Gaya Koboi Ahok Mengusir Pedagang Kaki Lima

PKL di Monas
Sumber :
  • VIVAnews/Fajar Ginanjar Mukti

VIVAnews - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta nyaris putus asa mengurus pedagang kaki lima yang kian menjamur. Mereka tak hanya memenuhi tempat-tempat umum, tapi juga menyesaki ruang publik. PKL menjadi salah satu biang kemacetan di Ibu Kota. Berkali-kali ditertibkan tak kapok, mereka tetap nekat menjajakan barang dagangannya di sepanjang jalan.

Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan  Pemprov DKI sudah berupaya keras membuat tempat yang nyaman
agar pedagang tidak berjualan di jalan. Namun, nyatanya langkah itu tak membuahkan hasil.

Ahok, sapaan Akrab Basuki menyebut salah satu hambatan, adanya mafia yang bermain. Mereka biasanya mendirikan kios-kios ilegal di depan pasar milik pemerintah. Sehingga pedagang yang berjualan di kios milik Pemprov tidak laku.

Kendala lainnya adalah aparat yang kerap menarik setoran dari PKL. Dia menuding ada petugas Satpol PP yang melakukan penertiban, justru meminta bayaran kepada pedagang dan mengizinkannya berjualan.

Salah satu lokasi semrawut akibat ulah PKL yaitu kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Padahal ikon Jakarta itu lokasinya berdekatan dengan Balai Kota DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan.

Kematiannya Dianggap Tak Wajar, Makam Seorang Pria di Garut Dibongkar

Ahok mengaku akan menggunakan strategi yang lebih tegas. Dia  menyebut strateginya ini dengan istilah 'cara koboi'. "Saya menganggap PKL ini sudah out of the rule. Kami juga pakai cara koboi saja untuk mengatasi mereka. Kayak di film-film Godfather, Chicago gitu," ujar Ahok saat ditemui di kantornya Balai Kota Jakarta, Rabu, 11 Juni 2014.

Dengan cara ini, Satpol PP tidak lagi terang-terangan melakukan razia. Petugas akan mengintai lalu menciduk satu per satu PKL itu. Saat bertugas, Satpol PP hanya dibekali mobil kecil untuk memantau dari jauh.

Begitu pedagang membuka lapaknya, mereka langsung diangkut, dan barang-barangnya dinaikkan ke truk. "Kami bikin kamu kacau saja sudah. Kami teror Anda kalau cara jualannya seperti ini terus," ujar dia.

Selanjutnya, para PKL itu akan dijerat dengan tuduhan melanggar tindak pidana ringan (tipiring). Guna memberi efek jera, nantinya denda dikenakan atas setiap barang yang mereka jual di lapak.

"Misalkan jual 12 teh botol, tiap botol dikenakan tipiring satu lembar. Jadi seolah-olah ada 12 kasus. Kalau hakim putuskan satu kasus Rp100 ribu, ya berarti dia harus bayar Rp1,2 juta," ucap dia.

Hukuman seperti ini diterapkan, cara-cara yang digunakan sebelumnya masih berdasar atas belas kasihan. Akibatnya, para PKL itu tidak jera dan terus menerus mengulang kesalahannya.

Menurut Ahok, hakim yang menyidangkan perkara PKL seringkali hanya memberikan sanksi minimum sehingga tidak memberikan efek jera. "Saya pernah minta mereka terapkan denda maksimal Rp500 ribu biar orang kapok, tapi hakim putuskan Rp75 ribu. Ini seperti manjain anak. Rusak negara kita kalau kayak gini terus," katanya. Yang penting, lanjut dia, cara ini tidak sampai mengundang anarkis apalagi melanggar HAM.

Pecat satpam internal

Tidak hanya PKL, tindakan tegas juga akan diterapkan terhadap petugas keamanan yang dianggap lalai. Ia mengancam akan memecat satpam yang bekerja di Unit Pelaksana Teknis Monas karena dianggap tidak bisa menjaga ketertiban.

Kata dia, setiap malam mereka memasukkan 3.000 sampai 5.000 motor serta gerobak PKL. "Kemarin sudah saya ancam, saya pecat kalian semua nih," ujarnya. Ahok menganggap para satpam itu tidak serius dalam menegakkan hukum, dan bekerja sebatas gertak.

Agar benar-benar bersih dari PKL, pengunjung Monas ikut dijerat hukum. Warga yang tertangkap basah membeli barang PKL diancam sanksi pidana dua bulan kurungan dan denda Rp20 juta.

Setiap pengunjung yang datang langsung diberi surat edaran soal peraturan yang dibuat pengelola Monas. Spanduk peringatan juga dipasang di beberapa sudut Monas.

Jika ingin berbelanja, pengunjung boleh mendatangi PKL yang dikelompokkan di area parkir. Meski sudah seserius itu, masih saja ada PKL yang nekat berjualan di dalam area Monas, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Pengunjung pun masih ada yang berani membeli dari PKL.

Selain menambah kesemrawutan, keberadaan PKL juga dinilai telah mengurangi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. Atas dasar itulah Pemprov DKI juga bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemungutan pajak terhadap PKL. "Pajaknya juga akan kami kejar. Kami juga sedang bikin MoU dengan Dirjen Pajak," ujarnya.

Cara ini jauh lebih efektif dilakukan untuk menyelamatkan PAD DKI Jakarta yang hilang dari PKL liar. Selama ini, para PKL liar telah terbiasa membayar pungli kepada preman ataupun oknum-oknum aparat pemerintahan.

"Dia bayar preman saja Rp100 ribu per hari. Di Tanah Abang malah bisa lebih dari 100 ribu per hari. Jutaan kalau mau Lebaran, mereka menyewakan tempat itu. Nanti enggak boleh lagi bayar ke preman, bayar ke oknum kelurahan, kecamatan, satpol PP, RT/RW," kata dia.

Selanjutnya, agar pengelolaan dan pemasukan pajak dari PKL-PKL tersebut lebih terkontrol, maka sebelum melepas para PKL itu untuk berjualan kembali secara resmi, Pemerintah Provinsi DKI akan mendata terlebih dahulu, kemudian melakukan pendebetan secara otomatis atas pajak dan biaya berjualan mereka setiap bulannya melalui rekening bank yang dibuat oleh mereka.

"Nanti pedagang-pedagang yang ada di trotoar, taman-taman itu akan kami izinkan. Tapi dibatasi siapa yang boleh berjualannya. Mereka kami minta buka rekening Bank DKI, tentu didebet bayar. Langsung didebet otomatis nanti. Jadi tidak ada lagi bayar-bayar ke oknum," ujarnya.

Omzet Rp13 juta sebulan

Kenapa pedagang begitu ngotot berjualan di Monas? Apa tidak ada tempat lain yang lebih menjanjikan? Ibu Ida (47), pedagang pakaian mengaku senang berjualan di sana karena ramai pembeli.

Sebelumnya dia menjajakan barang dagangannya di Lapangan IRTI Monas. Itu merupakan tempat berjualan resmi yang disediakan oleh Pemerintah DKI. "Tapi tidak ramai. Tempatnya nyempil," kata Ida kepada VIVAnews.

Jika datang ke Jakarta, kata Ida, warga dari berbagai daerah selalu mengunjungi Monas. "Yang dari Singapura, Malaysia, Belanda juga. Suka saya tanya, 'where are you come from sir?' Bisalah saya bahasa Inggris sedikit-sedikit."

Ida mengaku sudah enam bulan berdagang di Monas. Tadinya dia hanya ibu rumah tangga yang mengasuh empat orang anak. Karena kebutuhan semakin banyak, akhirnya Ida ikut suami berjualan. Dalam sehari, hasil penjualan Ida bisa mencapai Rp500 ribu. "Bisa dapat Rp10 juta-Rp13 juta sebulan. Tapi tidak tentu," ujar Ida.

Anehnya, Ida tidak pernah merasa dilarang petugas selama berjualan di Monas. Katanya, Satpol PP juga membiarkannya masuk. Pedagang dibiarkan bebas berjualan selama memberi uang rokok kepada Satpol PP. "Ya kita kalau tidak ada uang rokok ke mereka tidak bisa jualan di sini," ucapnya.

Erdogan: Selama Masih Hidup, Saya Akan Terus Bela Perjuangan Palestina

Dan bila mau ada razia, Ida selalu mendapatkan informasi sehari sebelumnya dari sesama pedagang. "Kami kalau bayar-bayar gitu paling ke ketua pedagangnya saja. Kita juga bayar Rp25.000 seminggu. Buat listrik, buat kebersihan."

Karena itulah, begitu mendengar rencana Pemprov yang akan menciduk para pedagang liar, Ida khawatir. Dia cemas karena berjualan merupakan satu-satunya sumber penghasilan keluarga.

"Janganlah Pak. Kita semua jualan di sini untuk makan. Anak-anak sekolah juga dari sini. Monas ini ramainya sama kita. Sepi nanti kalau tak ada PKL jualan," kata Ida meringis.

"Bilangin sama Ahok, sama pejabat. Punya toleransi lah sama rakyat kecil. Jangan gitu dong. Buat buka puasa nanti kita bagaimana." Sebagai solusinya, Ida berjanji akan menjaga kebersihan Monas selama berdagang. (umi)

Asal-usul Pelat Dinas TNI Palsu Fortuner Pengemudi Arogan yang Ngaku Adik Jenderal
Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari menunjukkan bangkai rudal Iran

Klaim Tangkis 99 Persen Serangan Rudal dan Drone Iran, Pakar Militer Sebut Israel Halu

Pakar militer Israel, Or Fialkov, pada Rabu setempat mengatakan bahwa bahwa pihak berwenang Tel Aviv memberikan informasi palsu soal serangan Iran.

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024