CEO Mayapada Group: Saya Mau Full Time Jadi Relawan

Tahir
Sumber :
  • VIVAnews/Alfin Tofler

VIVAnews - Chief Executive Officer (CEO) Mayapada Group, Dato Sri Tahir, menyambangi kantor redaksi VIVA.co.id, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Penampilannya tampak berwibawa dan rapi.

Tim Pengawal Anies Pamitan usai Pilpres 2024 Berakhir

Salah satu orang terkaya di Indonesia ini mengenakan kemaja putih dan jas berwarna biru. Kombinasi warna yang sangat baik. Senyum khasnya menghangatkan suasana ruangan itu.

Indonesia sangat beruntung memiliki warga negara sepertinya. Sebab, tidak hanya sukses di bisnis, Tahir juga dikenal sebagai filantropis (cinta kasih terhadap sesama manusia). Di bawah bendera Tahir Foundation, pria yang memiliki empat anak ini rutin melakukan kegiatan kemanusiaan.

Awal April lalu, Bill Gates, pendiri raksasa perusahaan teknologi, Microsoft, dan dinobatkan menjadi orang terkaya di dunia urutan pertama tahun ini, seperti dilansir Forbes datang ke Tanah Air.

Kedatangan Bill Gates bukan dalam rangka ekspansi bisnis, tetapi sebagai pemilik Bill & Melinda Gates Foundation. Ia ingin turut mendukung pembentukan yayasan yang berkonsentrasi pada perbaikan layanan kesehatan di Indonesia.

Dia melakukan pertemuan dengan sejumlah pengusaha Indonesia dan berkomitmen membentuk yayasan Indonesia Health Fund, yang merupakan kerja sama antara Tahir Foundation dengan Bill & Melinda Gates Foundation. Berikut, adalah petikan wawancara dengan Dato Sri Tahir.

Bagaimana cerita awal bekerja sama dengan Bill Gates dalam membantu masalah kesehatan Indonesia?
Tahun lalu, salah satu karyawan Bill Gates menemui saya dan menawarkan kerja sama untuk membantu masalah kesehatan di Indonesia. Setelah berunding, akhirnya disepakati 75 persen untuk Indonesia, sisanya 25 persen untuk polio di seluruh dunia. Indonesia kan, menjadi bagian dari polio juga.

Sebenarnya, polio eksis di tiga negara saja yakni Nigeria, Afganistan, dan Pakistan. Tetapi, kalau tidak dihapus dari bumi, setiap saat bisa kembali ke Indonesia.

Saat bertemu, Bill Gates mengatakan sudah bertemu dengan pengusaha sukses di Singapura dan mendapatkan US$5 juta.

Kemudian saya mengusulkan, bagaimana kalau Tahir Foundation mengeluarkan US$100 juta, Bill Gates juga US$100 juta, jadi totalnya US$200 juta atau setara Rp2,2 miliar.

Dua minggu kemudian, saya menerima surat dari Gates yang menjelaskan persetujuan untuk bekerja sama. Kami kemudian bertemu di Abu Dhabi, disaksikan Duta Besar Indonesia. Dana US$200 juta itu akan dibagi dalam lima tahun. Tanggal 4 April lalu, saya bertemu dengan istrinya, Melinda. Kami tanda tangan perjanjian lagi dan masing-masing mengeluarkan US$3,5 juta, sehingga total dananya menjadi US$207 juta.

Apa alasan Anda menggandeng Bill Gates?
Poin saya, Bill Gates ini orang besar. Saya sendiri melayani di sosial sudah 20 tahun di agama saya. Saya menjadikan anak didik, anak penjual susu kacang menjadi insinyur, dokter. Di pengobatan, saya membantu penderita kanker. Saya juga mendukung pendanaan dan mendampingi enam orang yang harus ganti ginjal.

Kalau tidak saya dampingi, dokter tidak begitu hormat dengan pasien itu. Dari enam orang itu, tiga orang masih hidup dan sisanya sudah meninggal. Tetapi, ini semau kan sporadis. Kita tidak perlu disiplin.

Kalau dalam Islam, ada infaq dan sedekah. Tentu itu kadang-kadang tidak harus tepat pada waktunya. Kedua, emosi kita juga bermain. Misalnya, hari ini situasi lagi tidak enak, tiba-tiba ada orang minta bantuan. Otomatis itu membuat kita tidak nyaman, mungkin saja ditunda.

Tetapi Bill Gates, dia tidak mendapatkan respons karena bantuan yang diberikan melalui pencegahan. Tidak ada yang berterima kasih ke dia dan tidak ada orang yang peduli. Tetapi, kalau di dunia ini tidak ada orang seperti dia, bagimana jadinya.

Orang-orang yang kerjanya di wilayah pencegahan ini, pasti jiwanya besar dan visioner sekali. Misalkan sekarang ada yang research mengenai mengurangi CO2. You mana mau terima kasih. Apa urusannya sama kita, biarkan sajalah mau CO2nya banyak, kiamat, atau apa.

Namun, dalam hidup ini harus ada orang yang kerja seperti itu. Orang-orang ini adalah pahlawan, tokoh. Mereka betul-betul memiliki kapasitas besar. Kalau tidak ada visi, tidak akan mungkin terpanggil. Saya kenal Bill Gates selama setahun dan saya kagum ada orang seperti ini. Saya juga terpanggil.

Kedua, filantropi ini butuh kedisiplinan karena ada schedule-nya. Ketiga, tidak ada yang menyatakan terima kasih. Tidak mudah untuk menjadi seperti ini, kalau tidak memiliki visi tidak akan bisa. Lebih baik membantu orang di pinggir jalan.

Misalnya istri saya, dia terima pakaian bekas dari orang orang kaya, dia kumpulkan, cuci, dijual dengan harga murah, dan uangnya diberikan untuk anak jalanan. Dia merasa puas, karena melihat ada anak yang dia bantu untuk sekolah.

Tetapi, sumbangsih kita di pencegahan bisa membuat dunia lebih tentram, nyaman, aman. Bill dan Melinda Gates Foundation adalah yayasan global yang sangat disiplin. Yayasan itu biasa menyalurkan bantuan, di audit. Setiap ada yang mengajukan rencana kerja, dia cek satu-satu.

Perasaan Shin Tae-yong Usai Timnas Indonesia U-23 Singkirkan Korea Selatan


Bagaimana mengetahui keefektifan sumbangan itu?
Efektif atau tidaknya dilihat dari angka kematiannya menurun atau tidak. Kalau tidak menurun, berarti ada masalah. Misalnya terkait penyakit TBC. Ini kan luar biasa, karena obatnya harus dimakan enam bulan. Kadang, pasien tidak disiplin, makan dua minggu sudah bosan.

Ini untuk yang pertama atau yang kesekian kali?
Bill Gates menganggap model Indonesia ini luar biasa. Dia mengatakan Indonesia dari dulu sering meminta bantuan macam-macam, tetapi hari ini ada putra Indonesia yang juga akan membantu. Jadi, Indonesia tidak mengulurkan tangan meminta untuk dibantu, tetapi bergandengan tangan.

Menurut Bill Gates, mekanisme seperti ini yang pertama di dunia. Dia akan mengenalkan skema seperti ini di seluruh dunia.

Kedua, ada global fund yang diinisiatori Kofi Annan, mantan Sekjen PBB dengan donatur terbesar adalah pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. Bill Gates menjadi penyumbang swasta terbesar. Sekarang, kami juga ikut. Makanya global fund itu appreciate sekali. Dan kebetulan tahun ini, Ketua Umum Global Fund adalah Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi.

Christian Bautista Bakal Tampil di Konser Westlife: The Hits Tour 2024


Bagaimana tanggapan Bill Gates?
Bill Gates suka cita sekali, apalagi kami berhasil mengumpulkan delapan pengusaha nasional. Filantropi harus kita galakkan, agar emosi kita tidak terlibat dalam kegiatan sosial ini.

Yang paling mengharukan adalah waktu Desi Anwar bertanya ke Bill Gates, "Bill Gates, kalau kamu meninggal suatu hari, Anda ingin dikenang sebagai apa?" Dia menjawab, tidak mau diingat. Dia hanya ingin, waktu meninggal nanti tidak ada lagi malaria, tidak ada lagi HIV, tidak ada lagi polio.

Orang superkaya ini sangat menginspirasi. Maka itu, kita promosikan Bill Gates, bukan karena punya uang, tetapi kualitas dari manusia ini luar biasa.


Bantuan untuk Indonesia akan difokuskan di mana?
Indonesia akan difokuskan di yang disebut ATM (AIDS, Tubercolosis, dan Malaria). Lalu, kami meminta tambah keluarga berencana (KB).

Kami tawarkan kontrasepsi yang suntik. Perempuan Indonesia mungkin malu dan terhalang agama. Dalam pikiran orang Asia, punya anak itu berkah dan tidak boleh ditolak. Tetapi, jangan lupa kalau terlalu banyak anak, pendidikan kurang, tidak bisa kasih makan itu justru lebih susah lagi.

Nah, untuk delapan perusahaan nasional itu ditambah satu lagi, demam berdarah. Total dari pengusaha nasional itu US$40 juta, Bill Gates US$40 juta. Kami tidak ikut kalau yang itu.

Bantuan Anda ada yang berbentuk fisik?
Kita lepas dari Bill Gates. Kami, Tahir Foundation, dua pekan lagi akan mengumumkan bahwa penderita kanker dengan usia di bawah 12 tahun, kami akan memberikan pengobatan gratis. Selama ini, saya sudah mengerjakan di Singapura. Bukan untuk orang Singapura, tetapi untuk orang Indonesia yang berobat di Singapura.

Begini ceritanya, jadi ada orang dibawa berobat ke Singapura. Dikasih kemo, diterapi, tahu-tahu meninggal terkena leukumia. Kalau anak kecil di bawah 12 tahun, kebanyakan berkaitan dengan darah. Misalnya, sumsumnya gagal dan tidak bisa produksi trombosit.

Kalau si anak meninggal, orang tuanya memiliki utang. Psikologisnya, jadi saya sudah kehilangan anak, masih punya utang juga. Biasanya, utang tidak dibayar atau kesulitan. Biaya transplantasi memang sangat mahal, mencapai US$300.000 atau Rp3,3 miliar.

Apa kendalanya?
Kendala program ini, kalau posisi pasiennya itu jauh di Indonesia bagian timur. Kami akan manfaatkan rumah sakit di sana. Sedang dipikirkan, kami hanya memasok obat kemonya atau bagaimana. Semoga bulan ini sudah bisa diluncurkan.

Fasilitas di RS Mayapada memang lengkap. Kalau yang dekat, bisa kami tampung semuanya.

Terkait dengan bisnis, apa rencana bisnis Anda tahun ini?
Mayapada dasarnya perbankan, media, dan asuransi. Tetapi kalau saya pribadi, saya mau keluar dari semua bisnis dan mau full time jadi relawan. Usia saya sekarang 62 tahun, artinya kalau matematik itu udah last part.

Jadi, kalau kita naik panggung dengan gagah, turunnya juga harus gagah. Jangan sampai turunnya dipaksa, apalagi dijorokin. Menyelesaikan hidup juga harus terhormat.

Terkait ekspansi, satu yang penting, saya tetap tidak percaya dengan konglomerasi, saya tidak percaya dengan holdings. Saya lebih percaya dengan sistem bisnis yang dianalisa berdasarkan tiga faktor.

Pertama, kemampuan keuangan. Kedua, sumber daya manusia yang bisa menangani. Dan, yang ketiga kira-kira dalam percaturan kompetisi, bagaimana ruang untuk tumbuhnya.

Misalnya, bisnis garmen. Indonesia sekarang sudah lemah, tergantikan negara-negara yang lebih miskin seperti Afganistan, dan Iran.

Bisnis itu harus bisa menjawab tiga pertanyaan tadi. Saya tidak kerja deal transaksi. Misalnya saya ditawari tanah, lalu bisa mendatangkan untung jika dibangun mal. Nanti, saya bajak orang untuk menggarapnya.

Saya tidak seperti itu. Itu jatuhnya seperti konglomerat pada tahun 1998. Saya tidak bisa bajak orang seenaknya. Saya itu membangun platform yang memenuhi tiga syarat itu dan bukan membuat deal.


Pengganti Anda nanti, Jonathan. Anak yang masih sangat muda. Bagaimana caranya memasukkan anak muda ke posisi Anda?

Jadi begini, saya bicarakan soal prinsip dulu. Saya pernah diminta khotbah, bagimana menjadi enterpreneur sukses. Manusia itu harus benar dulu, baru bisa menjalankan bisnis yang benar.

Saya ambil contoh, orang terkaya, tetapi dia dapatkan dari kasino. Kemudian, memberi bantuan dan membantu banyak orang. Mereka tidak berbicara masalah, berapa orang yang dia susahkan, berapa orang yang mereka buat berhutang karena kasino-kasinonya.

Dia ambil keuntungan lebih besar dari kesusahan orang, lalu dia berlagak Robinhood membantu orang miskin, membantu lembaga pendidikan. Itulah kenapa orang ini harus benar dulu.

Saya bina anak saya. Sebelum you masuk ke bisnis, you harus benar dulu, ini pertama. Manusia itu kalau sudah tidak benar bakalan susah.

Kedua, manusia itu problemnya sesuatu yang seharusnya tidak diberatkan, justru diberatkan. Yang ringan, malah diberatkan.

Satu lagi, harus dibedakan, mana tujuan hidup dan mana proses hidup. Misalnya, apa tujuan hidupmu? Menjadi Presiden. Itu salah, itu proses hidup. Tujuan hidup adalah bisa menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Kalau saya jadi Presiden, itu hanya alat yang saya gunakan untuk mencapai tujuan hidup itu.

Ketiga, saya selalu bilang manusia itu memiliki empat tingkatan. Tingkat paling rendah itu orang asing. Yang be yourself. Saya tidak setuju, artinya saya hidup ini bukan karena flavour.

Kenapa? Saya ambil contoh, saya punya anak perempuan nomor dua. Dari kecil ingin jadi sutradara. Tetapi saya larang. Setiap malam dia analisa film, dia nonton semua film. Menurut saya, dia seperti itu karena emosinya.

Kedua, hidup karena tangung jawab. Saya pernah miskin, pernah jatuh, pernah jualan kue bulan. Malu kan, itu menantunya Mochtar Riady kok jualan kue bulan. Tanggung jawab itu di atas hobby.

Ketiga, karena dia tanggung jawab, ia akan konsentrasi kerjanya, mulai outstanding di bidangnya, menjadi yang terbaik di bidang itu.

Dia menjadi terkenal karena rajin dan mendapatkan penemuan. Tetapi yang tertinggi, hidup itu karena visi, dia yakin sesuatu. Misalnya, 20 tahun yang akan datang saya akan menjadi ini.

Empat anak saya, saya didik tidak ada bau anak orang kaya. Saya didik biasa saja. Tidak ada yang sok-sokan anak orang kaya. Saya melihat nilai itu adalah segalanya.


Apa pembelajaran yang Anda ambil dari Mochtar Riady, selain sebagai mertua, beliau juga pendiri Lippo Group.
Dia orang hebat. Begini, manusia itu ada tiga umur. Pertama umur perjalanan, yang ada di catatan sipil. Kedua, umur biologi, saya umur 62 tahun, tetapi keadaan biologi saya 50 tahun, atau terbalik malah 70 tahun karena penyakit.

Ketiga, yang terpenting adalah umur psikologis. Anda menemukan tidak kalau orang tua umur 70 itu cerita sejarah, ceritanya selalu dulu. Dulu saya ini, dulu saya itu. Tetapi cerita sekarang loyo.

Seorang Mochtar Riady beda, dia bilang Lippo sepuluh tahun lagi akan begini. Dia itu selalu lupa, kalau besok saja mungkin dia sudah dipanggil. Kenapa? orang ini selalu lihat ke depan, dia ingin besok lebih baik dari hari ini.

Dia bilang, kalau jadi anak muda itu jangan cerita dulu. Bilang ke depan bakalan ngapain, berenang ke laut mana, dan ada suatu harapan apa di sana. Step-nya itu harus dari satu rupiah pertama. Dan, ini memengaruhi saya.

Kedua, hidup Pak Mochtar itu selalu lurus, jarang bercanda. Dia itu serius, dia bangun jam 5.30 olahraga. Pakaiannya rapi, tidak mewah, bicara pun tertata rapi.

Anda boleh catat ini, di seluruh orang keturunan, mungkin dia yang terbaik. Wawasan dia luas, dia mengerti semuanya, mulai dari nano teknologi, politik, kedokteran.

Tetapi, saya berterima kasih, sampai sekarang Pak Mochtar tidak pernah memberi saya sepeser pun. Tidak pernah saya dikasih uang cash, tidak pernah ada ini bisnis tolong diurus, pada kesempatan apapun.

Saya merasa terhormat, saya bisa mendapatkan kesempatan tumbuh. Tetapi saya akui, kalau saya bukan mantunya Pak Mochtar, mungkin saya juga tidak bisa tumbuh seperti ini. Jadi itulah ada dua sisi.

Ini adalah tahun pemilu, Bagaimana Anda melihatnya?
Begini, pejabat kita memiliki kebiasaan responsive, bukan proaktif. Misalnya macet. Macet dahulu, baru buat ini itu. Tidak bisa menganalisa 20 tahun lagi apa yang akan terjadi.

Contoh lain kebakaran hutan, itu kan terus terjadi setiap tahunnya berulang ulang. Kenapa tidak selesai juga? Kalau memang itu yang bakar konglomerat, ya ditangkap.

Kedua, menurut saya, setiap departemen harus dibuat efektif dan berfikir rencana kerja lima tahun. Kalau sudah disetujui, diperiksa, dan direalisasikan. Dibuat efisien dengan adanya target waktu.

Kemudian soal korupsi, itu bisa di-handle dengan tiga cara. Pertama, sistem diperbaiki. Kedua, media harus dibuka karena mereka yang mengontrol. Ketiga, kesejahteraan harus dibuka.

Makanya, saya tidak percaya korupsi bisa dibasmi di Tiongkok karena media tidak dibuka. Kita bersyukur ada KPK, karena bikin orang takut. Kalau dulu kan, tidak ada yang buat takut. Ada KPK, paling sedikit cukup menakutkan orang. Sudah banyak perbaikan.

Keempat, kita punya target ekonomi harus terfokus. Misalnya, sekarang ada empat pilar penting yakni petani, guru, nelayan, dan buruh. Bagaimana kita bisa berbuat untuk mereka.


Apa trigger bagi ekonomi Indonesia?
Kami memiliki list industri yang hebat-hebat. Tetapi, saat mau bangun pabrik yang besar, pinjamannya besar. Kemudian terjadi dua hal, bunga dan depresiasi tinggi yang akan menjadi cost, sehingga harga barang menjadi tinggi dan tidak bisa dijual.

Selain itu, free trade itu 10 tahun lalu itu sudah ditanda tangani, tetapi tidak pernah ada persiapan. Tahun ini akan dibuka, baru dikasih tahu. Karena orang kita itu sangat dimanja.

Tiongkok dulu mengirimkan warganya untuk bersekolah di luar negeri. Mereka tidak takut masyarakatnya tidak kembali. Pemimpin Tiongkok bilang, asal ada satu persen saja yang kembali, Tiongkok akan maju.

Sekarang terbukti, Tiongkok sudah maju, keturunan ketiga hingga keempat yang tidak bisa bahasa Tiongkok pun ingin kembali ke Tiongkok.


Tahir Foundation kemarin menyumbangkan bus ke DKI. Bagaimana ceritanya?

Saya waktu itu berbincang dengan Wakil Gubernur yang memiliki niat untuk mengganti bus-bus yang rusak. Untuk mengatasi macet memang harus menggunakan transportasi umum. Saya bilang, paling bagus pengusaha Indonesia kumpul dan patungan untuk menyumbang. Tahir Foundation memberikan 10 bus seharga Rp30 miliar-Rp40 miliar.

Terkait penobatan Anda oleh majalah Forbes sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Apa pendapat Anda?
Julukan Forbes atau pihak lain itu kan sifatnya honour. Yang mau saya ajarkan kepada diri saya adalah bangaimana menghadapi suatu kehormatan. Sebuah kehormatan itu melalui proses yang sulit, orang berjuang.

Dan, proses ini jarang orang mau tahu. Kehormatan itu harus dibarengi dengan tanggung jawab yang besar.

Selalu saya bilang sama orang, kalau kita dekat matahari akan terang, tetapi akan tetap ada bayangan hitam yang selalu ada. Itu artinya, kalau kita maju mungkin berikutnya akan ada humiliation (penghinaan).

Mungkin setelah kehormatan itu, ada yang memalukan. Da,n kita harus mawas diri. Suatu julukan ini saya anggap sebagai sesuatu yang biasa saja dan mudah-mudahan berguna untuk orang banyak dan masyarakat.

Saya bukan orang yang dekat dengan euforia, yang penting itu hari ini saya mau kerja apa, dan besok saya mau kerja apa.


Bisa cerita sedikit masa-masa sulit Anda dulu?
Orangtua saya penyewa becak. Bapak saya itu bagian menyetel ban, ibu saya bagian mengecatnya. Jadi, tiap hari orangtua terima setoran. Nah, terima setoran itu kan ada yang tidak setor. Suatu hari, ada yang tidak setor didatangi sama ibu saya, tetapi dilempar pake batu sampe bocor kepalanya. Itu proses hidup saya.

Saya waktu kecil itu orangnya minder, minder sekali, dan terkadang terbawa sampai hari ini. Itu terlihat dari mata orang miskin dipijak, ditekan, dihina. Itu sangat mengalir di darah saya.

Hari ini, saya lebih banyak mau tahu orang susah itu asalnya dari sana. Jadi, kalau saya lihat orang susah ditekan, entah itu saya kenal atau tidak, saya otomatis ingin membela. Karena, proses kecil itu sangat memengaruhi saya.

Secara tidak sengaja, saya mendengarkan obrolan orangtua saya, mereka dihina orang, sedang tidak punya uang. Jadi, dari mata dan kuping itu sangat membentuk saya. Saya dibentuk dari titik paling nol.


Kapan mulai mendirikan Mayapada?
Saat saya jatuh pada 1987-1989, saya mendirikan Mayapada. Saat itu, saya ke notaris, saya cari nama PT Perkasa. Tapi ternyata memang sudah ada, lalu PT Agung sudah dipakai orang. Saya tanya sama notaris, eh adanya Mayapada. Saya tanya itu artinya, menurutnya galaksi.

Lalu, saya menemukan filsafat. Bukan nama bawa hoki, tetapi hoki bawa nama. Artinya, bukan karena nama Mayapada saya bisa seperti ini, tetapi karena kerjanya bagus, sehingga Mayapada namanya jadi harum.

Awalnya, bisnis apa yang Anda digeluti?
Awalnya saya bisnis mobil. Agen saya dicabut, yang bayar kredit itu tidak bayar. Utang saya besar. Tetapi, akhirnya dengan usaha garmen saya mulai dari awal lagi. Saya akhirnya ditelepon Dirjen Perdagangan Dalam Negeri kala itu dan disuruh menambahi kekurangan ekspor.

Padahal, saya tidak kasih uang sepeser pun ke dia. Zaman itu sangat luar biasa dan saya jamin itu saya tidak dekat atau pun kasih uang ke Dirjen itu.

Jadi, orang Indonesia itu tidak terpisahkan dari saya. Sebab, saya hidup di Indonesia dan selama hidup saya selalu dibantu oleh orang-orang Indonesia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya