Mafia Diyat dan Eksekusi Mati Satinah

TKI Satinah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/R. Rekotomo

VIVAnews - Kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang terancam hukuman mati sepertinya terus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia maupun pihak terkait lainnya.

Jaksa Sebut SYL Bayar Tagihan Kartu Kredit Ratusan Juta Pakai Uang Hasil Korupsi di Kementan

Kini, bukan hanya memikirkan bagaimana cara agar para TKI itu bisa lepas dari ancaman hukuman tersebut, pemerintah dipusingkan dengan dugaan adanya mafia dalam proses pemberian diyat.

Diyat atau uang tebusan yang harus dibayar pelaku pembunuhan karena adanya maaf dari keluarga korban, guna membebaskan terpidana dari hukuman mati.

Adalah lembaga pemerhati TKI di luar negeri, Migrant Care, yang menduga adanya mafia dibalik diyat di Arab Saudi. Baik bagi TKI yang tersandung kasus pembunuhan maupun sebaliknya, TKI yang dibunuh warga Arab Saudi.

Dokter Boyke Sebut Perilaku Menyimpang Homoseksual Bisa Terjadi di Dalam Sel Tahanan

Bahkan, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono membenarkan isu mafia diyat itu. Pemerintah Indonesia, kata dia, telah mendapatkan informasi mengenai adanya mafia diyat kasus TKI di  Arab Saudi.

Menurut Agung, para mafia itu bekerja pada saat TKI tersandung kasus pembunuhan di negara itu. Sayangnya, dia tidak merinci lebih jauh lagi soal temuan pemerintah tersebut. "Informasi sudah ada, tetapi siapa orangnya belum," kata dia, saat ditemui di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 1 April 2014.

Mantan Ketua DPR RI itu berharap, kepolisian turut mengawasi praktik ini. Sebab, menurut Agung, jumlah diyat yang harus dibayarkan terus meningkat dengan jumlah angka yang tidak wajar.

Misalnya, pemerintah Indonesia hanya bersedia membayar uang diyat Rp12 miliar untuk Satinah--TKI yang terancam akan dipancung awal April tahun ini, setelah dinyatakan bersalah telah membunuh dan merampok majikannya di Arab Saudi--dari sebelumnya yang diminta keluarga korban sebesar 7,5 juta Riyal atau sekitar Rp21 miliar.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas, Ada Apa?

Apalagi, angka Rp21 miliar yang diminta keluarga korban sebenarnya sudah mengalami tiga kali penurunan. Awalnya, keluarga korban meminta 15 juta Riyal atau Rp45 miliar, kemudian turun menjadi 10 juta Riyal atau Rp30 miliar.

"Kok, tiba-tiba melonjak ke Rp26 miliar itu gimana, nanti lama-lama bisa melonjak sampai Rp100 miliar. Memang, di tengah-tengah itu ditengarai ada yang memanfaatkan," ujar Agung. (Baca selengkapnya )

Tak hanya Satinah, nasib serupa juga dialami . Salah satunya Siti Zainab, TKI asal Madura yang bekerja di Arab Saudi itu tengah menanti hukuman pancung.

Siti Zainab terancam hukuman mati sejak 1999. Setelah hampir 15 tahun dipenjara, keluarga korban bersedia memaafkan Siti Zainab, asalkan bersedia membayar diyat sebesar Rp90 miliar. Jumlah ini, jauh lebih besar dari nilai rata-rata diyat yang ditetapkan Arab Saudi yakni berkisar Rp1-2 miliar.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, saat dikonfirmasi soal adanya mafia diyat di Arab Saudi menolak berkomentar. Marty mengatakan bahwa proses negosiasi pemerintah RI terhadap keluarga masih terus dilakukan. Negosiasi itu dilakukan untuk mendapat keringanan hukuman Satinah.

"Saya tidak bisa menyatakan apapun juga yang bisa menganggu hasil kerja dari tim yang sedang berada di Saudi saat ini. Saya rasa, kita semua harus menahan diri, supaya hasilnya seoptimal mungkin," kata Marty.

Marty menegaskan, pihaknya tidak ingin mengatakan apakah benar ada mafia dalam kasus pembunuhan yang dilakukan TKI. Sebab, dikawatirkan isu tersebut akan mengganggu kinerja tim.

"Saya tidak akan menyatakan ada mafia, atau tidak ada mafia. Saya ingin upaya kita terkonsentrasi agar tim ini mencapai hasil yang optimal. Jadi, tidak akan ada pernyataan apapun yang bisa menganggu kinerja dari tim," tegasnya lagi.


Berlangsung Puluhan Tahun
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan bahwa sepak terjang mafia diyat telah berlangsung cukup lama. Menurutnya, pemerintah RI dan KBRI Arab Saudi telah lama mengetahui praktik mafia ini.

"Itu sudah puluhan tahun. Pemerintah dan KBRI di sana itu sudah tahu. Kebanyakan TKI kita mati juga karena itu (mafia diyat)," kata Anis kepada VIVAnews.

Anis menjelaskan, modus mafia diyat ini terjadi karena kasus hukum terhadap para TKI ini tidak pernah diselesaikan hingga tuntas. Bahkan, semuanya cenderung diselesaikan dengan cara permintaan maaf kepada keluarga korban dan membayar diyat.

"Menurut mereka, kan semuanya itu harus berdasarkan permintaan maaf keluarga. Nah, permintaan maaf ini ada mafianya," ujarnya.

Dalam kasus Satinah, Anis menegaskan, posisi Satinah saat itu bukan berencana membunuh majikannya. Tetapi, karena dalam keadaan membela diri, di saat yang sama dia mengalami kekerasan oleh majikannya. "Ini kan jelas, menutup ruang keadilan," tuturnya.

Lantas siapa mafia diyat yang dimaksud? Anis menduga, mafia diyat yang selama ini menghantui proses hukum para TKI ada kaitannya dengan perusahaan yang memberangkatkan para TKI itu. "PT-PT (perusahaan) itu kan ada datanya semua TKI," tegas Anis.


Trauma Darsem 

Sejauh ini, TKI yang berhasil lolos dari hukuman pancung di Arab Saudi adalah Darsem. TKI asal Subang, Jawa Barat itu lolos dari maut setelah uang diyat yang diminta ahli waris korban sebesar Rp4,7 miliar dipenuhi pemerintah RI.

Ironisnya, uang hasil sumbangan masyarakat yang dihimpun tvOne sebesar Rp1,2 miliar, justru digunakan Darsem untuk berfoya-foya dan hidup mewah. (Baca juga: )

Menkokesra Agung Laksono pun mewanti-wanti agar masyarakat jangan berlebihan dalam mengumpulkan uang saweran untuk Satinah. Kekhawatiran Agung beralasan. Dia takut, kasus seperti TKI Darsem terulang kembali.

"Jangan sampai sama dengan kasus Darsem, di mana masyarakat memandang uang itu agar dia bebas dari hukuman pancung, lalu kemudian malah mempertontonkan kemewahan. Saya kira ini mencederai kesetiakawanan sosial," kata Agung.

Untuk mencegah hal ini, Agung berharap, jika Satinah sudah bebas dengan uang yang diberikan pemerintah, dana yang sudah telanjur terkumpul dari masyarakat tidak diberikan kepada Satinah, melainkan dialokasikan untuk membantu TKI lainnya dengan kasus serupa.

"Kan, ada 200-an orang yang berpotensi terkena kasus seperti itu, sebaiknya di simpan untuk membantu TKI lainnya," imbaunya.

Meski begitu, Agung mengapresiasi animo masyarakat dalam mengumpulkan uang diyat bagi TKI Satinah agar terlepas dari hukuman pancung di Arab Saudi. "Kami apresiasi kalau ada orang yang membantu Satinah membayar uang diyat," tegasnya.

Sampai berita ini diturunkan, pemerintah RI belum memberikan penjelasan resmi terkait eksekusi mati terhadap TKI asal Ungaran, Jawa Tengah itu yang akan dilaksanakan pada lusa, Kamis 3 April 2014. Apakah Satinah selamat atau eksekusinya diundur lagi.

Catatan Migran Care, masih ada 39 WNI sekaligus Buruh Migran Indonesia (BMI) di Arab Saudi yang bernasib serupa dengan Satinah, menunggu eksekusi mati, dan 246 BMI di seluruh dunia yang menunggu eksekusi mati. (asp)

Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya