Safari Politik Jokowi Tak Sekadar Cairkan Ketegangan

Joko Widodo dan Aburizal Bakrie saat bertemu beberapa waktu silam.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVAnews - Jelang pelantikan sebagai presiden terpilih, Joko Widodo mulai menemui tokoh-tokoh politik di Tanah Air. Mulai pimpinan parlemen hingga pimpinan partai politik yang tergabung di Koalisi Merah Putih (KMP). 
Nasib 2 Debt Collector Ambil Paksa Mobil Polisi, Kemenhub Pangkas Jumlah Bandara Internasional

Sejak awal pemilu presiden, Jokowi memang dikenal memiliki kemampuan untuk mencairkan kebekuan politik. Salah satunya dengan cara duduk satu meja, makan siang bersama. Cara ini kemudian dikenal dengan politik makan siang Jokowi. 
Elite PAN soal PKB-Nasdem Gabung Prabowo: Ini Masih Perubahan atau Keberlanjutan? 

Langkah itu kini kembali diterapkan menjelang pelantikan Jokowi pada 20 Oktober 2014 mendatang. Meski kali ini bukan duduk untuk makan siang, pada Selasa sore, 14 Oktober 2014, Jokowi mengawali pertemuan dengan Ketua Presidium Koalisi Merah Putih yang juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar, . Pertemuan itu digelar secara tertutup di Galeri Seni Kunstring, Menteng, Jakarta Pusat.
Top Trending: Habib Bahar Akui Kemenangan Prabowo Gibran hingga Seorang Ulama Kritik Nabi Muhammad

ARB menuturkan, pada pertemuan itu, antara dirinya dan Jokowi penuh dengan keterbukaan. Kata ARB, pada awal pembicaraan Jokowi langsung mengawali dengan pertanyaan posisi Golkar ada di mana. Hal itu cukup membuat ARB terkesan dengan sikap Jokowi yang menginginkan adanya keterbukaan.

"Kan jelas, kalau kita bicara sama sahabat, posisi masing-masing harus jelas, jangan ada yang disembunyikan," ucapnya.

ARB menambahkan, dalam pertemuan itu keduanya menempatkan diri sebagai sahabat, dalam pemerintahan yang akan dijalankan Jokowi-JK mulai 21 Oktober 2014. Pada pertemuan itu keduanya setuju Partai Golkar dan Koalisi Merah Putih (KMP) akan memberikan masukan-masukan yang membangun untuk

Dalam kesempatan itu, ARB juga menegaskan pemerintahan. Apabila kebijakan yang prorakyat akan didukung. Sebaliknya, kebijakan Jokowi-JK merugikan rakyat akan langsung dikritik.

"Kalau penjegalan yang diberi arti menjatuhkan pemerintah, KMP tidak seperti itu. Pasti tidak ada penjegalan. Tapi kalau kita beda pendapat, kita tawarkan alternatif dan solusi," kata ARB.

Menurut ARB, dalam berpolitik memiliki pendirian masing-masing. Sehingga tidak bisa dipaksakan satu sama lainnya. 

ARB menganalogikan pertemuannya dengan Jokowi kali ini. Kata , saat makan, keduanya sama-sama menyantap hidangan jajanan pasar. Tetapi pilihan makanannya berbeda.

"Saya lihat Pak Jokowi ambil kue onde-onde dan saya ambil kue kelepon. Begitu pun dalam berpolitik, meski memiliki selera yang berbeda tetapi tentu saja yang akan diambil solusi bersama," kata ARB.

Ice breaking

Usai pertemuan tertutup, Jokowi juga angkat bicara mengenai topik pembicaraannya dengan ARB sore itu. Ia mengaku, saat bertemu dengan ARB, dia itu pindah haluan dari Koalisi Merah Putih.

"Saya tidak mengajak, saya hanya bilang ke Pak ARB, 'Bagaimana mengenai koalisi?' Dan kata Pak ARB, 'Saya, Golkar, tetap di koalisi merah putih. Itu saja," kata Jokowi.

Menurut dia, pertemuan itu juga hanya ingin menunjukkan bahwa antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang notabene pendukung Jokowi-JK dan Koalisi Merah Putih (KMP) yang notabene bukan pendukung, tidak ada masalah.

"Sekali lagi kami ingin menunjukkan kepada masyarakat kepada dunia investasi sebetulnya tidak ada masalah," tutur Jokowi.

Jokowi menambahkan, pertemuan dengan Koalisi Merah Putih (KMP) juga tidak hanya dilakukannya sendiri. Seluruh komponen PDIP juga menjalin hubungan yang baik dengan KMP dan Golkar, yang dipimpin Aburizal Bakrie.

"Saya katakan pertemuan ini bukan karena partai tidak aktif. Sebetulnya sudah juga dilakukan, seperti sekjen, ketua fraksi juga sudah melakukan itu. Antara partai sudah melakukan itu. Saya juga ada perlu untuk ketemu ARB," terang dia.

Terkait pertemuan tertutup Jokowi dan ARB, Wakil Sekjen PDIP, Ahmad Basarah, menyambut positif hal tersebut. Dia berharap, langkah Jokowi menemui para ketua partai lainnya di kubu Koalisi Merah Putih mendapat dukungan.

"Enam hari lagi dia jadi Presiden Republik Indonesia, bukan Presiden PDIP dan KIH. Yang dilakukan Jokowi satu langkah politik kebangsaan. Hendaknya seluruh pimpinan partai bisa merespons secara positif," kata Basarah.

Bagi dia, langkah politik Jokowi dengan menemui elite partai politik KMP bisa . Apalagi, pemerintahan Jokowi-JK akan segera menjalankan tugas-tugasnya.

"Perlu tindakan politik untuk ice breaking. Seharusnya kompetisi politik Pilpres dan Parlemen sudah selesai. Ke depan sudah harus bekerjasama," ujarnya.

Basarah membantah bila pertemuan itu tidak mendapat dukungan dari PDIP. Kabar ini berhembus setelah tidak adanya tokoh PDIP yang ikut dalam safari politik Jokowi. Menurut dia, ketidakhadiran elite PDIP dalam pertemuan itu bukan berarti tidak mendukung.

Dia pun menegaskan, saat menemui ARB, Jokowi memposisikan diri bukan sebagai perwakilan partai politik, tapi sebagai Presiden RI. 

Senada dengan Basarah, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Hatta Rajasa, meminta semua pihak tidak melihat safari politik Presiden terpilih, Joko Widodo, yang bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, dengan makna lain. Menurutnya pertemuan itu sebagai

Hatta menilai, safari politik yang dilakukan Jokowi sebagai sesuatu yang wajar. Dia juga menegaskan, keberadaan Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen justru akan membantu pemerintah. 

Oleh karena itu, dia juga berharap tidak ada pihak yang melakukan hal-hal yang justru akan merugikan masyarakat. "Yang tidak boleh itu politik jegal-menjegal," kata mantan Menko Perekonomian itu.

Bertemu Prabowo

Selain bertemu ARB, Jokowi juga berencana bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus rivalnya pada Pilpres 2014, Prabowo Subianto. Rencana pertemuan dengan Prabowo sudah dikomunikasikan dengan pihak mantan Danjen Kopassus tersebut. Namun, jadwal pertemuannya belum ditentukan.

Selain dengan Prabowo, Jokowi ‎juga berencana bertemu Ketum PPP Suryadharma Ali. Tim Jokowi juga sudah menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sedang mencocokkan jadwal. 

"Ya semuanya (coba diajak bertemu). Tapi satu per satu yang saya hubungi," kata Jokowi.

Jokowi menuturkan, komunikasi politik tersebut untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa sebetulnya tidak ada masalah apa-apa antara Jokowi-JK dengan KMP. Dengan demikian, nantinya dunia dan masyarakat akan percaya pada pemerintahan yang akan dipimpinnya bersama Jusuf Kalla.

Jokowi berharap, setelah bersedia bertemu, ketua umum partai dari Koalisi Merah Putih lainnya, termasuk Prabowo bisa berbincang membicarakan masalah bangsa. 

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, terkait rencana tersebut, bila memang ingin menemuinya.

"Kalau ada keinginan dari Pak Jokowi untuk ketemu, saya kira Pak Prabowo menerima. Masa, orang mau silaturahmi tidak bisa," kata Fadli Zon di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 15 Oktober 2014.

Namun, Wakil Ketua DPR RI itu belum bisa memastikan kapan Jokowi akan bertemu dengan Prabowo. 
 
Kendali Politik

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menilai safari politik Jokowi bukan semata-mata hanya untuk mendekati para lawan politiknya jelang pelantikan sebagai presiden. Melainkan, Jokowi sesungguhnya ingin menunjukkan bahwa sebentar lagi kendali politik ada di tangannya.

"Dia tidak hanya ingin memperlihatkan KMP, atau manuver KIH, namun dia ingin memperlihatkan bahwa dia adalah panglima poltik, dia ingin jemput bola. Dia ingin perlihatkan bukan lagi Puan, Megawati, atau Surya Paloh. Dia ingin perlihatkan, dia yang memegang konstelasi politik nasional," ujar Yunarto kepada VIVAnews, Rabu 15 Oktober 2014.

Yunarto juga menilai sikap Jokowi melakukan safari politik ini adalah untuk membuktikan bahwa dirinya bukanlah orang yang menunggu reaksi politik KMP, tapi justru dia yang ingin tegaskan arah politik KMP. Bahkan tanpa membawa orang-orang KIH.

"Menurutnya saya ini sudah dimatangkan oleh koalisi (Jokowi-JK), ini keputusan besar KIH. Karena memang sudah diakui bahwa SBY pun pada 2004-2009 turun langsung mengambil kendali yang dibangunnya, tidak diserahkan ke koalisi partai pendukung," terangnya.

Hal itu, menurut Yunarto, dilakukan Jokowi karena dia sadar bahwa paska dilantik menjadi presiden, wibawa politik akan berbeda. "Ini yang ingin disimbolisasikan memegang kendali," ujar dia. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya