Bagaimana Cara Tiongkok Tumpas Gelombang Protes di Hong Kong

Polisi merubuhkan tenda pemrotes di distrik Mong Kong, Selasa 26 November.
Sumber :
  • REUTERS/Liau Chung-ren

VIVAnews - Polisi Hong Kong mulai membersihkan aktivis dari salah satu area protes terbesar, di Nathan Road, distrik Mong Kong, Rabu 26 Desember. Dua pemimpin protes pelajar, Joshua Wong dan Lester Shum ditangkap.

Mobil MPV Terlaris Ini Bakal Dapat Mesin Hybrid

Dilaporkan Reuters, bentrok terjadi, saat polisi anti huru-hara bertemu dengan ratusan pemrotes, melanjutkan bentrok yang terjadi Selasa 25 Desember malam. "Kalian tidak dapat mengalahkan hati pemrotes," teriak Liu Yuk-lin, pemrotes berusia 52 tahun.

Namun, tidak ada kekerasan yang serius, dan setelah tiga jam operasi pembersihan itu selesai. Jalan tempat demonstran mendirikan tenda, sejak akhir September lalu, kini sudah dilewati kendaraan.

Sebelumnya, petugas yang ditunjuk pengadilan telah memperingatkan pemrotes untuk pergi, dan sekitar 80 pekerja dengan topi merah dan kaus bertuliskan "Saya Cinta Hong Kong," mulai membersihkan barikade yang dibangun pemrotes.

Beberapa pemrotes yang tampak masih ingin bertahan berhasil dihalau. Televisi Hong Kong menyebut, sekitar 4.000 polisi dilibatkan dalam operasi pembersihan. "Ini bukan akhir," ujar Helen Lau, seorang aktivis muda.

Helen mengklaim bahwa demonstran masih memiliki rencana B, baik untuk menduduki tempat lain, atau meningkatkan aksi mereka. Saat ini, masih ada beberapa jalan yang masih diduduki demonstran, seperti di distrik Admiralty dekat perkantoran pemerintah.

Tuntutan pemrotes

Aksi protes di Hong Kong dimulai sejak 22 September lalu, dengan para pelajar memboikot jam pelajaran. Pelajar mulai turun ke jalan pada Jumat 26 September, di mana mahasiswa dan pelajar menduduki gedung utama pemerintah.

Mereka memprotes kebijakan Beijing, terkait pelaksanaan pemilihan kepala eksekutif yang akan mulai dilakukan secara langsung, pada 2017. Beijing menyetujui pemilihan langsung, tapi mengatur proses nominasi kandidat.

Beijing akan membatasi jumlah kandidat, serta mewajibkan mereka mendapat dukungan dari sebuah komisi nominasi. Pemrotes menuding kebijakan itu sebagai cara Beijing menghalangi demokrasi di Hong Kong.

Pada 28 September, aksi protes dihadapi oleh pemerintah Hong Kong dengan menurunkan polisi anti huru-hara. Terjadi bentrok, dan polisi menggunakan semprotan merica serta gas air mata, yang dituding sebagai bentuk kekerasan.

Bentrokan memicu kecaman dan kritik, terutama simpati publik, yang membuat semakin banyak publik Hong Kong dari berbagai usia ikut turun ke jalan. Aksi protes Hong Kong pun menjadi perhatian internasional.

Lebih dari 100 ribu pelajar dan publik Hong Kong terlibat dalam aksi protes, di mana demonstran juga menduduki distrik pemerintahan dan pusat bisnis. Bagaimana pemrotes mengorganisir diri mereka, menjadi fokus laporan banyak media asing.

Strategi pemerintah

Chan Kim dan Renee Maugborne, dalam konsep yang mereka sebut "Strategi Laut Biru," menyarankan untuk tidak berkompetisi dengan rival, tetapi buat mereka tidak relevan. Sebab, berkompetisi pada hasil, tidak akan memberi keuntungan selain "Lautan Merah."

Walau diperkenalkan sebagai sebuah konsep di bidang ekonomi, namun saran mereka juga relevan dalam praktik politik. Setelah bentrok di pekan pertama aksi protes, pemerintah Hong Kong tampak mengubah strategi.

Polisi anti huru-hara ditarik dari jalan, untuk mengendurkan ketegangan. Beijing yang sebelumnya dikhawatirkan bakal menggunakan kekerasan untuk menghadapi pemrotes, juga mengisyaratkan pendekatan berbeda dalam penanganan demonstrasi.

Editorial surat kabar Global Times, 30 September, mengatakan pemerintah tidak akan mengubah kebijakan hanya karena kekacauan yang diciptakan para pembangkang. Tetapi, disebut bahwa pemerintah bisa memberikan kelonggaran dalam menghadapi pemrotes.

"Tanpa mengubah keputusan, pusat dan pemerintah Hong Kong dapat menerapkan kelonggaran dalam batas tertentu. Memberi waktu bagi warga setempat, untuk menyadari hal buruk yang dilakukan oleh tindakan ilegal pemrotes," tulis Global Times.

Sikap Beijing dapat dilihat dari pemberitaan media China, yang mendapat kontrol ketat. Strategi untuk membuat massa demonstran menjadi tidak relevan, terlihat berhasil dijalankan Beijing. Setelah dua pekan, massa pemrotes telah berkurang.

BBC dalam laporannya pada 6 Oktober lalu, menyebut sebagian pemrotes mulai berpikir untuk merubah aksi protes jalanan menjadi dialog. Aksi protes memang berlanjut hingga hari ini, atau hampir dua bulan. Tetapi, hanya menyisakan ratusan orang saja.

Gangguan publik

Blokade jalan, pendudukan distrik bisnis, membuat aktivitas warga terganggu. Banyak pusat perbelanjaan tutup, sehingga pemilik dan pekerja toko kehilangan pemasukan. Petugas kebersihan tidak mendapat upah, dan gangguan terhadap berbagai profesi lain yang digeluti masyarakat menengah bawah.

"Saya mendukung aksi protes. Tapi lalu ada pendudukan jalan, membuat semua warga tidak bisa bekerja secara normal. Semua departemen pemerintahan tidak bisa bekerja dengan baik. Saya tidak puas dengan itu," kata Christine, seorang pekerja di sektor keuangan berusia 29 tahun.

Pandangannya tentang demokrasi pun berubah. "Saya tidak melihat demokrasi sebagai sesuatu yang saya sangat butuhkan," ujarnya, dalam wawancara dengan BBC, Rabu. Hong Kong dikenal sebagai salah satu surga belanja dunia.

Tidak adanya pajak penjualan membuat Hong Kong merupakan salah satu tujuan utama turis internasional, yang mencari barang-barang mewah dengan harga murah. Fakta itu menggambarkan bagaimana sebagian besar masyarakat Hong Kong, sangat tergantung pada sektor perdagangan.

Laporan BBC menyebut jajak pendapat terbaru, memperlihatkan bagaimana warga Hong Kong kini mulai menerima pandangan Beijing secara positif, dibandingkan sebelumnya. Mereka menyadari pentingnya prioritas ekonomi, dibandingkan urusan demokrasi.

Mantan sekretaris pribadi Perdana Menteri (PM) Inggris, Margaret Thatcher, Charles Powell, Oktober lalu, menyebut otonomi yang diberikan China pada Hong Kong saat ini bahkan lebih luas dari yang diharapkan Inggris, saat mengembalikan Hong Kong pada China, tiga dekade silam.

"Hong Kong memiliki otonomi yang luas. Jauh lebih besar dari yang kami yakini dapat dicapai saat deklarasi bersama (Inggris) dengan China dinegosiasikan," kata Powell, menyebut para pemrotes di Hong Kong tidak realistis.

Tuntutan Realistis

Menurut Powell Hong Kong telah memiliki kondisi yang jauh lebih baik termasuk politik, dibandingkan dengan kota lain di China dan yang perlu digaris bawahi adalah Hong Kong tetap merupakan sebuah kota dalam negara China.

Terkait pemilihan kepala eksekutif Hong Kong, Powell mengungkap bahwa saat Hong Kong dikembalikan pada China, sebuah perjanjian dibuat dan telah secara jelas disebutkan bahwa akan ada batasan-batasan.

"Jika Saya orang muda di Hong Kong, Saya akan fokus pada kesempatan kerja yang tersedia di Hong Kong, kebebasan untuk melakukan perjalanan, kebebasan untuk bekerja di luar negeri, juga kesejahteraan, pendidikan tersedia di Hong Kong. Nikmati," ujarnya.

Wang Dan, salah satu pemimpin aksi protes pelajar di Lapangan Tiananmen, pada 1989, mengatakan bahwa tuntutan menjadi hal terpenting dalam aksi protes. "Pemimpin gerakan harus jelas atas tuntutan apa yang mereka minta dan bagaimana mereka akan mengakhiri gerakan," katanya, Oktober.

"Tuntutan harus realistis," tambah Wang. Menurut dia, tuntutan dalam aksi protes sejak dulu tetap sama, yaitu demokrasi. Begitu juga yang mereka hadapi sama, pemerintah China. "Pertanyaan kunci tentang gerakan Hong Kong hari ini adalah, apakah bisa berlanjut?"

Menurut Wang, Beijing akan menunda selama mungkin untuk memberikan reaksi, dengan harapan pemrotes akan bubar dengan sendirinya. Para pengunjuk rasa hanya dapat berharap lebih banyak orang akan bergabung, hanya dengan begitu gerakan bisa terus mendapat semangat.

"Saya tidak berpikir Beijing akan memenuhi tuntutan. Saat ini, ada banyak orang (demonstran), tapi apakah bisa terus begitu?" tanya Wang. Dia meyakini Beijing akan menawarkan beberapa hal sebagai ganti, selama mereka tidak perlu mencabut kebijakan yang telah dibuat.

Diantaranya negosiasi dalam pembentukan komite nominasi, yang akan bertugas menyeleksi kandidat untuk pemilihan. Prediksi Wang Dan tampaknya tepat. Simpati publik berubah menjadi resistensi, setelah aksi protes dianggap menjadi penghalang aktivitas warga.

Dialog

Prediksi Wang Dan lainnya juga sesuai. Kepala Eksekutif Hong Kong Leung Chun-ying, pada 21 Oktober, mengatakan ada ruang untuk membuat Komite Nominasi lebih demokratis. Komentarnya menjadi isyarat kemungkinan konsesi yang ditawarkan bagi pemrotes pro-demokrasi.

Dikutip oleh Reuters, Leung mengatakan ada ruang untuk mendiskusikan pembentukan komite beranggotakan 1.200 orang, yang bertugas menyeleksi kandidat dalam pemilihan langsung kepala eksekutif Hong Kong pada 2017.

Tawaran Leung untuk membahas proses pembentukan komite nominasi yang lebih demokratis, diyakini menjadi solusi terbaik karena tidak mengharuskan Beijing membatalkan kebijakannya, sementara tuntutan demonstran juga terakomodasi.

Tapi negosiasi terus mengalami kebuntuan, dengan demonstran bersikeras menuntut Leung mundur dan Beijing membatalkan kebijakannya. Tuntutan yang dinilai sebagian pihak tidak realistik, membuat demonstran menjadikan aksi mereka tidak relevan lagi.

Terutama bagi sebagian besar warga, yang khawatir dengan terganggunya perekonomian Hong Kong. Para pemrotes yang masih bertahan pun, saat ini berbeda pendapat tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Sebagian bersikeras untuk tetap menggelar aksi protes secara damai, sementara kelompok yang lebih radikal mendorong adanya peningkatan tindakan, setelah hampir dua bulan demonstrasi yang tidak menghasilkan perkembangan.

Kekerasan jelas ditentang oleh hampir seluruh masyarakat Hong Kong, yang khawatir jika Beijing akan memiliki alasan untuk menempatkan pasukan militernya di Hong Kong. Kebebasan yang selama ini telah ada di Hong Kong justru dapat menjadi hilang sama sekali.

Perekonomian

Menurut The Wall Street Journal, Hong Kong merupakan negara paling atas dalam indeks kebebasan ekonomi selama 19 tahun berturut-turut, mengalahkan Amerika Serikat (AS), Australia, Kanada dan Swiss.

Bukan hanya kebebasan ekonomi, Deutsche Welle menyebut Hong Kong juga menikmati standar yang tinggi dalam hal keadilan, transparansi, efiseinsi, serta keteraturan pasar. Bahkan Hong Kong menikmati kebebasan pers baik cetak maupun elektronik.

Di Asia Pasifik, Hong Kong yang memiliki pendapatan perkapita sebesar $38.100 atau lebih dari Rp 463 juta, menempati urutan pertama soal kebebasan pers, di atas Singapura, Australia dan Selandia Baru.

Pendapatan domestik bruto (PDB) Hong Kong telah tumbuh ratusan kali lipat, sejak 1961. Perekonomian mereka kini lebih besar dari Israel. Pendapatan perkapitanya ada di peringkat enam dunia, lebih tinggi dari AS dan Belanda, dan hanya sedikit di bawah Brunei.

Saat ini Hong Kong adalah kota pelabuhan kedua terbesar setelah New York dan Rotterdam, dalam hal jumlah arus kontainer. Nilai kapitalisasi Pasar Saham Hong Kong (Hang Seng) adalah terbesar ke lima dunia, mencapai $2,63 triliun atau sekitar Rp 32 biliun.

Berdasarkan beberapa kenyataan itu, jelas operasi pembersihan aktivis yang dilakukan polisi Hong Kong tidak lagi mendapat banyak kritik dari publik, seiring berkurangnya simpati publik pada demonstran. (ren)

Ilustrasi orang sedang bermain game online

Perpres Perlindungan Anak dari Game Online Segera Rampung

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) menyatakan progres perpres pengawasan game online sudah harmonisasi antara kementerian, lembaga dan pemda.

img_title
VIVA.co.id
17 April 2024