Gencatan Senjata Israel-Hamas, Permanen atau Sementara?

Rakyat Palestina merayakan pengumuman gencatan senjata Israel Hamas
Sumber :
  • REUTERS/Mohamad Torokman

VIVAnews - Waktu sudah menunjukkan Rabu dini hari. Namun masyarakat Palestina di Jalur Gaza justru berhamburan keluar di tengah gelap malam itu dengan suka cita.

Ada yang bersorak sorai, saling berlomba bunyikan klakson mobil, menyalakan kembang api, hingga teriakan takbir lewat alat pengeras suara di masjid-masjid. Mereka bergembira setelah mendengar pengumuman gencatan senjata antara Israel dengan kelompok pejuang Hamas berkat lobi-lobi yang difasilitasi Mesir.  

Keriaan juga melanda rakyat Palestina di Tepi Barat. Mereka berharap tidak ada lagi dentuman bom-bom Israel yang beberapa pekan terakhir meneror dan membunuh sanak saudara di Jalur Gaza.

Bagi Hamas, gencatan senjata ini diartikan sebagai kemenangan mereka atas serangan bertubi-tubi Israel. "Hari ini kami mencanangkan kemenangan perlawanan. Hari ini kami juga canangkan kemenangan atas Gaza," seru juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, seperti dikutip kantor berita Reuters.

Dalam beberapa pekan terakhir, sudah beberapa kali terjadi gencatan senjata dan berkali-kali pula dilanggar kedua pihak. Namun gencatan senjata kali ini diyakini akan berlangsung lebih lama. 

Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan dari Tepi Barat, Selasa 26 Agustus 2014, bahwa formula gencatan senjata telah disepakati oleh semua pihak dan ini berlaku mulai Selasa tengah malam waktu Gaza.

Seperti dikutip stasiun berita al-Jazeera, Abbas mengatakan gencatan senjata kali ini merupakan peluang untuk "Membangun bangsa yang baru sekaligus mengakhiri pendudukan" Israel di Gaza. Tidak saja kepada Mesir sebagai tuan rumah perundingan, Abbas juga mengucapkan terima kasih kepada Qatar dan Amerika Serikat yang turut berperan dalam mengupayakan gencatan senjata jangka panjang itu. 
 
Tidak ada yang memastikan sampai kapan gencatan ini berlangsung. Namun, bila benar-benar berlaku untuk sekian lama, gencatan senjata ini akan mengakhiri tujuh pekan konflik brutal antara Israel dengan Hamas di Gaza, yang dipicu dari penculikan dan pembunuhan tiga remaja Israel.  

Pejabat kesehatan Palestina mengungkapkan bahwa sejak konflik terakhir di Gaza berlangsung pada 8 Juli lalu, 2.139 orang tewas akibat bombardir Israel. Sebagian besar korban adalah warga sipil dan lebih dari 490 orang masih anak-anak.

Ribuan rumah di Jalur Gaza hancur lebur akibat bombardir Israel, yang ingin menumpas terowongan-terowongan bawah tanah Hamas. Lembaga Pusat HAM Palestina mengungkapkan bahwa konflik terakhir di Gaza itu sudah membuat 540.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Di pihak Israel, 64 tentara dan 6 warga sipil tewas akibat serangan sporadis dan tembakan roket rakitan oleh pengikut Hamas. Ini termasuk seorang yang tewas akibat tembakan mortar pada hari diumumkannya gencatan senjata terkini, ungkap Reuters.

Bila warga Palestina di Gaza meluapkan kegembiraan dan merasa gencatan senjata itu sebagai bentuk kemenangan, tidak demikian halnya di Israel. Banyak warga di sebelah selatan negeri zionis itu masih tetap skeptis bila gencatan senjata akan berlangsung lama.  

Juru bicara Pemerintah Israel, Mark Regev, berharap gencatan senjata kali ini akan dipatuhi oleh Hamas. "Bagi kami, sudah sebuah kemenangan jika tidak ada lagi roket yang ditembakkan dari Gaza," kata Regev.

Sebenarnya sudah berkali-kali Israel dan Hamas saling gempur, namun yang terakhir ini dianggap paling lama berlangsung sejak gelombang konflik selama 2000-2005. Perserikatan Bangsa Bangsa pun sampai membentuk panel untuk menginvestigasi kejahatan perang yang dilakukan baik Israel maupun Hamas.

Tegas! Nikita Mirzani Coret Nama Lolly dari KK, Hak Waris, dan Asuransi: Sudah Gak Peduli!

Saling Tuding

Kedua pihak saling tuding. Hamas menyatakan Israel sebagai teroris yang tak pandang bulu menggempur warga sipil Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak.

Sebaliknya Israel pun menuduh Hamas sebagai teroris yang berlindung di balik orang-orang tak bersalah dan menggunakan sekolah dan tempat ibadah untuk menyimpan senjata dan menembakkan roket rakitan.   

Mesir, AS, dan Qatar pun berinisiatif menggelar perundingan damai di Kairo. Setelah memakan waktu berhari-hari, perundingan ini membuahkan formula yang disepakati Israel dan Hamas soal gencatan senjata.

Menurut kesepakatan itu, seperti yang diungkapkan al-Jazeera, kedua pihak yang bertikai harus segera menghentikan kontak senjata. Israel bersedia mengurangi blokade atas Gaza dan secara bertahap mencabut larangan menangkap ikan atas nelayan Palestina di lepas pantai Jalur Gaza.

Hamas bersedia bekerja sama dengan keamanan Palestina dari Tepi Barat yang diperintah presiden dari kelompok Fatah, Mahmoud Abbas, untuk mengendalikan jalur-jalur perlintasan di Gaza.   

Selain itu, Mesir juga bersedia membuka pos perbatasan Rafah yang menghubungkan negaranya dengan Jalur Gaza. Pembicaraan soal pendirian pelabuhan dan bandara di Gaza akan berlangsung dalam kurun waktu sebulan ke depan, menunggu pembicaraan tidak langsung antara Israel dan Palestina kembali berlanjut.

Masalahnya, sampai seberapa lama gencatan senjata ini berlangsung? Tidak ada jaminan dari kedua pihak--baik Israel maupun Hamas--bahwa mereka akan menerapkan gencatan ini menjadi sebuah kesepakatan yang permanen. Hal itu mengingat konflik Israel-Palestina di Timur Tengah sudah berjalan puluhan tahun dan sewaktu-waktu bisa pecah kembali sehingga butuh resolusi yang menyeluruh. 

Gencatan senjata ini memang disambut baik oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki Moon dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Namun AS dan PBB mendesak Israel dan Hamas betul-betul mematuhi formula kesepakatan gencatan senjata.

AS pun merasa gencatan senjata ini bukanlah akhir dari krisis yang sudah berjalan lama. "Kami semua sadar bahwa ini merupakan sebuah peluang, bukan sebuah kepastian," kata Menteri Luar Negeri AS John Kerry. "Kita pernah mengalami tahap ini dan kita semua tahu akan tantangan-tantangan yang harus dihadapi berikutnya," lanjut Kerry.  

Warga sipil baik Gaza dan Israel pun tidak begitu yakin soal awetnya kesepakatan gencatan senjata. Kepada kantor berita Reuters, mereka melontarkan komentar-komentar bernada skeptis.

"Kami mengalami berkali-kali gencata senjata di masa lalu tidak berjalan baik, dan mereka [Hamas] terus melancarkan teror dan penghancuran dengan segala kegilaan mereka. Kami sudah tidak lagi percaya dengan mereka," kata Meirav Danino, seorang warga Israel. Dia berbicara di luar sebuah supermarket di kota Sderot, dekat perbatasan Israel dan Gaza yang menjadi langganan serangan roket Hamas selama bertahun-tahun.

Di Gaza, seorang guru bernama Ahmed Awf mengaku perasaannya kini campur aduk. Sedih bercampur senang. "Kami masih merasakan penderitaan yang telah terjadi, namun kami juga bangga bisa menghadapi perang ini sendirian dan kami tidak binasa," kata pria berusia 55 tahun itu sambil menggendong putranya yang berusia dua tahun saat mereka ikut turun ke jalan merayakan pengumuman gencatan senjata. (ita)

Tak Melulu Konsumsi Pil Vitamin, Ini 5 Buah yang Mengandung Vitamin C Tinggi
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman

Elite Gerindra Sebut Polri Sudah "On the Track" Tangani Kasus Firli Bahuri

Wakil Ketua Komisi III DPR RI mengatakan bahwa Polri sudah "on the track" dalam menangani kasus yang menjerat mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024