pimpinan Yusril.


Oleh sebab itu Nasdem meminta Hamdan Zoelva untuk menjaga integritasnya. “Dengan integritas itu, ketua MK saat ini dapat bertindak sebagai negarawan dan mampu keluar dari pusaran konflik kepentingan,” kata Ferry.


Menurut dia, pengaturan keserentakan pileg dan pilpres bukan hanya berkaitan dengan konstitusi, tapi terkait regulasi atau undang-undang. “Kehendak untuk memaksakan pelaksanaan Pemilu dan Pilpres serentak pada Pemilu 2014 adalah pendistorsian pelaksanaan tahapan Pemilu yang hanya tinggal 80 hari lagi,” ujar Ferry.


Dan, kata Ferry, jika ingin menyatukan Pemilu dan Pilpres, hal itu dapat diterapkan pada Pemilu 2019. (sj)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya