Peringatan BPOM: Cokelat dan Obat Ini Ilegal

Cokelat swiss
Sumber :
  • istockphoto
VIVAnews - Makanan mengandung unsur babi kembali menghentak publik. Setelah biskuit Bourbon Cookie, kali ini yang hangat diperbincangkan adalah dua produk cokelat dari merek terkenal, Cadbury.
Terkuak 5 Kejadian yang Terjadi di Dunia Dikaitkan Ketakutan soal Kiamat

Dua produk yang dihasilkan pabrik Cadbury di Malaysia, yang diduga beredar secara ilegal di Indonesia ini, terdeteksi mengandung unsur babi.
Geger Penemuan Fosil Ular Lebihi Ukuran T-rex, Begini Bentuknya

Dikutip dari
Jadwal SIM Keliling Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung Kamis 25 April 2024
Reuters , Kamis 29 Mei 2014, situs Nikkei Asian Review melaporkan, produsen cokelat Cadbury Malaysia, bagian dari Mondelez International Inc, pada Senin me- recall dua produk cokelat Cadbury Dairy Milk, yaitu Cadbury Milk Hazelnut dan Cadbury Dairy Milk Roast Almond setelah keduanya dinyatakan terdeteksi positif mengandung DNA babi ( porcine ).

Kandungan DNA babi tersebut ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan secara periodik untuk bahan-bahan non halal di produk makanan oleh Kementerian Kesehatan Malaysia. Situs tersebut memaparkan dua dari tiga sampel produk cokelat itu terdeteksi positif mengandung DNA babi.

Situs Nikkei Asian mengungkapkan, kedua produk tersebut yakni Cadbury Milk Hazelnut dan Cadbury Dairy Milk Roast Almond.

Menurut situs itu, Cadbury Malaysia mengatakan akan mereview penuh rantai pasokan produk cokelatnya untuk memastikan produknya memenuhi standar halal. Namun, pemerintah Malaysia akan memeriksa semua produk Cadbury Malaysia.

Sayangnya, Cadbury Malaysia tidak bersedia memberikan tanggapan terkait apa yang diberitakan di situs Nikkei Asian.

Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak tinggal diam. BPOM menegaskan, pihaknya menjamin keamanan, mutu, gizi, dan kebenaran label produk pangan yang beredar di Indonesia dengan diterbitkannya nomor izin edar produk pangan yang bersangkutan, yang diawali dengan kode MD untuk produk dalam negeri dan ML untuk produk luar negeri.

Terkait produk cokelat yang hangat dibicarakan, BPOM telah melakukan penelusuran, dan terbukti salah satu cokelat Cadbury Daily Milk, yakni Cadbury Milk Hazelnut dengan nomor batch 200813M01H asal Malaysia, yang diduga terdeteksi mengandung DNA babi (porcine), adalah produk ilegal.

Dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Kamis 29 Mei 2014, Cadbury Milk Hazelnut, tidak terdaftar di BPOM. 

Rilis tersebut menjelaskan, sampai saat ini belum ada surat keterangan impor (SKI) yang diterbitkan oleh Badan POM terkait kedua produk tersebut. Apabila kedua produk itu ditemukan di pasaran, maka itu adalah produk ilegal.

"Saat ini, Badan POM melakukan pengawasan intensif untuk memastikan produk ilegal tersebut tidak beredar di Indonesia," demikian seperti dikutip dalam keterangan pers itu.

Sementara itu, cokelat Cadbury Daily Milk jenis lainnya, yakni Cadbury Dairy Milk Roast Almond dengan nomor batch 221013NORI1, berdasarkan data yang ada di Badan POM, tidak memiliki sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dalam rilis itu disebutkan, Cadbury Dairy Milk Roast Almond terdaftar di BPOM dengan nomor izin edar BPOM RI ML 841601105136, dengan komposisi gula, susu bubuk, lemak cokelat, kacang almond, coklat massa, lemak nabati, pengemulsi nabati dan perisa cokelat.

BPOM juga menanggapi pemberitaan adanya kandungan babi pada produk Bourbon asal Jepang. BPOM memastikan penarikan oleh distributor serta mengawasi lebih intensif produk Bourbon di pasaran karena kemasan produk itu tidak sesuai dengan yang disetujui BPOM dan diduga mengandung babi.

Seperti diketahui, produk tersebut beredar di sejumlah supermarket di Tanah Air tanpa mencantumkan komposisi dalam bahasa Indonesia, sehingga tidak akan diketahui bahwa produk tersebut mengandung babi. 

Dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, BPOM telah melakukan penelusuran terhadap produk Bourbon yang dimaksud. Produk yang diduga mengandung babi itu sebenarnya adalah keripik kentang, bukan biskuit seperti yang diberitakan.

Berdasarkan data yang ada di Badan POM, produk keripik kentang tersebut terdaftar dengan merek dagang Bourbon (petit consomme potato) yang merupakan produksi Bourbon Corporation dengan nomor izin edar BPOM RI ML 25503035123.

Adapun komposisi produk yang disetujui Badan POM adalah kentang kering, minyak sayur, garam, bubuk bawang, protein hydrolysat, dekstrin, natrium glutamate, dan pengemulsi lesitin kedelai.

BPOM melakukan pendalaman kasus untuk menetapkan sanksi administratif berupa pencabutan izin edar, serta akan menindaklanjuti kasus tersebut secara pro-justitia apabila telah terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Obat Dekstrometorfan

Tak cuma makanan, pada kasus lain, BPOM meminta industri farmasi mematuhi Keputusan Kepala Badan POM No HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal. Sesuai ketentuan, pihak industri masih diizinkan menggunakannya hingga 30 Juni 2014.
 
"Setelah batas waktu tersebut, obat mengandung Dekstrometorfan tunggal dinyatakan sebagai obat ilegal dan harus dimusnahkan dengan disaksikan petugas Balai Besar Balai POM setempat," kata Kepala Biro Hukum dan Humas BPOM, Budi Djanu Purwanto.
 
Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM tentang Pembatalan NIE (Nomor Izin Edar) obat mengandung Dekstrometorfan Tunggal dan Karisoprodol, Badan POM meminta kepada industri farmasi yang memiliki NIE dekstrometorfan tunggal untuk secara berkala tiap bulan melaporkan jumlah bahan baku, bahan pengemas, dan obat jadi termasuk sediaan kombinasi (jika ada) paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya kepada Kepala Badan POM.  

Menurut Budi, jumlah bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi obat yang mengandung Dekstrometorfan sediaan tunggal, serta hasil penarikan dan pemusnahan dilaporkan selambat-lambatnya 30 Juni 2014 kepada Badan POM.
 
Dia mengaku bahwa Gabungan Perusahaan Farmasi dan  International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), melalui beberapa anggotanya pernah meminta Badan POM untuk meninjau kembali pembatalan izin edar tersebut.
 
"Mereka menyatakan bahwa pemberian NIE oleh BPOM sudah melalui mekanisme dan kajian terhadap keamanan, khasiat, dan efeknya, sehingga apabila terjadi penyalahgunaan obat, langkah yang diambil seharusnya bukan pencabutan izin edar tapi pengawasannya yang lebih ketat," katanya.
 
Selain itu, kata Budi, banyaknya tanggapan produsen karena industri farmasi sudah ditetapkan sebagai pemenang tender pengadaan e-catalog tahun 2013, sehingga akan menimbulkan kerugian yang sangat besar jika penarikan dilakukan dalam waktu yang sangat sempit.
 
Namun, menurut dia, pihak BPOM tetap konsisten menjalankan kebijakan tersebut, mengingat beberapa tahun terakhir, kasus penyalahgunaan dekstrometorfan di masyarakat semakin meningkat dan mencapai kondisi yang mengkhawatirkan serta memprihatinkan.
 
"Kasus penyalahgunaan dekstrometorfan hampir terjadi di seluruh wilayah Tanah Air, bahkan di wilayah Jawa Barat, status penyalahgunaan dekstrometorfan sudah mencapai tingkat KLB (Kejadian Luar Biasa), di mana pemakaian narkoba di wilayah ini sudah bergeser dari shabu, putaw, ekstasi, ganja, valium, dan metadon ke dekstrometorfan tablet," jelasnya.

Apalagi, katanya, penyalahguna tertinggi obat ini adalah para remaja/pelajar mulai dari usia sekolah menengah atas bahkan usia sekolah dasar. Situasi ini sangat memprihatinkan.
 
Obat mengandung Dekstrometorfan tunggal dalam dosis yang ditetapkan dapat memberikan efek terapi, namun penggunaan dalam dosis tinggi menimbulkan efek euforia dan halusinasi penglihatan maupun pendengaran.

Intoksikasi atau overdosis Dekstrometorfan dapat menyebabkan hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian.
 
Badan POM, tambah Budi, melakukan pengkajian dan pembahasan sejak 2011 dengan narasumber dan lintas sektor terkait untuk mengeluarkan rekomendasi tindak lanjut terkait permasalahan ini. 

"Pada Juni 2013, ditetapkan bahwa tindak lanjut dari pelanggaran tersebut adalah pembatalan persetujuan NIE obat mengandung Dekstrometorfan Tunggal," ujar Budi. (umi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya