Indonesia Jadi Tujuan Utama Wisata Paedofil

Sumber :
  • VIVAnews/Joseph Angkasa

C3 Aircross Dijual Murah, Citroen Tak Berminat Pasang Target Penjualan
VIVAnews
- Lagi, anak-anak Indonesia terancam menjadi objek kekerasan seksual predator seks. Kali ini, para predator seks jaringan internasional itu menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata. Bukan sekedar melihat keindahan alamnya, para predator seks ini punya motif lain, eskploitasi anak-anak.
Momen Shin Tae-yong Hibur Korea Selatan U-23 Usai Kalah Penalti


Rubicon Mario Dandy Nggak Laku Dilelang Diduga Gegara Mahal, Ini Kata Kejari Jaksel
Kabar ini jelas mengejutkan sekaligus miris. Betapa tidak, ketika kasus serupa di Jakarta International School (JIS) belum reda, publik sudah dihadapkan pada persoalan baru, lagi-lagi anak sebagai objeknya.

Tapi memang, informasi yang diterima otoritas Indonesia menyebutkan ratusan paedofil dari negara tetangga telah masuk ke Indonesia di tahun 2014 ini. Mereka kini telah menyebar, masuk ke dalam kampung-kampung difasilitasi oknum di dalam negeri yang bertindak sebagai event organizer (EO).

"Saya dapat laporan bahwa ada 200 paedofil masuk Indonesia. Kami sudah telusuri ada di mana. Ini semacam wisata bagi mereka (paedofil)," kata Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso saat berbincang dengan VIVAnews , Selasa 16 September 2014.

Sebagai lembaga intelijen keuangan negara, PPATK diminta kepolisian negara tetangga itu untuk menelusuri aliran dana orang asing yang masuk ke Indonesia melalui oknum yang disebut EO tersebut. Kasus ini pun telah dikoordinasikan dengan Polri.

Para EO turis paedofil itu biasanya orang-orang Indonesia yang memiliki pekerjaan lain juga. Namun, Agus mensinyalir, pekerjaan itu hanya kedok mereka agar lebih leluasa memfasilitasi turis-turis paedofil langganan mereka.

"Ada yang jadi guru berenang, memberi les bahasa Inggris. Ada yang juga seolah-olah bekerja di pertambangan di kampung-kampung," ujar Agus.

Mantan Deputi Hukum Bank Indonesia itu mengatakan, para EO itu yang kemudian mengarahkan para turis paedofil untuk masuk ke daerah-daerah tertentu, tujuannya mencari target anak-anak di perkampungan. Daerah-daerah yang disasar antara lain, beberapa daerah di Sumatera, Cianjur, Semarang, Solo, Palu, dan Bali.


Anak- anak yang mereka sasar pun beragam. Kaum paedofil membaginya ke dalam kategori, yakni anak yang berusia 4 hingga 8 tahun, anak remaja muda dari usia 9 hingga 11 tahun, dan anak remaja berusia 12-15 tahun. "Kalau sudah 15 tahun ke atas biasanya sudah pelacuran anak-anak," ujarnya.


Modus yang mereka gunakan juga bermacam-macam. Para turis paedofil itu sudah mendapat informasi sebelum masuk ke daerah-daerah di Indonesia melalui internet. Agus menyebutkan, bekal informasi yang diterima kaum pedofil itu antara lain, dengan menyiapkan dana bagi warga kampung.


"Pokoknya kalau ke Indonesia bawa cokelat untuk anaknya, bawa uang 10 dolar untuk ibunya, 1 dolar kalau ada polisi, kalau ada masalah. Happy hunting!" terang Agus mengutip informasi yang diterima kaum paedofil melalui situs internet.


Agus menjelaskan, anak-anak yang menjadi target mereka di kampung-kampung itu umumnya akan diminta duduk di pangkuannya, dibelai, dipeluk, hingga dicium. Ada juga anak yang disuruh telanjang sambil bermain air hujan.


Ironisnya, para ibu-ibu di perkampungan itu justru senang anaknya bisa 'dipegang' orang asing. Mereka bahkan rela mengantri agar anaknya bisa difoto atau dipangku orang asing, meski dalam keadaan telanjang sekalipun.


"Anak-anak ini terus difoto. Harga foto itu Rp250 ribu. Bisa dijual loh. Jadi ada yang bikin foto, bikin video, dan ada yang lihat langsung, macam-macam modusnya. Yang pasti semua kegiatan itu bikin mereka orgasme," papar Agus.


Dia menambahkan, kondisi ini sangat dipengaruhi perbedaan budaya. Dimana kondisi serupa tidak akan pernah mereka jumpai pada anak-anak di negara asal mereka. "Kalau orang kita, anak telanjang itu kan biasa, mandi di sungai, hujan-hujanan telanjang kan biasa," imbuhnya.



Sejak Dua Tahun Lalu


Bagi negara-negara maju, fenomena kaum pedofil memang bukan hal yang baru. Tapi penting bagi mereka memiliki data-data warga negaranya yang termasuk kaum pedofilia. Data tersebut digunakan negara untuk memantau pergerakan kaum pedofil, termasuk ketika mereka melancong ke luar negeri.


Dalam kasus ini, PPATK terang Agus, memang mendapat informasi dari otoritas negara setempat, terkait adanya pergerakan orang-orang yang terdaftar sebagai paedofil masuk ke wilayah Indonesia. "Makanya kita dilapori ada 200 orang menuju Indonesia. Saya sudah berkoordinasi dengan kepolisian," ujar Agus.


Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengaku sudah mengendus informasi masuknya ratusan paedofil dari negara tetangga ke Indonesia untuk berwisata seks sejak dua tahun lalu. Menurut dia, jaringan paedofil internasional itu sulit dilacak karena sangat sistematis.


"Bisnis seksual anak menjadi bisnis kedua yang terbesar di dunia setelah narkoba," kata Arist kepada
VIVAnews.

Selain Indonesia, kata Arist, jaringan paedofil internasional itu juga mendatangi negara-negara tetangga lainnya seperti Thailand, Filipina dan Myanmar. Namun Indonesia masih menjadi tujuan utama kaum paedofil melampiaskan hasrat seksnya. [Baca: ]


"Ini bisnis yang menggiurkan. Uang yang masuk pun tidak sedikit, jumlahnya mencapai hingga miliaran. Maka pantas saja akhirnya ditelusuri melalui PPATK," jelasnya.


Arist menyebut, berdasarkan penelitian, 82 persen korban wisata seks anak berasal dari keluarga miskin. "Makanya mereka menyasar ke daerah-daerah seperti Bali, Lombok, Makassar, Medan. Itu sudah lama terjadi, dan pemerintah Indonesia hanya diam saja. Ini sungguh memprihatinkan," ujarnya.


Banyaknya warga asing yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak Indonesia, salah satunya disebabkan masyarakat Indonesia senang dengan kehadiran orang-orang asing di Tanah Air. Terlebih warga asing senang melihat keramahan dan kearifan lokal warga Indonesia.


"Hanya di Indonesia, yang senang jika ada wisatawan bule datang ke kampung atau ke pedesaan," kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto.


Kondisi ini yang terkadang dimanfaatkan oleh oknum dalam negeri dengan membantu turis pedofil memenuhi hasrat seksualnya. Sehingga masyarakat dihimbau waspada dengan kehadiran orang asing. "Ini juga menjadi kelemahan buat kita, kalau kita tidak hati-hati jika ada WNA yang paedofil itu, mereka bisa dengan mudah menjalankan aksinya," ujar Susanto.



Tidak Serius


Lemahnya pengawasan terhadap potensi kejahatan seksual anak diduga karena pemerintah dinilai gagal menuntaskan kasus-kasus kekerasan anak dan menjalankan program-program yang signifikan terkait perlindungan anak.


Bahkan Arist Merdeka menyatakan, selama 10 tahun terakhir, tidak ada keseriusan dari Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memberantas pelaku kejahatan seksual.


"Harus ada program reaksi cepat nasional, tapi kan itu butuh biaya yang besar. Saya masih tetap berharap ke pemerintah yang baru untuk meletakkan program ini sebagai prioritas, karena sudah ada fakta dan data," ucap Arist.


Sejauh ini, kata Arist, Komnas PA sudah melakukan sosialisasi terkait kejahatan seksual anak ke daerah-daerah. Sosialisasi ini semakin digencarkan sejak kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) terjadi.


"Kita punya 179 lembaga perlindungan anak di kabupaten dan kota, menjadi mitra kita untuk memberikan informasi ke desa-desa, mengenai apa itu paedofil, bagaimana antisipasinya," jelasnya.


Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono membantah, pemerintah tidak serius menangani kasus kejahatan dan kekerasan terhadap anak. "Saya kira tidak benar. Kalau memang ada ya harus segera dilakukan tindakan-tindakan," kata Agung.


Menurut Agung, memang banyak kasus mengenai paedofil ini. Namun, dia yakin, jika kasus itu tak mencerminkan adanya industri pelacuran anak. "Mudah-mudan juga tidak ada seperti itu," ujarnya.


Agung yang juga politikus Golkar itu kaget ketika dikonfirmasi mengenai masuknya ratusan warga negara asing terindikasi  paedofil masuk ke Indonesia. Apalagi, anak-anak menjadi objek tujuan wisata seks oleh mereka.


"Paedophilia? Oh ya? Saya kira harus dikonfirmasi lagi itu, sejauh mana dasar-dasar turis paedophilia," kata Agung terkejut.


Di Gedung DPR, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan para paedofil itu bisa dengan mudah masuk ke Indonesia karena negara ini sudah sangat terbuka. Kementerian Luar Negeri sendiri, kata dia, tidak mempunyai data pasti bagaimana pergerakan mereka.


"Sekarang kan sudah sangat terbuka sekali negara kita ini, apalagi dengan fasilitas bebas visa. Jadi kan sekarang tidak lagi ada titik di mana berkunjung ke Indonesia bisa dideteksi," kata Marty usai rapat kerja dengan Komisi Pertahanan DPR, Rabu 17 September 2014.


Sebagai langkah pencegahan, lanjut dia, diperlukan kerjasama antara penegak hukum dan instansi terkait. Sebab, masuknya para paedofil ke Indonesia sebenarnya masih bisa dicegah.


"Perlu adanya kerjasama antara penegak hukum. Antara kepolisian antara intelejen dan instansi terkait lainnya untuk memastikan orang-orang yang seperti ini, orang-orang yang seharusnya bisa dideteksi, dicegah, dan diketahui," jelasnya.


Wakil Ketua Komisi 1 DPR, Tantowi Yahya mendesak pemerintah untuk mencermati pemberian bebas visa kepada warga negara asing. Hal itu merupakan upaya yang diperlukan untuk mencegah para paedofil masuk ke Indonesia.


"Sebenarnya pemberian visa itu adalah upaya cegah dini kepada siapapun warga negara asing yang akan masuk ke kita. Ketika metode itu ditiadakan atau menjadi bebas visa, maka hal seperti ini (masuknya paedofil) tidak bisa kita cegah," ujar Tantowi saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta.


Menurut politisi Partai Golkar itu, suatu negara dianggap sebagai surga bagi para penjahat dari luar negeri apabila penegakan hukumnya masih bisa dilobi dan diperjualbelikan. Oleh karena itu, para penegak hukum harus memberikan hukuman yang berat sehingga memberi efek jera.


Dia mencontohkan, para pengedar obat-obatan dan minuman keras harus berfikir ulang ketika akan masuk ke Malaysia dan Singapura. Sebab, hukuman disana tidak bisa dinego.


"Semestinya harus bersungguh-sungguh dalam pemberian hukuman, agar mereka berfikir dua kali ketika ingin masuk ke negara kita," tegas dia. [Baca juga: i]



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya