Wawancara Kepala BMKG, Andi Eka Satya

"Cuaca Tidak Kenal Etnis dan Negara"

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG Andi Eka Sakya.
Sumber :
  • VIVAnews / Amal Nur Ngazis
VIVAnews
Pemred tvOnenews.com, Jurnalis Pertama Indonesia Peraih Six Star World Marathon
- Sebagai lembaga pemantau cuaca di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki peran yang cukup penting. Tidak hanya di Indonesia tapi juga seluruh dunia. Dari 190 negara seluruh dunia yang duduk bareng, Indonesia berada pada posisi yang cukup tinggi, jadi presiden 23 negara di dunia.

Anak Ungkap Kondisi Terkini Tukul Arwana

Setidaknya Ada 6 wilayah di dunia yang terbagi di antaranya Afrika, Asia Pasifik, Amerika Serikat, Amerika bagian selatan, Pasifik barat. BMKG menjadi Presiden RA V, Regional Asosiation WMO, atau Presiden untuk 23 negara.
Dikecam Gegara Olok-olok Salat dan Zakat, Ini Penjelasan Pendeta Gilbert


Bahkan cuaca yang ada di Indonesia cukup mempengaruhi cuaca dunia. Ini menunjukkan betapa beratnya kerja BMKG melakukan prediksi cuaca selama 24 jam setiap hari.


Sejak BMKG dikepalai Andi Eka Sakya, menggantikan Sriworo B. Harijono, banyak perubahan dan peningkatan yang terjadi, khususnya dalam peningkatan teknologi dan peralatan pemantau cuaca, termasuk untuk memantau kekeringan dan hujan di seluruh Indonesia dan dunia.


Berikut petikan wawancara Vivanews dengan pria yang lahir 57 tahun silam di kantor BMKG, Jakarta.


Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG Andi Eka Sakya

Kepala BMKG Andi Eka Sakya. Foto: Amal Nur Ngazis


Seberapa vital peran BMKG selama ini?

Soal peran mestinya lebih besar dong. Apalagi orang kini mulai bicara perubahan iklim, pulau-pulau. Jadi ini bicara ketahanan nasional. Kapan harus dimulai? ya sekarang.

Bagaimana dukungan pemerintah?

Ya, sudah ada (dukungan) lah. Sekarang BMKG seperti ini itu karena didukung pemerintah, DPR, baik dari anggaran dan sebagainya.

Untuk memantau cuaca, teknologi yang digunakan BMKG itu apa saja?

Kami dapatkan data dari satelit NOAA (AS). Ini memang aturan internasional, kita bersatu terdaftar di World Meteorogical organization WMO) yang dibagi 5 wilayah di dunia ini.

Ada 6 wilayah di dunia yang terbagi di antaranya Afrika, Asia Pasifik, Amerika Serikat, Amerika bagian selatan, Pasifik barat. Nah BMKG menjadi Presiden RA V, Regional Asosiation WMO. Kita jadi presiden untuk 23 negara.

Kerja sama dengan siapa saja?

Persoalan cuaca ini tak mengenal etnis, batas, tidak kenal negara atau kawasan tertentu sedang perang atau tidak. Korut dan Korsel berbagi data soal cuaca. Satelitnya Korsel ya dipakai Korut. Bebas sekarang ini, jadi kita juga pakai satelit. Jadi walau mereka berkonflik politik atau agama, tetap antarnegara bertukar data cuaca.

Teknologi atau perangkat baru yang dimiliki BMKG?

Ada With Globe, tapi ini sifatnya display saja seperti komputer, gambaran seluruh dunia. Ada radar, tahun ini kita membangun 34 radar di seluruh wilayah Indonesia.

Automated Weather Observing System (AWOS) itu membantu take off dan landing. Di cuaca ada automatic raing gauge (ARG) untuk ukur hujan, ada lisimeter untuk ukur kedalaman 6 meter, ada termeter untuk ukur cuaca basah atau kering

Jumlahnya memadai?

AWOS kita 186. Tiongkok, yang wilayahnya kecil, punya 3.000. Banyak lagi peralatan lainnya ada sekitar 75 peralatan, ada termometer basah atau kering.

Saat ini sedang mengalami kekeringan di sejumlah wilayah Indonesia. Potensinya seperti apa?

Hampir di seluruh Indonesia, kondisinya hangat. Kecuali Maluku.

Kerja sama dengan Pemda untuk antisipasi kekeringan?

Kalau saya lihat, mereka sudah aktif sekali. Pemda mulai beraksi, merespons, untuk mengundang kami dan kemudian membicarakan bagaimana jalan keluarnya. Mereka diberi server jadi langsung bisa melihat apa yang dilakukan di sini. Di berbagai tempat juga ada, NTT, Bali dan daerah lain.

Kalau faktor Hujan?

Banyak faktor yang menimbulkan hujan. Ada faktor suhu permukaan air laut, interaksi angin, cuaca jenuh, kecepatan angin dan lainnya.

Kenapa di Jakarta kalau hujan genangannya banyak?

Permukaan di Jakarta hanya tinggal 20 persen daya serapnya. Yang lain mengalir ke tempat yang lebih rendah, ke aliran got, sungai dan tempat-tempat yang landai. Jadi sebetulnya persoalan kita di Jakarta itu adalah manajemen infrastruktur, drainase diperbaiki jelang musim hujan.

Solusi untuk Jakarta agar tidak selalu seperti itu?

Perlu open space. Jakarta harus diperbanyak biopori (serapan air). Apa yang dilakukan Pak Jokowi dan Pak Ahok di Waduk Pluit itu bagus, karena itu untuk menyerap air. Makanya kita butuh lebih banyak. Artinya itu langkah untuk memitigasi, masyarakat diajak untuk ikut serta. Karena banjir kan bukan hanya tugasnya Pemda saja.

Bagaimana proses pengukuran curah hujan di BMKG?

Ya, diukur setiap 3 jam sekali. Di semua titik. Kita punya 179 stasiun di seluruh Indonesia. Dari 179 itu kita punya stasiun pengamat lebih dari 5.000. Itu kerjasama kita dengan PU, Dinas pertanian, Kehutanan, Kecamatan, dan siapapun yang mau mengirimkan datanya dan mengikuti cara kita. Kita juga punya program pengamatan cuaca warga negara atau CWOP, Citizen Weather Observer Program.

Kalau di negara lain sudah bagus partisipasi warga dalam CWOP. Tapi kalau di tanah air belum cukup karena kesadarannya belum ada.

Jika di Indonesia belum ada CWOP, lalu upaya edukasi warga bagaimana?

Sebetulnya kita sudah melakukan. Kawan-kawan sudah sosialisasi di manapun juga. Kita punya pegawai 4816, penduduk kita 237 juta, pulau kita 17 ribu, jadi istilahnya kaki kita di satukan untuk satu pulau itu nggak cukup. Sebab kakinya sekitar 8 ribu sekian, pulaunya segitu. Web, media sosial, itu pun nggak cukup, sebab yang bisa akses terbatas sekali, sehingga kita butuh kerjasama dengan kawan-kawan jurnalis.

Bukankah ada kelompok masyarakat sipil yang bisa ikut terlibat?

Ya memang ada, cuma kan belum cukup pada nilai ambang kritis. Untuk ukur curah hujan itu efeknya 25 Km. Luas Indonesia 6 juta Km persegi. Tinggal dilihat jika orang harus beliĀ  AutomaticWeather Station (AWS), dengan harga 300 juta, berapa banyak yang harus dibeli. Selama ini untuk pemantauan cuaca kita mengandalkan 179 stasiun dan 5 ribu stasiun kerjasama. Hasil itu kemudian dituangkan di sini (menunjuk pada data dan statistika yang termuat di website BMKG).

Peran BMKG di dunia seperti apa?

Ada 190 negara seluruh dunia yang duduk bareng dan kebetulan saat ini Indonesia berada pada posisi yang cukup tinggi, diakui karena kita jadi presiden 23 negara untuk duduk di dunia. Saya ingin katakan ternyata kejadian-kejadian di Indonesia itu sangat dipengaruhi oleh kejadian di belahan dunia lain. Termasuk ada juga (kejadian) yang terjadi di Indonesia berpengaruh di negara atau kawasan lain.

Seberapa pentingya Indonesia bagi cuaca dunia?

Indonesia ini sangat penting sekali. Kita diapit oleh dua samudera. Indonesia di sini, tapi penduduknya banyak. Istilahnya untuk melompatinya harus butuh Indonesia. Jadi Indonesia itu adalah pusat semua kejadian yang terjadi di dunia. Sebab interaksi air lautnya hampir mirip dengan dunia. Indonesia airnya 70 persen, daratnya sekitar 30 persen. Profil dunia juga mirip proporsinya dengan Indonesia, 70 persen air.

Nama BMKG sudah diperhitungkan di kancah internasional. Tapi apakah itu cukup?

Ya tidak, wong karyawan kita hanya 4 ribuan, belum cukup jika melihat luasnya wilayah Indonesia.

Jadi mestinya bagaimana?

Ya, nggak harus dikerjakan BMKG semuanya. semua harus dibantu. Teman-teman membantu menggapai mereka (masyarakat).

Fungsi apa yang harus ditingkatkan BMKG?
Banyak sekali. Di dalam kita juga perlu dievaluasi, misalnya pembangunan kapasitas pegawainya, kemampuan analisanya, lembaganya, pengetahuan masyaratnya dengan memberikan informasi, itu juga harus diperkenalkan. (aba)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya