Pro Kontra Jaksa Agung Pilihan Jokowi

Jaksa Agung HM Prasetyo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVAnews
Coba-coba Bikin Mobil Listrik, Xiaomi Dibuat Kaget
– Jaksa Agung yang dinanti-nanti akhirnya diumumkan dan dilantik Presiden Joko Widodo. Dia adalah Politikus Partai Nasdem, HM Prasetyo. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 itu dilantik Presiden Jokowi pada Kamis 20 November 2014 di Istana Negara, Jakarta.

Akibat Banjir, Penerbangan Perdana Maskapai Emirates Airbus 380 dengan 592 Penumpang dari Dubai ke Bali Dibatalkan

Penunjukan Prasetyo untuk memimpin kejaksaan menuai kritikan keras dari publik. Diantara yang mengemuka adalah posisinya saat ini sebagai pengurus partai politik dan anggota DPR. Padahal, sebelum terjun ke dunia politik Prasetyo berkarier sebagai jaksa.
Presiden Direktur P&G Indonesia Sebut Prospek Masa Depan Indonesia Cerah 


Sejumlah lembaga masyarakat sipil mempertanyakan integritas Prasetyo. Di antaranya, Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Kritikan keras juga datang dari sejumlah anggota Komisi III DPR, alat kelengkapan DPR yang membidangi persoalan hukum.

Kepastian Prasetyo menjadi Jaksa Agung yang dipilih Jokowi baru mengemuka Kamis pagi dan langsung dilantik pada sore harinya. Saat dikonfirmasi, Sekretaris Kabinet Andi Widjodjanto tidak menjelaskan alasan Presiden memilih politikus Nasdem itu. "Tanya Presiden saja," ujarnya.

Andi hanya menjelaskan, Jokowi telah mendapatkan kepastian dari Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bahwa setelah dilantik Prasetyo akan diberhentikan dari partai. Jaminan itu disampaikan saat Surya Paloh mendatangi Jokowi pada Rabu, 19 November. "Memberikan jaminan bahwa Pak HM Prasetyo akan mundur dari NasDem," ujar Andi.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, mengungkapkan alasan Jokowi memilih politikus Partai Nasdem itu menjadi orang nomor satu di Kejaksaan Agung. "Beliau dapat masukan partai dan profesional. Kemudian prinsip beliau, orang yang punya loyalitas, bisa bekerja, punya kapabilitas, punya kredibiltas, itu saja," ujarnya.

Atas alasan itu, Jokowi langsung mengangkat Prasetyo. Tedjo meminta agar pengangkatan Prasetyo sebagai Jaksa Agung tidak dikait-kaitkan dengan urusan politik, meskipun dia adalah seorang politikus. "Ndak masalah (banyak penolakan). Beliau kan mantan JAMPidum juga. Jangan terlalu dikaitkan-kaitkan dengan politik, ndak begitu," kata Tedjo.

Presiden Jokowi, kata Tedjo, menjamin bahwa pilihannya itu tidak salah. Prasetyo akan bersikap independen dan memiliki kredibilitas untuk menjalankan tugasnya sebagai jaksa Agung.


Menurut Tedjo, Presiden memiliki banyak nama yang dipertimbangkan untuk menduduki posisi Jaksa Agung. Namun akhirnya, Jokowi memilih Prasetyo.


"Itulah, kalau dimatriks, ketemunya itu. Dari kapabilitas, kredibilitas, loyalitas dan sebagainya, ya ketemunya itu. Ya sudah. Beliau pilih yang itu, bisa dipercaya, lebih sreg. Kan yang pakai beliau," tutur Tedjo.


Figur Jaksa Agung Baru


Menjabat Jaksa Agung, Prasetyo menjamin bahwa dia memiliki independensi yang kuat meski dia menjadi anggota partai politik. "Woh ya...dijamin independen dan integritasnya," katanya.


Prasetyo meminta agar publik tidak buru-buru menghakimi Surya Paloh selaku ketua umum Nasdem atas penunjukannya. Menurut dia, publik boleh saja menduga yang tidak-tidak, tapi semua orang tahu siapa sebenarnya Surya Paloh.


"Track recordnya seperti apa beliau tidak mungkin sembarangan," kata Prasetyo.


HM Prasetyo mengaku saat ini dia sudah berhenti dari keanggotaan Partai Nasdem, sehingga dia bisa fokus bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. "Ketika bangsa memanggil maka semua kepentingan lain, pribadi kelompok dan golongan harus ditinggalkan," ujar dia.


Mantan Jampidum itu tak ingin berpolemik dengan anggapan bahwa  dia adalah "titipan" partai. Bagi dia, semua pihak nanti bisa menilai apa yang bisa dia kerjakan untuk Kejaksaan Agung.


"Biar nanti orang membuktikan. Saya akan menyelesaikan tugas dengan khusnul kotimah," tuturnya.


HM Prasetyo dilantik menjadi Jaksa Agung berdasarkan Keputusan Presiden no 131 Tahun 2014 tentang Jaksa Agung. Keputusan ini berlaku sejak pelantikan.


Saat dilantik, HM Prasetyo bersumpah tidak akan memberikan atau menjanjikan dan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Dia juga berjanji dalam melaksanakan tugasnya tidak akan menerima janji atau menerima pemberian.   


Sebelum terjun ke dunia politik, Prasetyo yang merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) itu dikenal sebagai sosok senior di Korps Adhyaksa. Dia lama berkarir di Kejaksaan Agung, dengan jabatan terakhir sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung periode 2005-2006.


Pria kelahiran Tuban, 1947 itu juga pernah menjabat Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejagung, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada 2003-2006 dan Kepala Kejaksaan NTT tahun 1999-2000, Inspektur Kepegawaian dan Tugas Umum Pengawasan Kejagung tahun 2000-2003, Direktur Politik pada JAM Inteljen Kejagung tahun 1998-1999, dan Wakil Kepata Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan tahun 1998-1998.


Pro Kontra


Penunjukan Prasetyo sebagai jaksa agung sebelumnya sempat menuai kontroversi. Salah satunya dari ICW yang meminta Jokowi agar tidak menunjuk politisi sebagai jaksa agung.


ICW beralasan, ketika seorang politisi ditunjuk menjadi jaksa agung, maka konflik kepentingan dengan partai akan sangat dimungkinkan. Sehingga penegakan hukum yang objektif dan equal akan mustahil dilakukan.


Kritik senada datang dari PSHK. Lembaga studi tentang hukum dan kebijakan ini menilai, pilihan Jokowi ini mempertebal keraguan publik terhadap komitmen Jokowi untuk membenahi kejaksaan. Sebab, selama berkarier di kejaksaan, Prasetyo dinilai tidak memiliki  prestasi dan terobosan yang berarti.


Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai, penunjukan Prasetyo sebagai Jaksa Agung tidak melanggar Undang-Undang. Bahwa yang bersangkutan kini sudah menjadi Anggota DPR RI, maka bisa mengajukan surat pengunduran diri sebelum dilantik, sehingga tidak ada rangkap jabatan.


"Seorang jaksa dan anggota parpol bisa saja dilantik jadi jaksa agung, dan itu tidak melanggar UU," kata Yusril kepada VIVAnews.


Namun anggota Komisi Hukum DPR, Muslim Ayub, meragukan latar belakang politik Jaksa Agung HM Prasetyo yang baru saja dipilih Presiden Joko Widodo. Bagi politisi Partai Amanat Nasional itu, latar belakang partai politik Prasetyo akan menjadikannya menjadi sosok yang mudah diintervensi.


"Saya katakan, kalau politisi jadi Jaksa Agung peradilan tidak baik. Kalau mau dari kalangan yang netral. Kalau politisi ada yang terkait otomatis tidak fair," katanya.

 

Muslim menambahkan intervensi partai juga akan mudah dilakukan bila Jaksa Agung berasal dari partai. "Kalau saya jadi presiden, lalu orang PAN jadi Jaksa Agung, perintah saya akan diikuti," ujarnya.


Namun Muslim menyadari jika pemilihan Jaksa Agung merupakan hak prerogatif presiden. Namun sebagai wakil rakyat, dia memiliki hak untuk mengkritisi kebijakan presiden, termasuk pengangkatan Jaksa Agung.


Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Pandjaitan, mempertanyakan kebijakan Presiden Joko Widodo mengangkat politisi Partai Nasdem HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung. Sebab, Prasetyo tercatat tidak memiliki prestasi apapun selama bertugas sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum periode 2005-2006.


"Kita hormati pilihan Presiden Joko Widodo yang mengangkat HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Tetapi, Prasetyo tidak punya prestasi cemerlang saat menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum 2005-2006," katanya.


Selain itu, Trimedya juga mempertanyakan mobilitas Prasetyo, saat menjalankan tugas sebagai Jaksa Agung, mengingat usianya yang dinilai sudah terlalu tua.


"Dengan usia yang 67 tahun, kita khawatirkan mobilitasnya dalam menjalankan tugas. Misalnya, kerja lebih dari 10 jam sehari untuk benahi kejaksaan, apakah beliau kuat," ujarnya.


Dengan terpilihan Prasetyo, Trimedya mengatakan, pembenahan lembaga penegak hukum dan sistem hukum di Indonesia akan sulit tercapai.


"Prasetyo harus jawab keraguan ini, sebab beliau bukan jaksa yang punya prestasi cemerlang. Penunjukkan Praseto tidak ada yang surprise," ujarnya.


Trimedya berpendapat, semestinya Jokowi memilih figur yang lebih muda jika ingin membenahi sistem hukum. Dia meyakini, di internal Kejaksaan pasti ada sosok muda yang kompeten untuk menjadi Jaksa Agung.


"Misalnya Pak Jokowi ingin Jaksa Agung dari dalam, lebih baik yang muda, yang punya mobilitas tinggi guna memberantas korupsi dan internal Kejagung," katanya.


Dia pun menyesalkan, para pihak yang sengaja merekomendasikan Prasetyo sebagai Jaksa Agung kepada Jokowi hingga memilih Jaksa Agung. Namun begitu, dia mengaku tidak tahu pasti pihak yang menyodorkan nama tersebut.


"Penunjukan Prasetyo, tentu yang paling mengerti adalah Jokowi. Kita tidak tahu siapa yang memberi saran ke Jokowi, kita tak tahu," katanya. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya