Demokrasi di Indonesia: Aceh Tertinggi, Lampung Terendah

Warna-warni atribut kampanye Pemilu 2014
Sumber :
  • ANTARA/Irwansyah Putra

VIVAnews - Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2013, Jumat 4 Juli 2014. Dari hasil penghitungan indeks, demokrasi di Indonesia tahun 2013 mengalami peningkatan dari tahun 2012. IDI nasional tahun 2013 sebesar 63,68 dari skala 0-100, naik 1,05 poin dibandingkan tahun 2012 sebesar 62,63.

"Meski mengalami peningkatan, tingkat demokrasi Indonesia masih tetap berada pada kategori sedang," kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta.

BPS menggambarkan capaian tingkat demokrasi dalam IDI dengan skala 0-100. Dimana 0 adalah tingkat terendah dan 100 adalah tingkat tertinggi. Kemudian dari skala 0-100 dibagi ke dalam tiga kategori tingkat demokrasi, yakni 'baik' (di atas indeks 80), 'sedang' (indeks 60-80), dan 'buruk' (di bawah indeks 60).

Angka IDI 2013 merupakan indeks komposit yang disusun dari skor yang merujuk pada tiga aspek, yakni aspek kebebasan sipil terdiri dari variabel kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, kebebasan dari diskriminasi dengan rata-rata nasional 79,00, angka tersebut naik jika dibandingkan tahun 2012 sebesar 77,94.

Aspek hak-hak politik terdiri dari variabel hak memilih dan dipilih, partisipasi politik dalam pengambilan keputusan pengawasan pemerintah dengan rata-rata nasional 46,25, angka tersebut turun dibandingkan tahun 2012 sebesar 46,33.

Dan, aspek lembaga demokrasi terdiri dari variabel pemilu yang bebas dan adil, peran DPRD, peran partai politik peran birokrasi pemerintah daerah, peradilan yang independen dengan rata-rata nasional 72,11, angka tersebut naik bila dibandingkan tahun 2012 sebesar 69,28.

Suryamin mengatakan, angka dalam IDI tahun 2013 menunjukkan Indonesia saat ini berada dalam transisi demokrasi pasca reformasi. Di mana, hak kebebasan sipil dan lembaga demokrasi mengalami peningkatan. Namun di sisi lain, nilai indeks hak-hak politik cenderung tidak mengalami peningkatan, bahkan masuk kategori buruk.

"Dari data IDI 2013 diperoleh informasi pada aspek hak-hak politik masih terdapat kecenderungan penyampaian aspirasi dalam bentuk demonstrasi dengan cara kekerasan, seperti merusak, memblokir, membakar dan melakukan penyegelan kantor-kantor pemerintah," paparnya.

Dari aspek kebebasan sipil, Suryamin mengakui jika aspek ini selalu mendapatkan angka paling tinggi. Kondisi ini menunjukkan semakin rendahnya hambatan kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan berpendapat sampai kebebasan dari diskriminasi.

Aspek lembaga demokrasi juga ikut mengalami peningkatan. Namun harus diakui sejumlah persoalan masih banyak ditemui, di antaranya keputusan hakim yang kontroversial, penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi, dan tidak adanya inisiatif DPRD dalam menyusun dan mengajukan perda, serta kurangnya rekomendasi DPRD kepada eksekutif.

"Oleh karena itu, indikator tersebut memerlukan perhatian khusus agar nilainya dapat membaik," ujar Suryamin.

Dalam pengukuran IDI tahun 2013 ini, BPS melibatkan stakeholder lain seperti Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri, United Nations Development Programme (UNDP) dan para tim ahli.

Pengolahan data indeks demokrasi ini berdasarkan coding data dari berita koran 33 provinsi, coding data kementerian dan dokumen Pemda, informasi lain dari LSM dan tokoh masyarakat.

Aceh Tertinggi

Terkait perkembangan IDI berdasarkan aspek dan provinsi pada tahun 2012-2013, terdapat 15 provinsi yang IDI-nya mengalami kenaikan indeks, sedangkan 18 provinsi turun. "Provinsi yang naik tertinggi itu Aceh, Jawa Barat, dan Gorontalo. Sedangkan indeks yang turun itu Lampung, Sumatera Barat, dan DKI Jakarta," kata Suryamin.

Tiga provinsi yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya pertama, provinsi Aceh yang naik 9,54 poin dari 54,02 pada 2012 , menjadi 63,56 pada 2013.

Kedua, Jawa Barat mengalami peningkatan 8,13 poin dari 57,05 pada 2012 menjadi 65,18 pada 2013. Ketiga, Gorontalo yang indeksnya juga mengalami peningkatan dari 59,87 pada 2012 menjadi 67,21 pada 2013 atau naik 7,84 poin.

Di lain sisi pada 2013 terdapat 18 provinsi yang mengalami perubahan indeks menjadi lebih rendah, di antaranya terjadi pada provinsi Lampung yang turun 9,13 poin dari 72,26 menjadi 63,13 Sumatera Barat turun 6,17 poin dari 60,82 menjadi 54,11 dan DKI Jakarta turun 6,54 poin dari 77,72 menjadi 71,18.

Sejak dirilis pada 2009, IDI mengalami pola fluktuatif dan cenderung menurun selama lima tahun. Dia menyebutkan, indeks 2009 67,3, lalu 2010 tercatat 63,17. Pada tahun 2011 indeks naik tipis jadi 65,48, kemudian 2012 indeksnya turun jadi 62,63, dan 2013 naik lagi jadi 63,68.

"Pola fluktuatif IDI dengan tendensi menurun selama lima tahun sejak 2009 menandakan belum matangnya perilaku dan sikap masyarakat serta pelaku politik dalam berdemokrasi," ucapnya. Dia menambahkan pemerintah dan masyarakat perlu berperan untuk meningkatkan level IDI, agar demokrasi di Indonesia menjadi semakin baik.

Target Nilai Proyek Dinaikkan 2024, Mitrarumah Perkuat Pemasaran Produk di Jabodetabek

Acuan Investasi

United Nations Development Programme (UNDP) berpendapat indeks demokrasi yang dikeluarkan BPS bisa menjadi acuan investor dalam menanam modal di Indonesia. Sebab, dalam penentuan indeks demokrasi ada indikator keamanan negara.

Head Democratic Governance Poverty Reduction Unit UNDP, Nurina Widagdo, mengatakan, salah satu penanda yang menjadi penilaian investor asing adalah masalah demonstrasi dan mogok kerja yang bersifat kekerasan. Indikatornya pada 2013 masih bernilai sangat buruk, yaitu masih 18,71. Turun dari 2012 yang tercatat 19,12.

"Investor bisa saja melihat hasil indeks demokrasi provinsi mana yang tinggi. Mereka mencari (daerah) berdasarkan indeks yang aman," kata Nurina di kantor BPS, Jakarta, Jumat 4 Juli 2014.

Menurut data BPS, ada 28 indikator yang menjadi penilaian dalam perhitungan indeks demokrasi Indonesia, antara lain: demonstrasi dan mogok kerja.

Investor bisa saja melihat indikator lain, seperti pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintah yang nilainya pada 2013 mencapai 72,51. Nilainya ini naik dari 2012 yang hanya 69,91.

"Sebenarnya, utilisasi atau kegunaan indeks ini bermacam-macam. Kami belum sepenuhnya mengeksploitasi ini. Kadin (Kamar Dagang) Industri bisa memberi masukan kepada investor tentang stabilisasi dengan membawa indikator-indikator itu," kata dia.

Suryamin membenarkan pernyataan Nurina. Demonstrasi dan mogok kerja bisa mempengaruhi dunia usaha. "Kalau demo di jalan, di situ terblokir. Kalau tutup sehari, (dunia usaha) akan stop output berapa dan ini bisa berpengaruh pada produksinya," kata Suryamin.

Rating Ekonomi Naik

Di tempat terpisah, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Achsanul Qosasih berpendapat, naiknya Indeks Demokrasi Indonesia itu bisa meningkatkan rating ekonomi Indonesia di dunia. Menurutnya, kenaikan IDI menandakan secara total masyarakat Indonesia memiliki kesadaran berdemokrasi.

"Naiknya Indeks Demokrasi Indonesia bisa meningkatkan rating ekonomi kita di dunia dan menarik para investor untuk berinvestasi di Indonesia," kata Achsanul.

Ke depan, politisi Partai Demokrat itu mengatakan, perlu dilakukan percepatan perizinan dan pemberian insentif fiskal agar para investor luar semakin melirik Indonesia. "Misalnya dengan memberikan keringanan pajak bagi investor," jelas dia.

Dari sisi politik, Achsanul menilai naiknya indeks tersebut mengindikasikan proses politik berjalan dengan baik secara demokratis. Bahkan demokrasi juga berjalan sampai ke level paling bawah masyarakat.

"Sampai tingkat lurah demokrasi itu berjalan karena pemilihan berdasarkan suara terbanyak," ucapnya

Hal tersebut lanjut Achsanul, bisa terjadi karena potensi konflik dalam pemilu di daerah semakin berkurang, sehingga masyarakat menjadi penentu dalam kehidupan berdemokrasi. "Disitulah pentingnya suara rakyat. Dengan naiknya indeks demokrasi ini mereka akan memilih yang terbaik," tegasnya. (umi)

Baca juga:

Menemukan Identitas Aroma, Cerminan Kepribadian dalam Pilihan Parfum
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Sri Mulyani: Ekonomi Global Diperkirakan Stagnan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hasil analisis terkat kondisi pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan stagnan pada tahun ini.

img_title
VIVA.co.id
3 Mei 2024