Waspada Ancaman Teror di Tengah Panasnya Pilpres

Ilustrasi/Polisi bersiaga
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
VIVAnews – Kabar penggerebekan terduga teroris mencuri perhatian publik, yang tengah larut dalam musim kampanye Pemilihan Presiden 2014. Polisi, melalui Detasemen Khusus Anti Teror, menangkap Mury alias Donal pada Selasa sore, 24 Juni 2014. Dia dicurigai merencanakan penyerangan dan pembakaran sejumlah pos polisi di Depok dan Jakarta.
Terkuak 5 Kejadian yang Terjadi di Dunia Dikaitkan Ketakutan soal Kiamat

Polisi tidak mau kecolongan saat tengah sibuk mengamankan musim Pemilu. Menurut Kepala Kepolisian RI, Jenderal Sutarman, berdasarkan hasil pemeriksaan, terduga teroris itu mengira konsentrasi polisi sedang terkuras mengurusi pengamanan Pemilu. "Mereka tentu akan beraksi saat kami lengah," ujar Sutarman saat ditemui di STIK, Jakarta, Rabu 25 Juni 2014.
Geger Penemuan Fosil Ular Lebihi Ukuran T-rex, Begini Bentuknya

Aparat gabungan dari Tim Detasemen Khusus 88 dan Mabes Polri menangkap Akbar alias Mury alias Donal di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, Selasa sore 24 Juni 2014. 
Jadwal SIM Keliling Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung Kamis 25 April 2024

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, melalui pesan singkat kepada VIVAnews, mengungkapkan alasan penangkapannya. "Telah merencanakan aksi teror dengan akan melakukan pembakaran terhadap Pos Polisi di Depok dan DKI Jakarta." 

Terduga teroris Akbar alias Muri alias Donal, lanjut Boy, tergabung dalam kelompok Syariatul Irhab pimpinan Arif Budi Setyawan al Arif Tuban. Arif telah ditangkap pada 19 Juni lalu di Jati Padang, Jakarta Selatan.

Kronologi

Sore itu, 12 anggota Detasemen Khusus Anti Teror Mabes Polri bergerak ke kawasan Cipayung, Jakarta Timur. Mereka mendatangi sebuah rumah dan menangkap penghuninya bernama Akbar alias Muri alias Donal yang diduga sebagai anggota jaringan teroris.

"Penangkapannya berlangsung pukul 17.45 WIB, orang yang diduga teroris yaitu atas nama Akbar alias Muri alias Donal, seorang pegawai swasta," ujar Rikwanto.

Dari kediaman pria 28 tahun itu, polisi membawa sejumlah barang bukti antara lain, senjata yang sudah dirakit menjadi munisi, laptop dua buah, pipa paralon yang sudah dirakit, senapan angin, dan buku ajaran ”jihad” dan Tasaud.

"Pelaku yang diduga teroris beserta barang bukti sudah diamankan ke kantor Mabes Polri untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto.

Polisi kemudian memasang garis kuning atau police line di depan rumah tersebut.

Keributan yang pecah di rumah yang terletak  di RT 11 RW 05 Nomor 55 Kelurahan Munjul itu mengundang warga spontan mengerumuni. Tak berapa lama, tempat itu dipadati warga hingga malam harinya.

"Penangkapan mulai jam 16.30 sampai jam 18.00. Setelah selesai penangkapan dalam rumah ini masih ada istri dan anaknya," ujar Ketua RT 11 Cecep Saefullah.

Lampu di rumah tersebut dimatikan dari dalam. Sehingga tampak gelap dan warga sekitar tidak dapat berkomunikasi dengan istri dan anak Akbar. ”Belum ada warga yang menyambangi, karena tadi kita mau masuk pun yang bersangkutan tidak mau menerima. Mungkin masih takut," tuturnya.

Rencana Teror

Polisi menuduh Akbar bersama jaringannya merencanakan aksi teror di Depok, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. "Telah merencanakan aksi teror dengan akan melakukan pembakaran terhadap Pos Polisi di Depok dan DKI Jakarta," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar, dalam pesan singkat yang diterima VIVAnews.

Boy mengungkap, terduga teroris Akbar alias Muri alias Donal, tergabung dalam kelompok Syariatul Irhab pimpinan Arif Budi Setyawan al Arif Tuban. Yang bersangkutan, menurut dia, telah ditangkap pada 19 Juni lalu di kawasan Jati Padang, Jakarta Selatan.

Ihwal motif itu juga disampaikan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutarman bahwa keduanya berencana membakar dan menyerang sejumlah pos polisi dan polsek di wilayah Depok dan Jakarta.

Sutarman mengungkapkan, dua orang terduga teroris itu adalah jaringan Mujahidin Indonesia Timur. ”Pembakaran dan penyerangan itu perintah Santoso untuk segera melakukan amaliyah," kata Sutarman.

Santoso merupakan pimpinan dari kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur. Ia adalah buronan Densus 88. Tokoh kelompok ekstrimis ini diduga terlibat dalam sejumlah kasus teror di kawasan timur Indonesia.

Jaringan Santoso

Nama Santoso mencuat setelah Densus 88 menangkap tersangka teroris bernama Atok Margono di Pasar Sentral Poso, Sulawesi Tengah, pada 30 Desember 2013 lalu. Atok merupakan buronan Densus 88 yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO) terduga teroris.

Atok diduga merupakan jaringan kelompok teroris Santoso dan diduga kuat terlibat dalam aksi bom bunuh diri di Poso beberapa waktu sebelumnya. Selain itu, Atok juga melakukan aksi penembakan terhadap warga di Poso yang meninggal dunia bernama Noldi.

Dalam catatan kriminal polisi, Atok juga pernah melakukan tindak kriminal yakni pencurian sepeda motor. Aksi itu dilakukan untuk fa'i atau pendanaan kegiatan teror kelompoknya.
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman pada 2 Januari menyatakan bahwa pentolan teroris Mujahidin Indonesia Timur yakni Santoso masih berada di Poso, Sulawesi Tengah. Tim Datasemen Khusus 88 Antiteror Polri hingga saat ini masih memburu orang yang diduga terlibat dalam beberapa aksi teror bom dan penembakan di beberapa tempat.

"Santoso sekarang ada di Poso," kata Sutarman di Jakarta.

Sutarman mengaku cukup sulit untuk menangkap pria yang diduga aktor sejumlah aksi teror di Indonesia itu. Karena lokasi tempat pelarian Santoso di wilayah Poso memang cukup berat dilalui. "Kendalanya memang medannya cukup berat," ujarnya. 

Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri itu menambahkan, untuk menangkap orang dekat Abu Roban ini, Polri akan bekerjasama dengan TNI yang biasa latihan militer di Poso.

"Kami telah bekerjasama dengan TNI, jadi areal itu juga sudah digunakan untuk latihan militer. Tujuannya agar mampu untuk menyisir daerah-daerah yang bisa ditemukan bahan peledak karena dikubur di hutan," katanya.

Menurut Sutarman, kelompok Santoso ini memang kerap memilih hutan sebagai tempat persembunyian. "Tempat yang mereka gunakan ada yang lari ke Bima, Jawa, dan Aceh," kata dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya