Mengapa ISIS Agresif Penggal Warga Amerika?

Abdul-Rahman (Peter) Kassig
Sumber :
  • REUTERS/Kassig Family/Handout via Reuters
VIVAnews - Kelompok militan Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS) kembali menebar teror dengan merilis video eksekusi pada Minggu, 16 November 2014. Kali ini, sandera yang dipenggal adalah relawan kemanusiaan asal Amerika Serikat, Peter Kassig. 
Nikah Beda Agama, 5 Artis Ini Jalankan Puasa Ramadhan Tanpa Pasangan

Video eksekusi pria berusia 26 tahun itu, seolah mengaburkan perhatian publik yang sebelumnya tercurah pada pertemuan para pemimpin KTT G20 di Brisbane, Australia. Berita itu turut menghentak Obama yang baru saja menyelesaikan pertemuan para pemimpin negara maju dan berkembang tersebut.
Terpopuler: Harga Pemain Timnas Indonesia Paling Mahal, Naturalisasi Shin Tae-yong

Kassig menjadi sandera ketiga asal Negeri Paman Sam yang dieksekusi oleh kelompok pimpinan Abu Bhakar al Baghdadi itu setelah duo jurnalis James Foley dan Steven Sotloff. Dia diculik ketika tengah dalam perjalanan dari kota Deir Ezzour untuk mengantarkan bantuan kemanusiaan pada Oktober 2013 lalu. 
Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 Ungkap Keamanan saat Peliputan Belum Terjamin Penuh

Kassig tetap dieksekusi kendati saat diculik, dia berubah menjadi Mualaf dan diberi nama Abdul Rahman Kassig. Pesan dari Ibu Peter yang juga seorang Mualaf, Paula Kassig, tidak mempan untuk membujuk ISIS dan membiarkan pemuda itu hidup. 

Namun, ada yang berbeda dari video yang dipublikasikan ISIS pada Minggu kemarin. Kantor berita Reuters, Senin 17 November 2014 melansir, dalam video yang diberi judul "Although the Disbelievers Dislike It", Kassig tidak terlihat meninggalkan pesan terakhir seperti lima video eksekusi ISIS lainnya. 

Muncul dugaan bahwa Kassig menolak untuk menyampaikan pesan terakhir yang biasanya berisi kritikan terhadap Pemerintah AS dan negara sekutunya. Menurut sumber yang dikutip laman The Daily Best, Kassig telah memprediksi sebelumnya, dia akan dieksekusi. 

"Dan oleh sebab itu, dia menolak untuk berbicara. Bahkan, dia bisa saja membuat penculiknya frustasi karena kerap melafalkan ayat-ayat dalam Al-Quran,"  ujar sumber itu. 

Kendati tidak banyak bicara, namun, durasi video Kassig jauh lebih panjang. Sebab, dalam video itu juga direkam eksekusi massal pasukan militer dan pilot Suriah yang loyal terhadap Presiden Bashar al-Assad. Wajah para tukang jagal itu juga diperlihatkan dan tidak ditutupi mengenakan topeng.  

Dalam video itu, tidak ada proses eksekusi Kassig. Kepala pria asal Indianapolis itu tiba-tiba terekam telah dipenggal dan diletakkan di samping kaki si tukang jagal yang kerap disebut John The Beatle. John sendiri yang lalu menyampaikan pesan bagi Obama. 

"Kepada Obama, anjing Roma. Hari ini kami bunuh pasukan Bashar dan esok kami akan membantai pasukan Anda. Dan dengan izin dari Allah, kami akan menuntaskan peperangan terakhir ini. ISIS akan segera mulai membantai warga Anda di jalan," ungkap John dan dikutip laman Dailymail

John turut menyebut, usai dibunuh Kassig dimakamkan di kota Dabeq, dekat dengan perbatasan Turki.

"Di sini kami kuburkan pasukan pertama AS di Dabeq. Kini kami tengah menanti, sisa pasukan kalian tiba," kata dia

Gedung Putih yang semula enggan mengomentari, akhirnya menyebut video itu asli. Di atas pesawat Airforce One, Obama mengecam pembunuhan keji terhadap Kassig.

"ISIS telah membunuh warga yang tidak berdosa, termasuk kaum Muslim dan hanya ingin menunjukkan kematian dan kehancuran," kata dia dalam perjalanan dari Hawaii menuju ke Washington. 

Alat Provokasi

Menurut pendapat dari pengajar sejarah dan politik Timur Tengah, Jeremy Salt, kepada Russia Today (RT), tujuan dari eksekusi sandera Negeri Paman Sam, karena ISIS justru ingin menarik supaya AS kembali berperang di Timur Tengah. Sementara, Obama telah berulang kali berjanji untuk tidak lagi mengirimkan pasukan darat ke area tersebut. 

"Dan sebenarnya, eksekusi itu dirancang sebagai sebuah provokasi yang besar. Buat saya tidak masuk akal ketika mereka membunuh warga Amerika dan mengatakan 'kami tidak menginginkan Anda datang ke Irak dan Suriah'. Hal itu tentu memaksa AS untuk melakukan sesuatu," ujar Salt. 

Sementara, menurut analisa The Daily Beast edisi Minggu, 16 November 2014, ISIS sengaja mengeksekusi sandera mereka untuk mengintimidasi siapa pun yang dianggap sebagai musuh, khususnya dari negara-negara barat. Selain itu, untuk meyakinkan para pejuang ISIS, bahwa organisasi pimpin Baghdadi itu masih tetap kuat.

Lain lagi pendapat Pengajar Kajian Keamanan di King's College, London, Inggris, Peter Neumann. Menurut dia, ISIS sengaja mengeksekusi sanderanya, untuk menarik perhatian dunia dan merekrut lebih banyak pejuang.

"Mereka tidak perlu lagi menghancurkan Gedung World Trade Centre (WTC) atau menghantam Pentagon. Ini merupakan strategi yang efektif dan biaya murah," ujar Neumann. 

Para sandera dari negara barat biasanya dipilih yang berprofesi sebagai pekerja kemanusiaan atau jurnalis. Dalam pandangan analis terorisme CNN, Paul Cruickshank, jika para sandera masih hidup, maka akan dijadikan alat oleh ISIS. 

"Mereka akan digunakan sebagai alat untuk tawar menawar bagi kelompok militan itu, dijual ke kelompok ekstrimis lain atau meminta imbalan dengan nilai fantastis," kata Cruickshank. 

Dana tebusan ini, diduga menjadi salah satu sumber keuangan ISIS. Stasiun berita Channel News Asia mengutip pernyataan Asisten Sekretaris untuk Bidang Terorisme dan Intelijen Finansial, David Cohen yang mengatakan ISIS kini merupakan kelompok teroris di dunia.

Mereka diduga bisa meraih penghasilan senilai US$1 juta atau Rp12 miliar setiap tahunnya. Data yang dimiliki Cohen menyebut, untuk tahun ini saja, ISIS mengantongi pemasukan sebesar US$20 juta atau Rp241 miliar dari uang tebusan sandera. Belum lagi, dari hasil penjualan minyak di pasar gelap, kian membuat gemuk pundi-pundi ISIS.

Namun, AS memiliki kebijakan tegas. Mereka menolak untuk bernegosiasi atau membayar uang tebusan kepada kelompok teroris. Laman USA Today menulis, alasannya sederhana, karena uang tebusan itu malah akan memicu terjadinya aksi penculikan lainnya dan mendanai aktivitas terorisme kelompok tersebut.

Duta Besar AS untuk Indonesia, Robert Blake O. Jr, dalam diskusi terbatas dengan beberapa media pernah menyampaikan bahwa metode eksekusi ISIS sengaja dipilih yang paling mengerikan. Tujuannya, kata dia, tiada lain untuk menakut-nakuti publik. 

"Itu merupakan bagian dari taktik mereka dan AS tidak akan membiarkan diri kami merasa terintimidasi dengan cara itu," tegas Blake.

Sandera Terakhir

Kassig menjadi sandera keenam yang dieksekusi oleh ISIS. Pertanyaan kemudian muncul, masih berapa banyak sandera yang masih ditawan oleh ISIS?

Menurut laporan Dailymail, ISIS hanya memiliki satu sandera wanita asal AS. Hanya sedikit informasi mengenai wanita, bahkan identitas namanya pun tidak diketahui. 

Laman The Daily Beast, mengatakan sandera wanita memiliki usia yang sama seperti Kassig. Senasib dengan Kassig, dia diculik di Suriah pada Agustus 2013 ketika tengah mendistribusikan bantuan kemanusiaan di tengah-tengah perang sipil Suriah. 

Para pejabat AS dan keluarga wanita tersebut telah meminta agar nama dia tidak disebut di hadapan publik. Mereka khawatir, hal tersebut akan membuatnya dalam bahaya besar. Tujuan ISIS tetap membiarkannya hidup, juga masih belum jelas. 

Namun, menurut mantan pejabat AS, sandera wanita itu tidak muncul di akhir video eksekusi Kassig yang dirilis pada Minggu kemarin. Itu mengubah pola ISIS yang selama ini selalu menunjukkan korban sandera selanjutnya yang akan dibunuh. 

ISIS telah pernah membunuh wanita Muslim dan anak-anak. Namun, mereka belum pernah mengeksekusi sandera wanita di depan kamera. 

Beredar kabar, jika AS ingin sandera wanita itu bebas, maka pemerintah harus menyiapkan uang tebusan senilai US$6 juta atau Rp73 miliar. Selain itu laman Dailymail, Senin, 17 November 2014 melansir ISIS juga meminta pembebasan doktor ilmu neuro lulusan Institut Teknologi Massachusetts (MIT), AS, Aafia Siddiqui. 

Siddiqui ditangkap polisi karena dituding berusaha membunuh seorang pejabat Negeri Paman Sam. 

Angka tebusan yang diminta ISIS untuk membebaskan sandera wanita terakhir AS itu memang jauh lebih rendah dibandingkan uang tebusan yang diajukan kelompok tersebut untuk James Foley. 

Saat itu, ISIS menyebut Foley akan dibebaskan asal Pemerintah AS membayar uang tebusan senilai 100 juta Euro atau setara Rp1,5 triliun.

Namun, hingga saat ini nasib sandera wanita itu masih belum diketahui. Menurut mantan pejabat anti teror AS, sebelum ISIS menentukan apa yang sebaiknya dilakukan terhadap sandera, kelompok militan tersebut akan mempertimbangkan dengan matang bagaimana respon publik. 

"Sebelum mereka melakukan apa pun, mereka ingin yakin terlebih dahulu, bagaimana sebaiknya aksi ini dimainkan," ujar mantan pejabat itu. 

Sementara, di mata mantan negosiator para sandera, nominal tinggi untuk uang tebusan sengaja diberikan karena ISIS tidak benar-benar ingin membebaskan sandera. Malah, para sandera itu hanya digunakan oleh ISIS sebagai alat kampanye propaganda global yang bertujuan untuk merekrut pengikut baru. 

Dalam sudut pandang ISIS, sandera AS dan Inggris justru lebih berguna tampil di video propaganda ketimbang sebagai alat untuk mengumpulkan uang. Walaupun uang tebusan juga penting sebagai sumber pemasukan ISIS. 

Namun, CNN berpendapat berbeda. Selain sandera wanita itu, ISIS diduga juga menyekap warga AS lainnya yang berprofesi sebagai jurnalis lepas, Austin Tice. Tice kerap menulis untuk harian Washington Post dari Suriah. 

Dia dilaporkan menghilang dari Suriah pada 14 Agustus 2012 lalu. Sejak saat itu, tidak ada kabar yang terdengar dari Tice.

Selain warga AS, ISIS diduga juga masih menawan sandera yang berasal dari beberapa negara Eropa. Termasuk jurnalis asal Inggris, John Cantlie, yang kerap muncul dalam beberapa video propaganda ISIS. Video itu diberi judul "Lend Me Your Ears".  

Langkah Obama

Melihat warga negaranya kerap dijadikan target penculikan dan eksekusi ISIS, Obama rupanya gerah juga. Terlebih ini merupakan sandera ketiga asal Negeri Paman Sam yang dieksekusi. 

Maka Obama kemudian memerintahkan peninjauan ulang secara menyeluruh kebijakan Pemerintah AS dalam membebaskan warganya ketika ditahan oleh kelompok militan di luar negeri. 

"Pemerintah selalu bertujuan untuk menggunakan sumber daya yang sesuai dengan hukum dalam membantu pembebasan anggota keluarga mereka kembali ke rumah," ungkap Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Alistair Baskey yang dikutip Reuters

Obama meminta adanya koordinasi di antara beberapa badan seperti Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Biro Investigasi Federal (FBI), dan Komunitas Intelijen. Namun, Baskey mengatakan, pemerintah tidak bisa memaparkan secara detail langkah apa saja yang diambil untuk membebaskan sandera asal AS. 

"Kami akan terus melanjutkan semua langkah yang sesuai dengan kaidah militer, intelijen, penegakkan hukum dan kemampuan diplomatik agar bisa mengembalikan sandera AS. Upaya tersebut terus dilakukan setiap hari," imbuh Baskey. 

Bocornya peninjauan kembali itu bermula dari adanya surat yang ditulis Menteri Pertahanan Christine Wormouth, kepada Senator Republik, Duncan Hunter. Namun, di dalam surat tersebut, tidak dijelaskan secara eksplisit apakah peninjauan ulang kembali tersebut bermakna pemerintah bersedia membayar uang tebusan kepada kelompok militan. 

Sebelumnya, pemerintahan Obama sempat dikritik lantaran dianggap tidak berbuat apa pun untuk membebaskan James Foley saat diculik ISIS. Tidak ingin persepsi publik keliru, Pentagon lalu mengatakan kepada kantor berita CNN, Negeri Paman Sam pernah menggelar sebuah operasi khusus untuk menyelamatkan Foley dari ISIS. 

Para personil militer yang diturunkan untuk menyelamatkan Foley pun bukan sembarang tim. Pemerintah AS menurunkan puluhan pasukan elit seperti Delta Force dan tim Angkatan Laut 6. 

"Sayangnya, misi penyelamatan tersebut gagal, karena para sandera tidak berada di lokasi yang kami sasar," ungkap juru bicara Pentagon, John Kirby. 

Sebelumnya, AS berpikir dengan melakukan serangan udara bersama mitra koalisi, bisa melemahkan kekuatan ISIS. Bahkan, dalam satu serangan dua pekan lalu, serangan udara AS diduga berhasil melukai al-Baghdadi yang tengah melakukan pertemuan di sebuah bunker bawah tanah di kota Qaim, Irak. 

Namun, tak berapa lama setelah muncul kabar tersebut, ISIS merilis video eksekusi Kassig. Dunia kini menanti langkah Obama untuk tidak hanya memberantas ISIS, namun menyelamatkan warga negaranya. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya