Kepala BPS Suryamin

Kami Siap Memotret Program Kementerian Baru

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Penyediaan data statistik nasional, kini tidak hanya untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Permintaan terhadap data statistik semakin meningkat, seiring berkembangnya indikator-indikator baru.

Bukan Hanya Palestina, Ini 9 Negara yang Belum Diakui Keanggotannya oleh PBB

Dalam 10 tahun terakhir, indikator baru muncul dan masih akan terus berkembang ke depannya. Apalagi, ada acuan internasional di PBB, yakni dari United Nations Statistics Division (UNSD) yang setiap tahun membicarakan perkembangan-perkembangan yang terjadi.

Akibatnya, perhitungan statistik makin berkembang. Berkembang indikator lain, di antaranya juga terkait indikator demokrasi. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah diminta untuk mengeluarkan survei indikator perilaku antikorupsi dari masyarakat. Nanti, diikuti indikator perilaku antikorupsi penyelenggara negara.

2.000 Hewan Ternak Dilakukan Vaksinasi Antisipasi Wabah PMK Secara Gratis

BPS pun siap menyediakan data untuk mendukung program dan visi misi pemerintahan baru Joko Widodo dan Jusuf Kalla, terutama di bidang kemaritiman hingga target swasembada pangan.

Untuk lebih detailnya, VIVAnews mewawancarai Kepala BPS, Suryamin, di kantornya, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Ternyata Buah Delima Punya Manfaat untuk Sembuhkan Kanker, Benarkah?

Bagaimana Anda melihat perkembangan statistik nasional saat ini?
Tentu, selain menyelenggarakan statistik nasional di bidang ekonomi dan sosial, kini juga berkembang data statistik lain yang cukup pesat. Permintaan terhadap data statistik ini semakin meningkat, seiring berkembangnya indikator-indikator baru.

Kalau kami, seperti biasa mengukur pertumbuhan ekonomi berdasarkan sektor, rumah tangga pemerintah, investasi, hingga ekspor-impor. Demikian juga menurut sektor produksi, pertanian, pertambangan, industri manufaktur, konstruksi, listrik, air sampai ke perdagangan. Itu terus kami lakukan.

Indikator sosial juga terus kami lanjutkan, ketenagakerjaan, pengangguran, tingkat pendidikan  kemiskinan, dan lainnya. Tetapi, di samping itu, berkembang juga 10 tahun terakhir dan ke depannya masih akan terus berkembang, indikator baru yang dituntut untuk disajikan, ini tantangan untuk BPS.

Sebab, kami tidak bergerak sendiri, ada acuan internasional di PBB, UNSD, yang setiap tahun mengundang seluruh badan statistik di seluruh dunia membicarakan perkembangan-perkembangan yang terjadi. Sehingga, perhitungan statistik makin berkembang.

Berkembang indikator lain, di antaranya kami sekarang di era demokrasi saja sudah dituntut untuk mengeluarkan indikator demokrasi. Dulu kan tidak terpikir, kemudian ada indikator baru lainnya dalam rangka pemberantasan korupsi, dituntuk juga bagaimana mengukurnya.

Sekarang, BPS sudah diminta untuk mengeluarkan survei indikator perilaku antikorupsi dari masyarakat. Nanti, diikuti indikator perilaku antikorupsi penyelenggara negara. Tetapi, itu belum. Kemudian, indikator lain yang masih hangat, indikator kebahagiaan, dulu nggak kebayang. Ini di internasional sudah banyak yang melakukan, bahkan sudah dua atau tiga tahun lalu, nah ini kami harus ikuti.

Karena untuk perbandingan di dunia, bukan saja pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan, tapi juga indikator-indikator ini digunakan lembaga internasional untuk membandingkan antarnegara. Jadi, tuntutannya selama 10 tahun ini semakin berkembang dan di masa depan tantangannya juga semakin besar.

Untuk indikator perilaku antikorupsi ini permintaan siapa?
Di internasional ada indikator persepsi antikorupsi, dengan sendirinya, sesuai anjuran PBB, setiap negara, National Statistics Service harus bisa menyajikan. Kami juga persiapkan kebutuhan data untuk perubahan dari Millennium Development Goals (MDGs) menjadi Sustainable Development Goals (SDGS), pada 2015 harus sudah berubah. Tentu, kami sebagai National Statistics Service harus menyiapkan kebutuhannya.

Misalnya, SDGs ini kan harus memasukkan indikator lingkungan. Bagaimana mengukurnya, variabel apa yang harus dikumpulkan di lapangan, BPS banyak memberikan masukan kepada PBB. Sebab, kami sudah banyak pengalaman dalam hal ini. Semuanya ini di negara lain juga sama dari MDGs ke SDGs, jadi statistik terus berkembang.

Terkait visi dan misi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, apa yang BPS siapkan?
Itu pasti akan menjadi perkembangan baru, dan kami sudah bergerak. Misalnya, dengan adanya kementerian baru, program-program baru kan output-nya. Nah, bagaimana BPS sebagai penyelenggara statistik harus bisa memotret, seperti halnya memotret pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan.

Tetapi, ini kan tidak bisa langsung kami survei, kami harus diskusi dulu bagaimana mengukur keberhasilan program-program baru ini. Nah, kami sudah bergerak dan diskusi dengan Bappenas serta kementerian terkait. Misalkan ada kementerian kemaritiman, nanti apa output-nya dari pembangunan kemaritiman. Itu harus dipetakan, apa program-program yang sudah dijalankan di sektor kemaritiman, lalu bagaimana mengukurnya, variabel-variabel apa yang harus disurvei.

Pada akhirnya dijadikan indikator-indikator, misalkan dalam memotret pertumbuhan ekonomi, subsektor kemaritiman berapa besar kontribusinya. Jadi, kami ikut membangun indikator-indikator untuk menjadi suatu ukuran sebagai bahan evaluasi dan perencanaan dalam bidang itu. Khususnya, kementerian dan lembaga yang baru, seperti apa. Kami harus ikuti apa yang mau dibangun, nanti BPS memetakan dalam bentuk data. Kami sajikan data-data tersebut untuk bahan evaluasi.

Terkait kebutuhan data, apa yang sudah disiapkan sebagai bahan acuan pemerintahan baru?
Yang sudah ada kami siapkan. Kalau terkait visi misi maritim, misalnya di sektor transportasi laut. Tetapi, memang ada yang belum kami survei, saat ini kan baru beberapa yang disurvei, seperti berapa banyak barang dan orang yang menggunakan transportasi laut. Nah, apakah akan dikembangkan lagi, kami akan koordinasi dengan kementerian terkait dan Bappenas.

Perdagangan ekspor-impor biasa yang surveinya sudah jalan menggunakan data yang ada di Bea dan Cukai. Tetapi, kan pemerintah baru ingin memperdalam survei sampai yang diselundupkan, itu yang nanti kami diskusikan bagaimana mengukurnya,

Bagaimana Anda melihat potret pertumbuhan ekonomi selama 10 tahun terakhir?
Begini, pada 2004, pertumbuhan ekonomi itu 5,03 persen, 2005 naik 5,7 persen. Tetapi, dalam perjalanannya sempat turun dan mencapai puncak tertinggi pada 2011 sampai 6,5 persen. Tetapi, setelah itu ada perlambatan, sehingga sampai triwulan III-2014 secara kumulatif menjadi 5,11 persen. Jadi, ada penurunan. Ini bisa beberapa faktor yang mempengaruhi.

Sektor apa yang paling berkembang?
Dilihat dari produksi sektor ekonomi yang dominan masih tetap tiga, pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan. Itu mencakup dari total PDB yang ada sekitar 52 persen. Dari sisi konsumsi, paling kuat dan stabil adalah konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah tidak terlalu berkontribusi besar. Yang menunjukkan perlambatan itu ekspor dan impor. Selama tahun-tahun awal 10 tahun belakangan cukup tinggi. Tetapi, tiga tahun ini mulai defisit, ada kecenderungan melambat sehingga defisit.

Presiden Jokowi menargetkan swasembada pangan, apa tanggapan Anda?
Pangan ini meningkat cukup bagus, ada tiga komoditas yang cukup baik perkembangannya dan mungkin bisa ditingkatkan, yakni beras, jagung, dan kedelai. Tetapi, di samping itu ada yang berpotensi tapi belum tergali, seperti perikanan dan perkebunan.

Apa tantangannya?
Pangan ini kalau kami lihat ada tiga komoditas, padi, jagung, dan kedelai, ini memang perlu penyesuaian luas lahan. Sebab, antara tiga komoditas ini lahannya tarik-tarikan. Kalau tidak diperluas lagi, jika kemarau, padi berkurang, beralih ke jagung dan kedelai. Makanya, harus ada penambahan lahan.

Selain itu, hasil sensus penduduk, usia petani-petani kita cukup tua. Artinya, memang harus ada upaya, minimal sosialisasi agar yang usia muda ini lebih tertarik. Di sisi lain, masalah infastruktur seperti irigasi, luas lahan, bibit, dan benih, itu harus menjadi perhatian. Tentu, ada strategi baru dari Kementerian Pertanian, penyuluh dan sebagainya harus ditingkatkan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin

Untuk target pertumbuhan ekonomi 7 persen, apa yang harus menjadi fokus Pemerintahan Jokowi?
Sektor pertanian harus diperhatikan, dan industri manufaktur, karena perannya agak menurun. Pertanian termasuk perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Nah, dua itu harus dikaitkan dengan industri manufaktur. Kalau melihat data, sekarang kan yang tinggi sektor tertier, misalnya, jasa perdagangan, jasa transportasi, dan sebagainya.
Pertanian ini sektor premier, dan manufaktur ditingkatkan, pertumbuhannya akan meningkat.

Sebab, kalau banyak yang dihasilkan dari pertanian dan industri, maka yang diperdagangkan akan meningkat lagi. Kalau lihat data, sektor premier ini digenjot, dan hasil pertanian tidak dijual dalam bentuk mentah, diproses dulu. Dikaitkan dengan industri manufaktur, apakah itu skala mikro kecil, menengah atau besar, maka itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Jadi, program Pak Jokowi mulai dari sektor pertanian itu pas. Tinggal nanti dikaitkan ke manufaktur, diproses dulu, dijual di dalam maupun luar negeri. Selain itu, kalau diproses dulu kan akan menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan nilai tambah. Tidak mengekspor singkong, tetapi digoreng dulu, dikemas dijadikan makanan ringan, maka ada industri yang tumbuh. Industrinya berkembang, menciptakan lapangan kerja dan memberikan nilai tambah.

Sektor pariwisata juga menjadi salah satu andalan Presiden Jokowi untuk mendorong perekonomian. Berdasarkan data, bagaimana potensinya?
Potensinya besar, tapi masih kalah jauh dengan negara lain. Padahal merupakan sumber pertumbuhan. Berdasarkan pintu masuk, terlihat potensi-potensi baru, misalnya Sumatera Utara, itu harus dikembangkan. Banyak potensinya kita punya, tinggal bagaimana meningkatkannya lagi. Dengan promosi ke luar negeri melalui KBRI misalnya.

Bagaimana dengan target 20 juta wisatawan mancanegara untuk lima tahun ke depan?
Sekarang kan sembilan juta, harus kerja keras capai itu. Kalau lima tahun nambah 11 juta, kan dua juta lebih per tahun. Sementara itu, sekarang trennya tidak sampai satu juta per tahun. Mungkin promosi, infrastruktur, pelabuhan-pelabuhannya dibenahi, objek wisatanya dibangun kemudian keamanannya dipastikan.

Realistis bisa tercapai, hanya caranya mungkin yang harus dibenahi. Intinya 10 tahun lalu lima jutaan, sekarang sembilan juta lebih wisman. Kalau lima tahun ke depan 20 juta, kerjanya harus dua kali lipat. Pemerintah mungkin ada strategi khusus.

Terkait inflasi, bagaimana potret dalam 10 tahun terakhir?
Selama ini cukup terkendali, mungkin naik pada saat ada kenaikan-kenaikan harga BBM misalnya, jadi tidak terhindari. Maka tinggal pengendalian harga, supply-demand dan logistiknya bagaimana. Kalau ke depan infrastruktur akan dibangun besar-besaran, itu berarti memengaruhi distribusi logistik. Nah, itu juga akan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi inflasi. Harga tidak akan berfluktuasi, tetapi produksinya harus tetap dipastikan.

Seberapa besar pangan mendorong inflasi?
Cukup besar, dan produk pertanian seperti beras, umbi-umbian itu bobotnya hampir empat persen. Tetapi, pangan bobotnya sekitar 20 persen terhadap konsumsi, sehingga berpengaruh terhadap inflasi. Sebab, inflasi kan dipengaruhi perkembangan harga, baik makanan maupun non makanan. Baik barang maupun jasa, non makanan misalnya sewa rumah, pendidikan dan sebagainya. Pangan kalau berfluktuasi, harganya cukup tinggi maka akan berpengaruh terhadap inflasi.

Bagaimana kaitan inflasi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat dan menekan kemiskinan?
Inflasi berpengaruh terhadap daya beli, itu intinya. Secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat dan akhirnya jika dapat dikendalikan atau diredam, kemiskinan dapat ditekan.

Apa tantangan BPS ke depan dalam pemutakhiran data?
Tantangan yang kami hadapi makin berkembang. Ekonomi makin berkembang, kebebasan masyarakat berkembang juga, maka agak sulit mencari data. Ada kecenderungan yang sedikit meningkat kesulitannya, terutama responden perusahaan-perusahaan. Karena ada dua responden yang kami survei, rumah tangga dan perusahaan. Nah, untuk perusahaan ada kecenderungan menjadi sulit, kami harus mendatangi berkali-kali. Tetapi, tantangan itu seninya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya