Delapan Tahun Penjara dan Sumpah Anas

Anas Urbaningrum Usai Pembacaan Vonis
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Cerita Perjuangan TikTokers Sasya Livisya, Sering Dapat Hate Comment karena Penampilannya
- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, harus menghabiskan hari-hari yang panjang di balik jeruji sel sebagai pesakitan. Kenyataan ini dipastikan lewat putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Terpopuler: Alasan Heerenveen Lepas Nathan Tjoe-A-On, Calon Kiper Timnas Indonesia Sabet Scudetto

Majelis hakim menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, Rabu 24 September 2014. Majelis hakim menilai Anas terbukti bersalah dalam dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lainnya serta pencucian uang.
Keren Banget, Sherina Main Teater Musikal Bareng Anak-Anak Sekolah


"Mengadili, menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang secara berulang kali," kata ketua majelis hakim, Haswandi.

Majelis Hakim menilai Anas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsidair, yakni melanggar Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Selain itu, Anas juga dinilai telah memenuhi dakwaan kedua, yakni melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Namun majelis hakim berpendapat bahwa Anas tidak terbukti dalam dakwaan ketiga, pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam menjatuhkan putusan, hakim berpendapat hal yang memberatkan yakni terdakwa sebagai anggota DPR, Ketua Fraksi dan Ketua Umum tidak memberikan teladan bagi masyarakat tentang pejabat yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

Selain itu terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi serta tidak mendukung spirit masyarakat bangsa dan negara dalam memberantas korupsi. Dan juga dinilai tidak mendukung semangat membangun demokrasi yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.


Sedangkan untuk hal yang meringankan, Anas pernah mendapat penghargaan bintang jasa utama dari Presiden tahun 1999, belum pernah dihukum serta berlaku sopan di persidangan.


Uang Pengganti


Selain vonis bui, Anas juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan US$5.261.070.


"Jika tidak dibayar sebulan sesudah putusan pengadilan, maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang. Bila tidak punya harta, dipidana 2 tahun," kata Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Haswandi.


Hak Politik Tak Dicabut


Namun Majelis Hakim menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta agar hak politik Anas untuk dipilih dalam jabatan publik dicabut.

 

Majelis berpendapat, tuntutan kepada terdakwa agar tidak dapat dipilih dalam jabatan publik pada hakikatnya tergantung kepada pilihan masyarakat sendiri dalam konteks demokrasi.


Oleh karenanya, mengenai tuntutan pencabutan hak politik terdakwa, majelis menyatakan, sebaiknya diserahkan kepada penilaian masyarakat, apakah orang tersebut layak dipilih dalam jabatan publik atau tidak.


"Sehingga dengan demikian, majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim, Soewandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu 24 September 2014.


Tuntutan Jaksa KPK


JPU KPK sebelumnya menuntut Anas dengan pidana penjara selama 15 tahun serta denda Rp500 juta subsidair 5 bulan kurungan.


Anas juga dituntut untuk membayar pengganti kerugian negara yang jumlahnya sebesar-besarnya dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi sebesar Rp94.180.050.000 dan US$5.261.070.


Uang itu harus dibayarkan, selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka dipidana dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara.


Jaksa juga meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik. Serta menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan izin usaha pertambangan atas nama Arina Kotajaya seluas kurang 5 ribu sampai dengan 10 ribu hektare, yang berada di dua kecamatan, Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur.


Tidak hanya itu, Jaksa juga menuntut sejumlah aset milik Anas di sejumlah tempat untuk dirampas. Karena, Anas dinilai telah melakukan tindak pidana pencucian uang.


Jaksa menilai Anas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer yakni melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.


Selain itu, Jaksa juga menilai Anas telah memenuhi dakwaan kedua, yakni melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Serta dakwaan ketiga, pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.


Respons Anas


Anas yang juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam mengaku sedih dengan putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim.


"Saya tidak marah. Saya hanya tidak bahagia. Karena fakta-fakta persidangan tidak dianggap, karena fakta-fakta hukum dan kebenaran itu diremehkan. Tidak dianggap ada," ujar Anas usai persidangan.


Namun Anas mengatakan akan terus mencari dan menemukan keadilan. Karena dia berkeyakinan bahwa putusan pengadilan tidak adil. Anas juga meminta waktu sepekan untuk menanggapi putusan majelis hakim.


"Mohon izin waktu konsultasi untuk waktu berbicara, istikhoroh sampai seminggu," kata Anas di persidangan, Rabu, 24 September 2014.


Anas mengaku butuh waktu berdiskusi dengan keluarga untuk menyikapi putusan majelis hakim. Meski putusan majelis itu menurut Anas, tidak adil karena tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan. "Sebagai terdakwa saya menghormati putusan majelis," ujar Anas.


Usai mendengarkan putusan hakim, dia pun mengajukan
Mubahallah
atau sumpah kutukan. Anas melontarkannya karena dia yakin tidak bersalah.


Menurut Anas masing-masing memiliki keyakinan dalam pendiriannya. Jaksa mengajukan tuntutan dengan keyakinannya. Demikian juga hakim memutuskan perkaranya dengan keyakinannya.


Majelis hakim sendiri tidak memberikan tanggapan mengenai usulan tersebut, dan langsung menutup persidangan. "Tapi tidak apa-apa, yang penting itu saya sampaikan di forum persidangan yang terhormat," kata Anas.


Anas mengatakan Muhabalah adalah sumpah kutukan, siapa yang dengan keyakinannya, atas dasar subtansi putusan, berjanji siapa yang bersalah dia bersedia dikutuk Tuhan dan Gusti Allah, dirinya dan keluarganya.


"Karena saya yakin putusan, dakwaan dan vonis tidak adil. Karena itu saya kembalikan kepada Yang Maha Adil, Allah SWT," jelas Anas usai persidangan di Tipikor, Jakarta Selatan.


Isyaratkan Banding


KPK mengisyaratkan akan mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim. Hukuman atas Anas masih belum cukup memberatkan.


"Kami menduga Pimpinan KPK dipastikan akan mengajukan banding bila hukumannya dibawah 2/3 tuntutan, apalagi menurut kami Dakwaan Kesatu Primer dan Ketiga juga berhasil dibuktikan JPU," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto dalam keterangan tertulisnya, Rabu 24 September 2014.


Majelis Hakim menilai Anas terbukti bersalah memenuhi dakwaan pertama subsidair dan dakwaan kedua. Sementara untuk dakwaan pertama primer dan dakwaan ketiga, Majelis menilai hal itu tidak terbukti.


Bambang sendiri mengatakan bahwa pihaknya menghormati putusan majelis hakim dan mengapresiasi putusan tersebut.

"Karena Majelis Hakim tetap independen dan objektif di tengah tekanan dan manuver dari kelompok loyalis terdakwa," ujarnya.


Bambang mengatakan hal yang menarik dari putusan majelis hakim adalah, pertimbangan yang menyatakan bahwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang  secara berlanjut dan berulang-ulang dalam kapasitas jabatannya sebagai anggota DPR.


Hal penting lain menurut Bambang adalah, terkait pencucian uang, Anas melakukan tipu muslihat dengan menyembunyikan banyak hasil kejahatannya. "Dengan cara mengalihkan atau menyembunyikan pada keluarganya sendiri hingga mertuanya," katanya.


Menurut Bambang, kekayaan Anas yang terkumpul cukup fantastis, padahal tidak lama menjadi anggota DPR dan Ketua Umum Partai.


"Berhasil mengumpulkan kekayaan yang tidak dapaat dipertanggungjawabkan bila dibanding dengan profil penghasilannya," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya