Mengapa Anak TK Tak Aman di Sekolah Mereka

JIS Jakarta Selatan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVAnews - Alih-alih rumah kedua, sekolah malah menjadi tempat paling menakutkan bagi anak, siswa pendidikan dini. Bak pagar makan tanaman.

Setidaknya inilah yang tergambar dari hasil survei yang dilakukan Indonesia Research Foundation yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Senin 20 April 2014. Menurut survei itu, 87 dari 100 siswa taman kanak-kanak (TK) rentan kekerasan. KPAI curiga, kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) yang menimpa AK (5), baru-baru ini, bukan kasus tunggal.

Menurut Komisioner KPAI Siswanto, bentuk kekerasan yang dialami anak di sekolah sangat variatif. Misalnya, anak mendapat bentakan, cubitan, makian, dan hukuman di depan kelas.

Polisi Bongkar Sifat Sopir Truk Ugal-ugalan yang Sebabkan Kecelakaan di GT Halim

Selain itu, pengelola sekolah, termasuk tenaga pengajar pun diduga mencoret anggota badan, mendiskreditkan, dan mematahkan semangat anak-anak. "Bahkan anak mengalami kekerasan seksual,” ujar Siswanto dalam pesan tertulis kepada VIVAnews.

Lebih nahas lagi, orangtua malah jarang menyadari kalau buah hatinya sudah menjadi korban kekerasan di sekolah karena informasi yang terbatas.

KPAI pun mendesak kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh untuk memastikan kurikulum TK berwawasan pengembangan karakter dan ramah anak. "Tidak boleh ada unsur-unsur kurikulum yang dapat berpotensi menghambat tumbuh kembang anak, apalagi berpotensi kekerasan, baik dengan alasan hukuman maupun pendisiplinan,” kata Siswanto.

Tak cukup dengan itu saja. KPAI juga menyoroti tenaga pengajar sekolah-sekolah di usia anak. Menurut KPAI, tenaga pendidik harus memiliki perspektif perlindungan anak serta memiliki dedikasi dan loyalitas yang berorientasi ramah anak.

β€œItu semua untuk memastikan lingkungan TK nyaman dan aman bagi anak, terbuka dengan orangtua dan masyarakat, serta tidak diskriminatif,” ujarnya.

Untuk memandu orangtua mencari sekolah untuk buah hati mereka, pemerhati anak Seto Mulyadi memberi sejumlah tips. Hal pertama yang harus diperhatikan orangtua saat memilih sekolah, kata dia, adalah kebersihan dan keamanan. Cermati kondisi sekolah dan lingkungan.

Kedua, lihat peraturan sekolahnya. "Jangan memilih sekolah yang membebaskan anak boleh melakukan apa saja. Anak hanya boleh dibebaskan jika kondisi sekolah aman," begitu nasihat Seto.

Aspek lain, menurut Seto, adalah tenaga pengajar karena merekalah yang bertanggung jawab saat anak berada di sekolah. Lihat pula apakah ada penanggung jawab saat anak pergi ke toilet atau melakukan aktivitas di luar kelas.

"Yang tak kalah penting adalah harus adanya komunikasi efektif antara orangtua dan pihak sekolah. Bisa dengan pertemuan teratur yang diadakan sebulan sekali misalnya," ucap pria yang akrab dipanggil Kak Seto itu.

Tak hanya itu, Seto menambahkan, orangtua pun wajib rutin berkomunikasi dengan buah hati mereka. Jangan hanya menanyakan soal prestasi akademik. Tanyakan mengenai hari-hari anak di sekolah, apakah mereka senang bersekolah di sekolah mereka.

"Biasakan mekanisme anak curhat dengan orangtua agar orangtua dapat mengamati perubahan sikap anak. Misalnya, yang tadinya baik-baik saja tiba-tiba sering mengigau saat tidur, sering mengompol, tidak berani ke toilet dan sebagainya," kata Seto.

Ia juga mengatakan bahwa sesibuk apapun orangtua, anak tetaplah tanggung jawab mereka dan orangtua pun harus mempunyai waktu mengobservasi anak-anak setiap harinya untuk melihat kondisi psikis dan fisik mereka. "Jangan karena merasa sudah menyekolahkan anak di sekolah yang mahal lalu orangtua lepas tangan," ucap Seto.

Puncak gunung es
Sorotan terhadap keselamatan anak di sekolah mencuat setelah ada kasus kekerasan seksual terhadap siswa JIS berinisial AK, beberapa waktu lalu. Meski termasuk sekolah elite, JIS ternyata tak mampu melindungi anak didiknya itu dari penjahat seks bernamaKedua petugas kebersihan itu mencabuli AK, berkali-kali

AK mengalami kekerasan seksual berkali-kali sejak 5 Maret 2014. Ibunda AK, P (40 tahun), mulai curiga ketika perilaku anaknya mulai berbeda. Selain kembali mengompol, AK kerap mengigau. Ia juga tak mau lagi tidur sendiri, selalu minta ditemani.

Kecurigaan P kian menjadi, saat ia menemukan memar berbentuk bulat di perut sebelah kanan anaknya. P kemudian memancing anaknya untuk bercerita. Akhirnya, 20 Maret 2014, AK mengatakan kepada ibunya, ada orang nakal di sekolah.

Kapolda juga telah memerintahkan penyidik agar fokus memproses kasus tersebut. P diketahui telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada 24 Maret 2014 lalu.

Kemendikbud juga sudah bergerak dengan menutup JIS per 21 April 2014. Setelah diusut, rupanya sekolah itu tak berizin menyelenggarakan pendidikan usia dini. Dirjen Paudni Kemendikbud Lydia Freyani menjelaskan, penutupan operasional TK tersebut berdasarkan rekomendasi dari Mendikbud M Nuh.

Menurut Lydia, ada alasan lain yang membuat pihaknya menutup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di sekolah bertaraf internasional itu.

"Selain tidak berizin, pengelola PAUD JIS juga dinilai lalai dalam melindungi anak didik. "Ini termasuk pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak. Selain itu JIS juga terkena pelanggaran UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003," kata Lydia.

Kemendikbud juga akan mengaudit JIS terkait pendidikan serta forensik di sekolah internasional tersebut. Dalam waktu dekat, Kemendikbud akan mengantarkan surat keputusan yang ditandatangani langsung oleh Dirjen Paudni.

Namun, orangtua AK merasa belum mendapat keadilan atas musibah yang melanda anaknya. Setelah melaporkan JIS ke polisi, mereka kemudian menyeret JIS ke meja hijau. "Gugatan perbuatan melawan hukum ini kami ajukan ke Yayasan Jakarta International School sebagai Tergugat I dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) sebagai Tergugat II," kata pengacara keluarga AK, OC Kaligis Kaligis saat ditemui di PN Jakarta Selatan.

Dia menjelaskan, gugatan tersebut diajukan bukan tanpa alasan. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Nomor 0348/0/1977, menyebutkan bahwa pemerintah memberi izin mendirikan dan menyelenggarakan sekolah internasional tingkat SD, SMP, SMA.

Dengan demikian, menurut dia, JIS tidak memiliki izin dari Kemendikbud, untuk mendirikan dan menyelenggarakan Sekolah Internasional Tingkat Pendidikan Anak Usia Dini. Bukan hanya itu, perwakilan Kemendikbud pun bahkan ditolak pengelola JIS saat akan meninjau beberapa waktu lalu.

"Dengan arogan dia (JIS) menolak dan alasan tidak ada izin dari kepala yayasan," katanya. Keluargapun menggugat JIS puluhan miliaran rupiah.

Minta maaf

Kepala Sekolah JIS Pondok Indah Timothy Carr menilai, pihak yang paling bertanggung jawab atas kejadian asusila itu adalah para tersangka. "(pertanggungjawaban) pihak sekolah atau guru tidak ada," kata Carr.

Meski begitu, dia meminta maaf karena tidak meminta rekomendasi terkait perizinan JIS dari pihak lain. Permintaan maafnya itu juga disampaikan untuk para orangtua di sekolah.

"Kami minta maaf kalau komunikasi ke orangtua tidak lengkap terkait kasus ini," kata dia.

Arema FC Langsung Tatap Laga Lawan PSS 

Terkait sekolah pimpinannya tak berizin, Carr mengaku hingga saat ini masih berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Kami sudah lakukan pertemuan dengan Dirjen Kemendikbud tadi pagi." (eh)

Gunung Marapi, Sumbar.

Gunung Marapi Kembali Erupsi, Terjadi Hujan Abu Vulkanik dan Ganggu Penerbangan

Aktivitas Gunung Marapi, di Sumatera Barat, kembali meningkat setelah sempat mereda. Pada Jumat, 29 Maret 2024 pukul 19.39 WIB. Bandara juga ikut terganggu akibat erupsi.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024