MS Kaban Tersengat Kasus Lama

MS Kaban
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVAnews  - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggencarkan kembali penyidikan dugaan korupsi proyek revitalisasi sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan setelah Anggoro Widjojo tertangkap di China, akhir Januari lalu.

Pengusutan kasus ini sempat tersendat setelah Anggoro kabur ke luar negeri tahun 2009 silam. Untuk mengembangkan dugaan korupsi pada proyek SKRT, Kamis 27 Februari 2014, KPK memeriksa mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban. Kala proyek ini berlangsung tahun 2007, Kaban menjabat sebagai menteri kehutanan.

Diperiksa sejak Kamis pagi hingga sore, Kaban mengaku ditanya penyidik mengenai proyek tahun 2007 itu. Saat proyek ini berlangsung, Kaban menjabat sebagai menteri kehutanan. "Semua sudah dipublikasi. Pertama masalah proses anggaran SKRT.  Kemudian, proses informasi bahwa Anggoro memberi uang kepada sekretaris jenderal saya dan laporan tentang itu," papar Kaban usai menjalani pemeriksaan, di Gedung KPK, Kamis 27 Februari 2014.

Sebagai informasi, mantan Sekjen Departemen Kehutanan Boen Mochtar Purnama memang pernah mengaku menerima uang dari Anggoro Widjojo sebesar US$20 ribu terkait proyek SKRT. Dalam kesaksian di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada Desember 2010, Boen mengaku sudah melaporkan penerimaan uang itu kepada atasannya, Kaban. Dan, masih menurut Boen, Kaban memberi lampu hijau soal penerimaan uang itu.

Usai diperiksa KPK kemarin, Kaban kembali membantah pengakuan Boen tersebut. "Sebagaimana kesaksian di pengadilan, juga saya katakan saya  tidak pernah mendapat laporan itu. Saya kira itulah yang paling penting," tegas Kaban.

Selain masalah anggaran dan suap kepada mantan anak buahnya, Kaban pun menjelaskan soal penunjukan langsung PT Masaro Radiokom milik Anggoro dalam proyek SKRT. PT Radikom Masaro diketahui adalah agen pemasaran alat telekomunikasi asal Amerika Serikat, Motorola.

Kaban yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menilai, proses penunjukan Masaro Radiokom ini merupakan proses administrasi negara sehingga dia hanya melaksanakan tugas negara saja. Selain itu, imbuhnya, penunjukan langsung ini dibenarkan oleh peraturan undang-undang dan keputusan presiden.

Barcelona Belanja di Inggris, Gelandang Arsenal Masuk Daftar

"Yang paling penting adalah itu untuk menjaga hubungan baik kita dengan pemerintah Amerika Serikat," katanya.

Terkait proyek SKRT yang disebut ketinggalan zaman, Kaban menjelaskan, proyek ini merupakan sebuah perjanjian yang telah dibuat sejak pemerintahan Presiden Soeharto. "Perjanjian sudah dibuat pemerintah Indonesia dengan Amerika sejak Pak Harto dan diperpanjang oleh Gus Dur dan Bill Clinton. Itu sudah berjalan," ujarnya.

Dalam kasus ini, KPK sudah mencegah Kaban bepergian keluar negeri selama 6 bulan, pertengahan Februari lalu. Kaban sempat mempertanyakan langkah KPK tersebut.

“Kalau mau mencegah, kenapa tidak dari dulu? Anggoro juga kenapa baru ditangkap? Padahal keberadaannya sudah diketahui sejak lama,” kata Kaban kepada VIVAnews, Rabu 12 Februari lalu.

Kasus Lama yang Menyeret Kaban

6 Kebiasaan Masyarakat Indonesia yang Tidak Boleh Dilakukan di Tanah Suci

Pengusutan kasus SKRT ini bermula ketika KPK menyidik dugaan suap di proyek Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan, dengan tersangka Yusuf Erwin Faishal.

Saat mengusut Yusuf selaku Ketua Komisi IV DPR itu, KPK menemukan aliran dana kepada sejumlah anggota Komisi Kehutanan. Uang diduga berasal dari bos Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo. Aliran dana ini mengalir saat pembahasan proyek SKRT di Departemen Kehutanan.

Proyek SKRT ini sebelumnya telah dihentikan tahun 2004, pada masa Menteri Kehutanan M Prakosa. Namun kembali dilanjutkan pada 2007 pada masa MS Kaban berkuasa.

Gelar Album Fan Sign, Sungjin Day6 Ungkap Momen Lucu Saat Pembuatan Album Fourever

Kaban mengaku sudah dibidik sejak awal kasus ini bergulir karena jabatannya sebagai menteri saat itu. "Tapi mungkin selama ini Tuhan masih melindungi saya sehingga sasaran itu tidak mengena,” kata Kaban, pertengahan Februari 2014.

Anggoro kemudian melobi anggota Komisi Kehutanan DPR untuk melanjutkan proyek tersebut. Kemudian, Komisi Kehutanan yang dipimpin Yusuf Erwin Faishal mengeluarkan surat rekomendasi pada 12 Februari 2007. Surat rekomendasi itu juga ditandatangani oleh Hilman Indra dan Fachri Andi Leluasa.

Dalam surat itu, disebutkan meminta Departemen Kehutanan meneruskan proyek SKRT. Disebutkan pula untuk pengadaan itu sebaiknya menggunakan alat yang disediakan PT Masaro, perusahaan yang menjadi rekanan Dephut dalam pengadaan SKRT.

KPK lantas menetapkan Anggoro ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juni 2009. Dia juga dicegah ke luar negeri. Namun, dia keburu kabur keluar negeri kala itu.

Beberapa waktu lalu, Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan, KPK sempat kehilangan jejak Anggoro pada 26 Juli 2008 ketika dia sedang dalam perjalanan menuju Singapura.

“Ketika dia kembali lagi ke Shenzen, baru kemudian ditangkap dan dibawa ke Guangzhou,” kata Abraham. Anggoro tiba di Tanah Air pada 31 Januari lalu.

Pengusutan korupsi pada proyek revitalisasi SKRT ini juga diwarnai --adik Anggoro--yang melaporkan pimpinan KPK ke Mabes Polri atas dugaan penyuapan.

Laporan Anggodo ini berbuntut hingga penetapan dua pimpinan KPK--Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto--sebagai tersangka. Keduanya juga sempat ditahan. (adi)

Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya