Skenario Bandung, Optimisme Baru Penguatan Energi

Skenario badai
Sumber :
  • VIVAnews/Arie Dwi Budiawati

VIVAnews - Periode kritis energi nasional dikhawatirkan terjadi pada era 2030. Sejumlah pakar, pimpinan di pemerintahan hingga pelaku di sektor itu tak mau tinggal diam.

Tokoh Agama Papua: Jangan Ikut Ajakan Sesat Aksi Demo 1 Mei, Pihak Tidak Bertanggungjawab

Berawal dari pertemuan di Bandung pada Agustus lalu, mereka bahu membahu menyikapi kondisi rawan energi di masa depan. Dalam benak mereka, langkah strategis mendesak dilakukan. Satu tujuan diarahkan, bekerja sama menciptakan masa depan energi yang sehat dan bersinambungan.

Pertemuan itu tak sia-sia. Dari Kota Kembang itu kemudian lahir Skenario Bandung. Dan kemarin, pada Selasa 14 Oktober 2014, prakarsa yang menumbuhkan optimisme baru, penguatan, dan pemberdayaan sektor energi nasional itu diluncurkan.

Prabowo Tak Hadir di Acara Halal Bihalal PKS, Ini Alasannya

Ini merupakan konsep yang digunakan untuk menggerakkan pemangku kepentingan yang terlibat di lingkup energi.

"Memahami skenario-skenario untuk mengetahui berbagai tantangan yang bisa jadi muncul kelak sangat penting, khususnya bagi perencanaan pembangunan," ujar Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UK4), Kuntoro Mangkusubroto dalam sambutan peluncuran bertajuk "Skenario Bandung: Sketsa Energi Indonesia 2030", di kantor pusat PLN, Jakarta.

Kuntoro mengatakan, skenario-skenario yang dirumuskan bisa digunakan untuk menghasilkan perencanaan yang tepat guna memperkuat ketahanan energi nasional. Sebab, kepastian keamanan dan ketersediaan energi bagi masa depan adalah isu krusial bagi pemerintah sekaligus pembangunan ekonomi.

Sebaliknya, kata dia, ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan energi yang mungkin timbul, bisa berakibat fatal bagi masa depan energi Indonesia. Ujung-ujungnya, pertumbuhan industri strategis tak berjalan. Harganya pun bisa berubah.

Saat yang bersamaan, ketidakpastian dalam bidang usaha membuat rakyat kecil sangat rentan untuk dirugikan dan bahkan dilumpuhkan.

"Kalau terus demikian, gejolak ekonomi, sosial, dan politik sudah menunggu kita di ujung sana. Jadi, perencanaan dan kebijakan energi harus dipertimbangkan sehati-hati mungkin oleh pihak yang terkait," kata Kuntoro.

Wakil Presiden, Boediono, dalam kesempatan yang sama, menyatakan bahwa mengamankan energi tidak hanya hingga 2030, tetapi untuk selamanya. Untuk itu diperlukan upaya menyatukan pandangan untuk memecahkan masalah energi yang akan terus dihadapi bangsa Indonesia.

Menurut Boediono, selama ini seluruh pemangku kepentingan telah sangat disibukkan dengan mengatasi berbagai masalah untuk menggulirkan proyek-proyek energi dengan berbagai hambatan yang terjadi.

Soal Anggapan Raja Penalti Liga 1, Begini Pembelaan Arema FC

Bahkan, tidak sedikit proyek yang memakan waktu lama untuk menggulirkannya. Tapi, upaya yang dilakukan selama ini hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam jangka pendek.

“Kita belum melihat langkah untuk jangka panjang. Apa yang akan terjadi di tahun 2030 harus kita lihat, agar bisa dilakukan antisipasi. Itu memaksa kita melihat ke depan yang penting bagi semua,” ujar Boediono.

Apa itu Skenario Bandung?
Skenario Bandung merupakan skenario yang dikembangkan oleh Shell pada 1972 dan sudah digunakan di Afrika Selatan. Di Indonesia, skenario ini mulai diterapkan.

Ada 28 pakar dan pimpinan dari kalangan pemerintah, partai politik, BUMN, perusahaan swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat di sektor energi berkumpul di Bandung pertengahan Agustus silam.

Skenario Bandung itu memunculkan rumusan empat skenario tentang lanskap sektor energi di Indonesia tahun 2030, yaitu Skenario Ombak, Skenario Badai, Skenario Karang, dan Skenario Awak.

Skenario tersebut dipaparkan sebagai sistem energi akibat faktor pendorong seperti dampak perubahan iklim, instabilitas regional, potensi gangguan geopolitik internasional terkait pasokan energi, dan kerangka aturan yang tidak efektif.

Dikutip dari Skenario Bandung 2030 pada Selasa 14 Oktober 2014, ada empat skenario tentang energi. 

1. Skenario "Ombak"

Skenario ini digambarkan dengan sekelompok orang yang mendayung di kapal di tengah ombak. Artinya, birokrasi yang tidak efektif dan berlapis, sistem pemerintahan yang kompleks dan lamban, ditambah dengan kurangnya kemauan untuk berubah dan beradaptasi dapat menghambat masa depan energi Indonesia.

Kebijakan subsidi energi yang dipolitisasi dan kurang tertata justru memicu meningkatnya ketidakpastian.

Dalam skenario ini, pemerintah pusat bekerja memperbaiki tata kelola sektor energi, dengan penekanan utama pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai lokomotif implementasi kebijakan. Pemerintah bekerja untuk terus menyeimbangkan daya saing dan stabilitas.

2. Skenario "Badai"

Dalam skenario ini, digambarkan orang yang menggantikan layar di kapal yang tengah diterjang badai. Artinya, terlambat mengantisipasi perubahan iklim dan harmonisasi antara sumber-sumber energi dengan energi dan teknologi yang bersih dan terbarukan, dapat berakibat negatif bagi Indonesia.

Perubahan iklim dan risiko-risiko lingkungan mendominasi kebijakan nasional dan global, prioritas diletakkan pada pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pengembangan sumber energi bersih.

Perusahaan dan entitas keuangan swasta, institusi riset, dan masyarakat sipil mendorong pengembangan energi terbarukan.

3. Skenario "Karang"

Skenario ini digambarkan sekelompok orang yang mendayung di antara batu karang. Artinya, konflik di luar negeri, ketegangan politik di kawasan Asia, dan kompetisi sengit di tataran global untuk mencari sumber energi dapat memaksa Indonesia bergantung pada pasokan energi domestik untuk menopang pembangunan.

Ketegangan geopolitik terus berlangsung, mendorong Indonesia untuk mengadopsi strategi energi yang berorientasi domestik dan swasembada.

Kebijakan yang merupakan respons atas akutnya kekurangan energi global ini dipimpin oleh koalisi pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, pemangku kepentingan internasional, dan kekuatan pertahanan.

4. Skenario "Awak"

Skenario ini digambarkan oleh sekelompok orang di perahu yang mendayung bersama-sama. Artinya, strategi pengendalian perdagangan dari pemerintah pusat atas pemerintah daerah dapat menciptakan kesenjangan masyarakat, ketimpangan ekonomi yang tajam, dan potensi konflik daerah dan sipil.

Pendorongnya, kompetisi untuk mencari sumber energi. Kerangka kebijakan energi ini lebih difokuskan kepada pemberdayaan daerah supaya tercipta kemandirian energi. Para pihak terkait pun bekerja sama untuk mengembangkan sumber energi dan daerah.

Harapan Baru

Wapres berharap Skenario Bandung ini menjadi diskursus publik oleh berbagai pihak. “Langkah berkutnya adalah menuangkannya dalam aksi. Scenario planning ini sangat berguna sebagai ilmu baru, di bidang politik memaksa semua orang melihat apa yang dapat terjadi," kata Boediono.
 
Dalam laporannya, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Nur Pamudji, mengatakan bahwa Skenario Bandung ini sangat penting karena menggugah pemikiran untuk mencari terobosan baru terkait dengan pengembangan sektor energi.

Ia mengingatkan banyak hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan energi, seperti pertumbuhan kebutuhan energi di atas 5 persen, dan pemanfaatan energi modern yang tidak merata di seluruh wilayah di negara ini.

“Tidak hanya pulau-pulau terluar, tapi masih ada juga kampung-kampung di Pulau Jawa yang belum merasakan energi modern,” ujar Nur Pamudji.

Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pilihan-pilihan sumber energi yang akan digunakan, teknologi apa yang akan digunakan untuk menjadi energi modern.

“Banyak yang salah paham, misalnya di bidang geothermal kita memiliki potensi yang besar dan belum termanfaatkan. Ternyata pemanfaatan geothermal tidak sesederhana yang dibayangkan,” kata Nur Pamudji. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya