Kegagalan Paman Sam Selamatkan James Foley

James Foley, jurnalis AS yang dipenggal ISIS
Sumber :
  • Reuters/ Louafi Larbi
VIVAnews - Nasib jurnalis lepas asal Amerika Serikat, James Wright Foley berakhir tragis. Tidak terpikir di benaknya, hari itu akan menjadi hari kematiannya. 
Arema FC Bakal Rotasi Pemain Saat Lawan PSM Makassar

Maka, ketika si penculik yang mengenakan pakaian serba hitam memintanya berlutut dan mengucapkan kalimat yang telah disiapkan, pria berusia 40 tahun itu mematuhinya. Foley mengenakan pakaian berwarna orange berkepala plontos, dan tangan dalam keadaan terikat, saat mengucapkan pesan kematiannya.
Mazda Hadirkan 2 Mobil Keren di Auto China 2024

"Saya menyerukan kepada teman-teman, keluarga, dan orang terkasih lainnya untuk berdiri melawan pembunuh sebenarnya, Pemerintah AS. Atas apa yang terjadi terhadap diri saya, merupakan hasil dari kepuasan dan tindak kriminal mereka," ucap Foley dan dikutip laman Dailymail, Rabu 20 Agustus 2014. 
Denny Cagur Lolos Jadi Anggota DPR, Gimana Kariernya di Dunia Entertainment?

Lalu, Foley melanjutkan pesannya untuk sang adik, John, yang bekerja sebagai anggota Angkatan Udara AS. 

"Pikirkan apa yang kamu lakukan sekarang. Pikirkan mengenai kehidupan yang kamu hancurkan, termasuk hidup keluargamu sendiri. Pikirkan John, siapa yang mereka sebenarnya bunuh? Dan, apakah mereka berpikir mengenai saya, kamu atau keluarga kita ketika mereka membuat keputusan itu?" kata Foley. 

Kemudian adegan berlanjut, si pelaku memenggal leher Foley. Gambar yang selanjutnya ditampilkan jenazah Foley terletak di gurun pasir dengan kepala di atas punggungnya. 

Itu merupakan isi video yang direkam oleh kelompok Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS), berdurasi selama lima menit dan diberi judul "A Message to America".

Sesuai judulnya, video propaganda itu jelas ditujukan kepada Pemerintah Negeri Paman Sam yang sedang getol melakukan serangan udara ke fasilitas yang dikuasai ISIS di Irak. 

Video itu lalu menyebar dengan cepat di dunia maya pada Selasa malam, 19 Agustus 2014 lalu. Di bagian akhir video, si pelaku mengancam AS.

Mereka menyebut, adegan serupa akan terulang kepada jurnalis lepas lainnya, Steven Sotloff, jika Presiden Barack Obama tidak menghentikan serangan udara terhadap ISIS.

"Jadi, langkah apa pun yang Anda tempuh, Obama, untuk menolak hak kaum Muslim untuk hidup selamat di bawah naungan kekhalifan Islam akan berakhir pertumpahan darah warga negara kalian," tegas si pelaku.

Dunia pun heboh saat melihat video itu. Tak terkecuali Obama, orang yang dikirimi pesan melalui video tersebut. 

Walau sempat diragukan keaslian videonya oleh juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC), Caitlin Hayden, namun Badan Investigasi Federal (FBI) mengatakan kemungkinan besar video itu asli. Salah seorang pejabat FBI menyebut, telah menyampaikan informasi itu kepada orang tua James yakni John dan Diane. 

Dalam jumpa pers yang digelar untuk kali pertama, John dan Diane mengaku terkejut dengan cara ISIS mengeksekusi putra mereka. BBC memberitakan, orang tua James menyadari konsekuensi pekerjaan putranya itu sebagai wartawan perang. 

"Tapi akhirnya sangat mengerikan. Semua orang memang pada akhirnya akan meninggal. Namun, cara yang dipilih ini sangat mengerikan. Rasa sakit yang dirasakan putra kami masih terus menghantui saya," ungkap John. 

Sementara itu, Diane meminta kepada ISIS, agar membebaskan sandera lainnya yang kemungkinan masih ditawan. 

"Seperti Jim, mereka tidak bersalah. Mereka tidak memiliki kendali terhadap kebijakan Pemerintah AS di Irak, Suriah, atau di mana pun di dunia ini," tulis Diane di akun Facebook.

Keduanya mengaku tidak ingin menyaksikan video eksekusi sadis putranya itu.


Serangan udara terus berlanjut

Obama pun mengaku geram melihat warganya yang tidak bersalah dipenggal. Dia, bahkan bersumpah akan melakukan berbagai cara untuk melindungi warga AS. 

"Kami akan waspada dan akan tanpa henti mencari keadilan untuk ditegakkan," kata Presiden ke-45 itu.

Menurut Obama, ISIS ibarat kanker dan tidak layak memperoleh tempat di muka bumi di abad ke-21. Sebab itu, dia mengajak komunitas internasional untuk melawan kelompok militan itu. 

Bahkan, dia menyebut ISIS bertindak tanpa dilandasi agama. Kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu diketahui telah membunuh warga sipil yang tidak berdosa, perempuan, anak-anak, dan kaum minoritas. 

"Korban-korban mereka mayoritas beragama Islam. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan pemeluknya untuk membunuh orang yang tidak bersalah. Tuhan tidak akan tinggal diam terhadap apa yang mereka lakukan kemarin, dan hari-hari lainnya," imbuh Obama. 

Ancaman ISIS pun tidak mempan bagi Obama. Kantor berita Reuters melaporkan walau diancam, pesawat AS tetap melakukan 14 serangan udara di sekitar bendungan Mosul, Irak. Mereka juga menghancurkan kendaraan militer ISIS kemarin. 

Data yang dilansir stasiun berita Channel News Asia menyebut, sejak diizinkan untuk melakukan serangan udara pada 8 Agustus lalu, militer AS telah menghancurkan lebih dari 90 target ISIS. Dari serangan udara itu, tentara Kurdi mengklaim berhasil merebut Bendungan Mosul.


Operasi penyelamatan Foley gagal

Foley diculik di barat laut Suriah pada November 2012. Kendaraan yang dia tumpangi, saat itu dihentikan oleh kelompok militan. Kabarnya tidak lagi terdengar, hingga dia muncul dalam video eksekusinya. 

Pemerintah AS mengakui, mereka tidak tinggal diam saat tahu Foley dan warga Paman Sam lainnya diculik di Suriah. Sebagi bukti, seorang pejabat pemerintahan Obama mengatakan kepada stasiun berita ABC News, pasukan khusus AS melakukan operasi rahasia pada awal musim panas ini. 

Menurut pejabat itu, Obama sendiri yang merestui adanya operasi penyelamatan. Mereka menggelar operasi, setelah berhasil mengumpulkan informasi intelijen untuk memastikan para sandera berada di lokasi tertentu. 

Namun, operasi itu gagal, karena saat pasukan khusus tiba di Suriah, tidak ada sandera yang ingin mereka selamatkan. Mereka malah disambut dengan tembakan begitu tiba di lokasi. 

Pejabat berwenang menyatakan, tidak akan mengatakan secara spesifik kapan, atau di mana operasi itu dilakukan. Langkah itu ditempuh, demi melindungi misi penyelamatan lainnya yang akan dilakukan di masa depan.

Upaya untuk menyelamatkan Foley, tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah AS, namun juga oleh pihak keluarga. Menurut Direktur GlobalPost, media tempat Foley bekerja, Phil Balboni, pada Rabu malam lalu, 13 Agustus 2014, keluarga menerima surat elektronik dari penculik.

Isinya, mereka begitu marah terhadap aksi pengeboman yang dilakukan militer AS. Pelaku juga menyatakan akan segera membunuh James.

"Jelas, kami berharap dan berdoa hal itu tidak terjadi. Kami berkomunikasi secepat mungkin dengan si penculik, memohon belas kasih mereka, dan menjelaskan bahwa James adalah seorang jurnalis yang tidak bersalah. Dia tidak membahaykan warga Suriah, bahkan peduli nasib mereka," papar Balboni dan dikutip harian The Independent.

Keluarga, lanjut Balboni, meminta waktu tambahan untuk mencari solusi lain. "Sayangnya, mereka tidak berbelas kasih kepada James," imbuh Balboni.


Dunia buru pemenggal Foley

Kini, dunia terfokus untuk memburu pemenggal Foley. Dari suara yang terekam di dalam video itu, diduga pelaku merupakan warga Inggris. 

Keyakinan itu kian menguat, karena bila didengar dari suara video itu, aksen cara bicara pelaku, mirip aksen warga London di bagian timur. Sementara itu, laman Dailymail menyebut pemenggal Foley, merupakan salah satu pejuang jihad yang dikenal dengan sebutan "The Beatles". 

Dia diketahui salah satu agen operasional yang dipercaya pada awal tahun ini sebagai negosiator pertukaran sandera. Mantan sandera yang pernah ditahan meyakini, pembunuh James merupakan warga London dan dikenal dengan nama "John". Informasi itu diperoleh dari mantan sandera yang pernah ditahan di kota Raqqa, Suriah. 

Namun, untuk memastikan, agen intelijen Inggris, menggunakan teknik pengenal suara untuk mengidentifikasi pemenggal Foley. 

Fakta keterlibatan warga Inggris dalam video pemenggalan sadis itu membuat Perdana Menteri David Cameron syok. 

"Saat ini, kami memang belum dapat mengidentifikasi pelaku pemenggalan. Namun, dari semua petunjuk yang ada kemungkinan pelaku merupakan warga Inggris. Dan hal itu sangat mengejutkan," ungkap Cameron. 

Dia pun menyadari banyak warga Inggris telah berangkat ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan kelompok ekstrimisme dan tindak kekerasan. Data dari laman Dailymail menyebut ada sekitar 500 warga Inggris yang telah berangkat ke sana. 

Sementara itu, 250 warga lainnya diprediksi telah kembali ke Inggris. Polisi dan agen intelijen terus berupaya untuk memantau aktivitas mereka. 

"Kami terus melipatgandakan upaya untuk menghentikan mereka berangkat ke sana dan menyita paspor mereka. Kami juga menangkap mereka yang terbukti bergabung ke dalam kelompok tersebut," papar Cameron. 

Pemerintah Inggris, tambah Cameron, juga menarik semua materi berbau kekerasan yang ada di dunia maya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya