BBM Naik, Kantong Produsen Otomotif Menipis

Indonesia International Motor Show ( IIMS ) 2013
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang ditempuh Pemerintah Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla sepertinya menjadi "cubitan kecil" bagi para produsen kendaraan di Tanah Air. Sebab, kenaikan harga BBM tentu membuat daya beli masyarakat berada di titik nadir untuk sementara waktu.

Alhasil, kondisi ini tentu akan merembet pada penurunan penjualan kendaraan bermotor yang tentunya akan mengempiskan dompet produsen otomotif sebagai dampak kebijakan tersebut.

Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings, memprediksi penurunan penjualan kendaraan bermotor di Tanah Air akan terjadi pada dua jenis, yakni kendaraan roda empat dan roda dua.

Anak Selebgram Aghnia Punjabi Diduga Dianiaya Pengasuh, Badan Diduduki hingga Kepala Dibanting

Kenaikan harga BBM dinilai akan mendorong inflasi dan mempertahankan suku bunga tinggi, setidaknya selama 12 bulan ke depan. Kondisi ini, tentu akan mengganggu daya beli konsumen dan memperlambat permintaan untuk pembelian mobil dan sepeda motor.

"Sekitar dua per tiga dari pembelian kendaraan di Indonesia yang didanai oleh pembiayaan, dan biaya pinjaman yang lebih tinggi akan menyebabkan pembelian kendaraan ditunda," jelas Fitch.

Meskipun demikian, Fitch memperkirakan, profil risiko pemain otomotif kemungkinan tidak akan terganggu secara material. Karena, penurunan penjualan terjadi hanya untuk sementara waktu. Yang pasti, penurunan penjualan akan lebih terasa pada kendaraan roda empat ketimbang roda dua.

"Hal ini berkaca pada kasus-kasus kenaikan harga BBM di tahun-tahun sebelumnya," ucapnya.

Stagnasi

Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Sudirman M. Rusdi, menyatakan, penurunan penjualan kendaraan khususnya roda empat akan berlaku hingga beberapa bulan ke depan. Ia meramalkan, para produsen harus siap menerima penurunan terhadap penjualan sekira 10-15 persen.

Angka prediksi ini dilontarkannya berdasarkan pengalaman Gaikindo pada tahun-tahun sebelumnya. "Pertumbuhan pasar otomotif bergantung pada pertumbuhan ekonomi secara nasional. Jadi, kalau bicara BBM, (penurunan penjualan) hanya akan terjadi tiga sampai empat bulan," ucapnya.

Kondisi semakin diperparah dengan stagnasi penjualan mobil nasional di luar negeri. Sudirman menyebut bahwa penjualan ekspor kini relatif tidak bergerak. Kalaupun ada pertumbuhan, mungkin hanya sedikit.

Namun, masa-masa penurunan penjualan tersebut masih bisa ditutupi oleh mobil murah ramah lingkungan alias Low Cost and Green Car (LCGC). Mobil jenis ini diperkirakan masih bisa tumbuh hingga 13-14 persen tahun depan. Sementara itu, porsi penjualannya pun tidak jauh berbeda dengan tahun ini, sekira 14 persen dari total penjualan mobil.

"Gaikindo akan memantau tiga hal utama yang memengaruhi industri otomotif tahun depan. Tiga hal tersebut adalah kenaikan harga BBM, nilai tukar, dan permintaan masyarakat," ujarnya.

Dia juga menambahkan, industri otomotif juga sudah menyiapkan produksinya untuk beralih ke bahan bakar gas (BBG). Gaikindo akan mengarahkan kendaraan gas untuk mobil komersial. Namun, dia berharap, pemerintah menyediakan fasilitas Stasiun Pengisian BBG (SPBG).

Andalkan LCGC

Momok penurunan penjualan setelah kenaikan harga BBM memantik para produsen mobil untuk menyiasatinya. Salah satu hal yang akan ditempuh para Agen Pemegang Merek (APM) yakni menggenjot penjualan mobil LCGC. Seperti yang dilakukan Toyota, melalui distributor resmi PT Toyota Astra Motor (TAM).

Menurut Direktur Pemasaran TAM, Rahmat Samulo, LCGC merupakan pilihan menarik bagi konsumen untuk memiliki mobil di tengah harga bensin yang melambung tinggi.

Meskipun demikian, dia juga mengaku tidak menaruh harapan besar pada segmen ini, lantaran penurunan penjualan akan terasa pada seluruh model produk-produknya.

"LCGC diprediksi naik, tetapi sedikit. Sebab, kenaikan harga BBM ini akan berdampak pada seluruh model, semua segmen," tutur Samulo kepada VIVAnews.

Meskipun momok penurunan penjualan sudah di depan mata, Samulo menyatakan jika dia belum melihat ke arah sana. Saat ini, kata dia, Toyota masih belum bisa melihat sejauh mana penurunan penjualan terjadi.

"Dampak kenaikan harga BBM terhadap penjualan belum terlihat, biasanya baru kelihatan dampaknya setelah satu bulan. Kami masih menghitung-hitung. Tetapi, yang pasti penurunan penjualan akan berdampak pada seluruh model kendaraan kami, seluruh segmen," tegasnya.

Sebagai langkah kuda-kuda agar rupiahnya tak tergelincir, Samulo juga mengatakan jika Toyota saat ini kian menggencarkan pelayanan terhadap para konsumennya. Upaya ini agar konsumen yang mempercayainya tidak lari, termasuk pemberian kemudahan bagi para calon konsumen yang ingin memiliki mobil Toyota.

"Kami terus memperkuat after sales, memberikan bunga-bunga yang lebih menarik, atau membantu para konsumen kami yang ingin menjual mobil lama (bekas) mereka," tuturnya.

Sama halnya dengan Toyota, produsen mobil Suzuki juga mengaku akan sedikit menumpukan penjualan pada segmen LCGC jika penjualan di masa "paceklik" tiba.

Meski Suzuki belum mengetahui sejauh mana dampak penjualan dari kenaikan harga BBM bersubsidi, produsen mobil asal Jepang itu mensinyalir jika penurunan penjualan bisa saja terjadi suatu saat.

"Kenaikan harga BBM mungkin membawa pengaruh positif bagi LCGC, kemungkinan (penjualannya) agak terangkat karena irit," ucap Davy J Tuilan, 4W Marketing and DND Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) kepada VIVAnews.

Davy juga menegaskan jika saat ini pihaknya belum berencana menaikkan harga-harga mobilnya setelah kenaikan harga BBM, termasuk untuk urusan suku cadang. Langkah ini tentu beralasan lantaran tak ingin membuat syok masyarakat yang tengah berniat membeli mobil.

"Saat ini, kami belum berencana menaikkan harga (mobil), termasuk harga spare parts," kata Davy.

Pendatang baru di dunia otomotif nasional, Datsun, juga menyatakan hal serupa. Produsen mobil yang saat ini masih berkutat pada kendaraan LCGC ini mengatakan, jika momentum ini dirasa tepat untuk memperkenalkan produk-produknya lebih luas.

Maka tak heran jika saat ini Datsun Indonesia gencar melakukan pameran, promosi, termasuk berbagai program menarik seperti dalam hal pembiayaan.

"Pasar LCGC merupakan segmen yang menarik, karena mobil ini memiliki harga yang terjangkau. Kami juga confidence dengan produk kami yang tentunya irit bahan bakar," ujar Indriani Hadiwidjaja, General Manager (GM) Datsun Indonesia kepada VIVAnews.

Meskipun LCGC saat ini dikatakan banyak pihak tengah diuntungkan, Indriani belum bisa membenarkannya. Kata dia, penjualan saat ini masih dalam tatanan stabil, alias tidak naik dan tidak turun.

"Belum kelihatan, penjualan masih normal. Di daerah-daerah lain juga belum ada yang menyebutkan jika ada penurunan atau kenaikan terhadap penjualan," katanya.

Yang pasti, Datsun kian dewasa, diklaimnya semakin diminati para masyarakat yang berada di luar kota-kota besar, seperti daratan Sumatera, dan Kalimantan. Namun, ada pula daerah-daerah yang mengalami penurunan penjualan di beberapa kota, yakni Jakarta dan Surabaya.

Motor senasib

Penurunan penjualan pada kendaraan roda empat diklaim juga akan terjadi pada sektor kendaraan roda dua. Namun, kemerosotan penjualan dinilai tidak akan sebanyak roda empat.

Assistant General Manager (GM) Yamaha Indonesia, Mohammad Masykur, menyatakan jika penjualan sepeda motor akan menurun seiring melemahnya daya beli masyarakat. Menurut dia, penurunan penjualan yang akan dialami di sektor roda dua sekira 5-10 persen.

"Penurunan ini bersifat sementara, hal tersebut lantaran konsumen menunda pembelian motor, dan biayanya digunakan untuk keperluan lainnya," tutur Masykur.

Terkait apakah pihaknya akan menaikkan harga motor sebagai imbas dari kenaikan harga BBM, ia mensinyalir "ya".

"Sejauh ini kami belum menaikkan harga. Tetapi, nantinya harga akan disesuaikan dengan ekspedisi atau biaya transportasi. Untuk besaran kenaikan, tidak bisa ditentukan, karena tergantung jarak," ucap Masykur.

Lebih lanjut, Masykur menyatakan, kenaikan harga yang akan ditempuh Yamaha nantinya bukan hanya bicara dampak kenaikan harga BBM, melainkan juga karena faktor lain, seperti inflasi, dan tingginya BBN (Bea Balik Nama).

"Untuk biaya produksi, belum. Karena, untuk pabrik, Yamaha tidak menggunakan bahan bakar bersubsidi, melainkan bahan bakar dengan harga industri," ujar Masykur.

Masykur juga menyatakan, kenaikan harga BBM terhadap penjualan hanya akan terjadi pada motor-motor di segmen entry level, seperti bebek atau matik. Sementara itu, motor sport, ia memprediksi kondisi penurunan penjualan tidak akan terjadi.

Alasannya, orang yang membeli di segmen ini memang untuk hobi, dan mereka telah mengelola keuangannnya dengan baik.

Senada dengan Yamaha, seteru abadinya Honda juga memprediksi kenaikan harga BBM akan sedikit berpengaruh kepada penjualan sepeda motornya. Menurut Direktur Marketing PT AHM, Margono Tanuwijaya, kondisi ini akan berlangsung selama enam bulan.
 
"Kami meyakini dampaknya tidak berlangsung lama. Kami memprediksi dalam waktu enam bulan penjualan akan kembali normal,” terangnya.

Menurut dia, dampak penjualan sebenarnya bukan disebabkan langsung dari kenaikan harga BBM, namun kenaikan harga bahan pokok.
 
“Otomatis masyarakat akan lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan pokok. Di sini lah efek daya beli masyarakat akan mulai terpengaruh dan berpotensi menekan permintaan motor,” terangnya.
 
Ia pun kembali menegaskan dampak tersebut tidak akan berlangsung lama. Apalagi, Bank Indonesia sudah menaikkan suku bunga acuan menjadi 7,75 persen demi mengimbangi dampak inflasi. (art)

Suara Golkar di Pemilu 2024 Naik Signifikan, Airlangga: Hitungan Kami Dapat 102 Kursi
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Terminal 2 Bandara Soetta

Banyak yang Mudik H-4, Menhub Minta Maskapai Berikan Promo di H-10

Kementerian Perhubungan, mendapatkan fakta terkait dengan pergerakan penumpang dalam periode angkutan mudik Lebaran 2024. Pemudik menumpuk di H-4, H-3 lebaran Idul Fitri.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024