Ujian Pertama Jokowi, Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

SBY dan Joko Widodo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVAnews – Bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi ujian pertama Joko Widodo, setelah menjadi presiden terpilih. Meski belum dilantik sebagai presiden, dia bersama timnya mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengurangi subsidi BBM, alias menaikkan harganya.
Daftar Tempat Charging Mobil Listrik di Tol Trans Jawa saat Mudik Lebaran 2024

Padahal sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang merupakan partai tempat Jokowi-- panggilan akrab Gubernur DKI Jakarta tersebut-- bernaung adalah partai yang paling keras menolak kenaikan harga BBM ketika bertindak sebagai partai oposisi.
Meet Nicole Shanahan, VP Candidate of the United States

Jokowi telah bertemu dengan Presiden SBY, agar memenuhi permintaannya itu pada Rabu malam, 27 Agustus 2014 di Bali. Keduanya bertemu dan menggelar konferensi pers setelahnya. Meski tak disampaikan dalam konferensi pers malam itu, ternyata SBY telah memberikan jawaban atas permintaan Jokowi: Menolak.
Kembali Lagi ke Jakarta Setelah 5 Tahun, TVXQ: Akhirnya Bertemu Kembali

"Jadi, ini terus terang ingin saya sampaikan, tadi malam memang secara khusus saya meminta kepada Presiden SBY untuk menekan defisit APBN dengan menaikkan harga BBM," kata Jokowi, Kamis 28 Agustus 2014.

SBY menolak, kata Jokowi, karena menilai waktunya masih belum tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Masih harus melihat keadaan masyarakat dan kesiapan masyarakat.

Namun demikian, ia tetap bersikukuh untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Bila tidak bisa di periode pemerintahan SBY ini maka akan dilakukan, setelah Jokowi dilantik. Jadwal pelantikannya 20 Oktober 2014. 

"Saya siap untuk tidak populer dengan menaikkan harga BBM. Tetapi kita harus tahu bahwa kalau kita memotong subsidi itu harus dialihkan untuk usaha-usaha produktif di kampung, desa, pasar dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)," katanya.

Usaha produktif yang akan diberikan kompensasi kenaikan BBM bersubsidi antara lain sektor pertanian, yaitu untuk subsidi pupuk, benih, dan pestisida. Untuk para nelayan, akan diberikan subsidi mesin kapal dan subsidi untuk solar.


Mengapa Jokowi ngotot?

Menurut Jokowi, pengurangan alokasi subsidi energi diperlukan untuk mengurangi defisit anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dia berharap, ketika dia memimpin, defisit APBN semakin berkurang. 

"Saya inginnya defisit anggaran sekecil-kecilnya, maunya seperti itu. Tetapi, itu tanya lagi tim transisi secara teknisnya," kata Jokowi.

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristianto, menjelaskan mengapa partainya saat ini mendukung kebijakan kenaikan harga BBM, yang sedang disiapkan presiden terpilih Joko Widodo.  

"Berkaitan dengan migas, ketika itu PDIP berjuang menolak kenaikan BBM, karena impact migas masih positif dan sekarang migas ternyata sudah negatif," kata Hasto, di Rumah Transisi Jokowi-JK, Jakarta, Kamis.

Saat ini, kata Hasto, penerimaan migas dan pajak penghasilan (PPh) migas, dikurangi dana bagi hasil dan subsidi, sudah negatif. Selain itu, ada juga defisit transaksi berjalan telah menunjukkan angka yang besar, serta adanya defisit APBN. Sehingga, pengurangan subsidi BBM ini memang harus dilakukan.


Simulasi tim transisi

Tim transisi menyusun beberapa simulasi kenaikan harga BBM subsidi di masa awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Menurut Deputi Tim Transisi, Andi Widjojanto, simulasi itu ada yang berupa menyusun skenario kenaikan harga mulai dari Rp500, Rp1.000, Rp1.500 hingga Rp3.000. 

Tim juga membuat simulasi waktu, apakah diasumsikan akan dilakukan pada pemerintahan SBY, atau ketika Jokowi-JK sudah dilantik. "Kalau SBY tidak (menaikkan), lalu Pak Jokowi kapan? Apakah bulan November," kata Andi di Rumah Transisi, Jakarta, Kamis.

Menurut Andi, kenaikan harga BBM juga harus menunggu momentum yang tepat, seperti pertimbangan kapan ekonomi makro itu melonjak tinggi. "Biasanya Januari, di mana belanja pemerintah melonjak tinggi," kata dia.

Selain itu, tim transisi Jokowi-JK juga menyiapkan simulasi bantalan sosial, sebagai dampak dari kenaikan harga BBM. Apakah angka kemiskinan akan bertambah, atau lain sebagainya.

"Simulasi itu dilakukan kemudian diusulkan beberapa langkah-langkah kebijakan yang harus dilakukan Jokowi-JK sebelum sesaat dan sesudah harga BBM itu disesuaikan," kata dia.

Andi menekankan, secara ekonomi makro, kenaikan harga BBM adalah keniscayaan. Namun, pemerintahan Jokowi-JK tidak hanya sekedar ingin menaikkan harga, tetapi harus juga disiapkan bantalan sosial misalnya, apakah revitalisasi pasar tradisional, membangun puskesmas, dan menyediakan dokter.

"Jadi, ada langsung trade of yang nyata yang dirasakan masyarakat atas kenaikan BBM ini. Ini bukan masalah menaikkan berapa rupiah, tetapi bagaimana yang terkena dampak negatifnya langsung disiapkan bantalan ekonominya," terang Andi.

Sementara itu, tim transisi juga menyoroti perlunya alokasi dana cadangan di kementerian-kementerian, seperti di sektor pendidikan dan lainnya. "Itu yang membutuhkan interaksi formal antara kami dan pemerintah, terutama menteri keuangan. Apakah dana itu bisa langsung dialokasikan segera untuk mengantisipasi kenaikan BBM," lanjut Andi. 


Soal popularitas?

Partai Gerindra menyambut baik sikap Presiden SBY yang menolak permintaan Joko Widodo untuk menaikkan harga bahan bakar minyak. "Partai Gerindra mendukung sikap Presiden SBY yang menyatakan tidak akan menaikkan harga BBM. Sebab, jika BBM dinaikkan masyarakat pasti semakin susah," ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, Kamis.

Menurutnya, Jokowi-Jusuf Kalla harus konsisten untuk tidak menaikkan harga BBM. Keduanya harus kreatif mencari solusi bagi permasalahan bangsa.

"Publik tentu masih ingat bahwa PDIP pada 2013, termasuk partai yang vokal menolak kenaikan harga BBM. Jika solusi menangani defisit APBN yang ditempuh Jokowi-JK dengan menaikkan harga BBM, siapa pun juga bisa," ungkap dia.

Fadli mengingatkan, jika Jokowi-JK kelak menaikkan harga BBM karena harga pasar internasional, berarti mereka telah melanggar konstitusi. Sebab, Mahkamah Konstitusi sudah mencabut Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Migas yang menyatakan harga BBM di Indonesia menyesuaikan harga pasar.

"Jokowi-JK harus ingat bahwa konstitusi tak memperbolehkan pemerintah menggunakan harga pasar internasional dalam menetapkan harga BBM," kata dia.

Sedangkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Achsanul Qosasih, menilai elektabilitas Jokowi-Jusuf Kalla tidak akan turun jika menaikkan harga BBM di awal pemerintahan mereka.

"SBY dulu tiga bulan, setelah menjabat langsung menaikkan harga BBM, tapi elektabilitasnya tidak turun," kata Achsanul.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat itu mengimbau agar DPR tidak ikut campur terkait kebijakan kenaikan harga BBM subsidi ini. Sebab, untuk menaikkan harga BBM adalah kewenangan eksekutif.

"Kenaikan BBM saat ini bukan dari segi ekonomi, melainkan lebih pada politik. Kami Demokrat mendukung bila Jokowi mau menaikkan BBM," ujar Achsanul. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya