KPK Kian Represif, Tren Korupsi Malah Naik

KPK Tetapkan Gubernur Riau Sebagai Tersangka Kasus Suap
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVAnews - Perhatian publik tertuju pada kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat kedua awal tahun ini. Ada tangkapan besar. Dia sering disebut selama dua tahun sebelumnya. Namanya mentereng. Dekat dengan penguasa kala itu. Sempat bernazar digantung di Monas kalau terbukti korupsi. Anas Urbaningrum, bekas Ketua Umum Partai Demokrat.

Anas ditahan, setelah diperiksa selama lebih lima jam. Dia masuk kantor KPK mengenakan kemeja berwarna putih dan keluar dengan rompi oranye tahanan pada pukul tujuh malam hari itu. Dia resmi berstatus tersangka kasus korupsi dalam pembangunan proyek sarana olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Korupsi proyek itu sudah menyeret sejumlah elite politikus Partai Demokrat, seperti Andi Mallarangeng dan Angelina Sondakh. Anas menyusul belakangan.

"Di atas segalanya, tentu saya terima kasih yang besar pada Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden kala itu, sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat). Mudah-mudahan, peristiwa ini punya arti dan makna, serta menjadi hadiah tahun baru 2014," kata Anas, saat menyampaikan pernyataan kepada wartawan.

Kompilasi

Perkara Anas laksana halaman pertama buku daftar hasil tangkapan KPK. Soalnya, setelah itu, banyak pejabat penyelenggara negara maupun swasta yang turut mengenakan rompi oranye. Jangkauannya lintas profesi: politikus, menteri, kepala daerah, hakim, polisi, dan masih banyak lagi.

Menurut data yang dirilis KPK per 31 Oktober 2014, dikutip dari laman resmi lembaga itu, Kpk.go.id, komisi menangkap sedikitnya 45 tersangka korupsi. Rinciannya adalah tiga anggota DPR/DPRD, delapan kepala lembaga/kementerian, dua gubernur, sembilan wali kota/bupati/wakil, satu pejabat eselon I/II/II, dua hakim, 12 swasta, dan delapan profesi lain.

Tentu, data itu belum termasuk penangkapan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin Imron, belum lama ini, tepatnya pada 2 Desember 2014. Begitu juga dengan penindakan lain, seperti penahanan mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo, pada 11 November 2014.

Dalam daftar para tersangka itu, beberapa di antaranya adalah nama mentereng, orang penting, pejabat tinggi, kelas kakap, atau semacamnya. Berikut ini uraian singkatnya yang dirangkum berdasarkan waktu:

- 21 April 2014, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Ketika itu, BCA mengajukan keberatan pajak atas nonperformance loan yang nilainya Rp5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur, dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut.

- 25 April 2014, KPK menetapkan tersangka terhadap Pejabat Pembuat Komitmen di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto. Dia disangka korupsi pengadaan e-KTP. Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan kewenangannya dalam proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, dengan nilai anggaran mencapai Rp6 triliun.

- 22 Mei 2014, Menteri Agama, Suryadharma Ali berstatus tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. Dia disangka terlibat dalam penyelewengan akomodasi haji dengan total anggaran Rp1 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari masyarakat.

- 14 Agustus 2014, KPK menetapkan dua mantan hakim, yakni Pasti Serefina Sinaga dan Ramlan Comel, sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, tahun anggaran 2009-2010.

- 3 September 2014, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan proyek di Kementerian ESDM pada 2011-2013. Jero dituduh memeras dan menyalahgunakan kekuasaan, dan diduga menggelembungkan anggaran kementerian hingga hampir Rp10 miliar melalui kegiatan terlarang.

- 26 September 2014, KPK menetapkan Gubernur Riau, Annas Maamun, sebagai tersangka kasus suap terkait pengurusan alih fungsi lahan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Annas menjadi tersangka penerima suap senilai sekitar Rp2 miliar dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau, Gulat Medali Emas Manurung.

- 11 November 2014‎, Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo, ditahan setelah menjadi tersangka korupsi proyek simulator SIM. Dia menjadi tersangka bersama mantan Kepala Korlantas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, sejak 1 Agustus 2012.

Tren meningkat

Daftar itu ibarat album kompilasi musik yang berisi lagu-lagu terbaik dalam kurun waktu tertentu. Semacam The Best Of, atau The Essential. Soalnya, kompilasi itu memuat nama menteri, jenderal polisi, bahkan hakim --yang dianggap wakil Tuhan di bumi.

Kalau harus diberi nilai dengan satu sampai lima tanda bintang, kompilasi itu layak mendapatkan empat tanda bintang. KPK pantas mendapat tepuk tangan sambil berdiri (standing applause) atas prestasi gemilangnya.

Namun, usaha KPK memberantas korupsi tidak diiringi penurunan tingkat korupsi tapi justru sebaliknya; meningkat.

Terpopuler: Deretan Negara Bantu Israel, Pendeta Gilbert Dilarang ke Makassar hingga Iran Diserang

Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), kasus korupsi yang terjadi selama semester I - 2014, yakni 308 kasus. Sebagian besar tersangka adalah pejabat, atau pegawai pemerintah daerah dan kementerian, yakni 42,6 persen. Kalau dibandingkan semester I - 2013, peningkatan jumlah tersangka yang terbesar terjadi pada jabatan kepala daerah.

Kepala Divisi Investigasi ICW, Tama S. Langkun, menyebutkan bahwa pada semester I - 2013, jumlah kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi sebanyak 11 orang. Namun, pada periode yang sama tahun ini, jumlahnya naik lebih dari dua kali lipat menjadi 25 orang.

Menteri Dalam Negeri 2009-2014, Gamawan Fauzi pun pernah menyebutkan bahwa sebanyak 86,22 persen kepala daerah di Indonesia tersangkut kasus korupsi.

Fakta bahwa korupsi paling banyak dilakukan pegawai pemerintah daerah tentu memprihatinkan, karena pemerintah pusat menganggarkan sangat besar untuk transfer ke daerah setiap tahun. Tetapi, uang yang sejatinya untuk membangun daerah malah dikorupsi.

Korupsi terbanyak di sektor infrastruktur juga memprihatinkan, karena kualitas infrastuktur masih rendah, terutama di daerah. Hal itu mendorong ekonomi biaya tinggi yang menyebabkan produk Indonesia sulit kompetitif di pasar internasional. Ekonomi biaya tinggi juga menyebabkan konsumen di pasar domestik harus membayar lebih mahal.

Indeks Persepsi Korupsi 2014, yang dirilis Transparency International Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 107 dari 175 negara dengan Indeks 34. 2013, posisi Indonesia ada di peringkat 114 dengan Indeks 32. Rata-rata indeks persepsi korupsi dunia dari 175 negara adalah 43, sedangkan ASEAN 39.

Posisi Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN. Indonesia menduduki posisi kelima setelah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina dalam peringkat korupsi. Singapura adalah negara dengan peringkat tertinggi di Asia Tenggara, yakni di peringkat tujuh dunia dengan indeks 84.

Masih dipercaya

KPK adalah lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik untuk memberantas korupsi. Masyarakat belum menaruh kepercayaan terhadap lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman. Alih-alih memberantas korupsi, sejumlah aparat tiga lembaga itu terbukti melakukan korupsi.

Menurut catatan KPK, pada periode 2004-2014, lembaga itu telah membawa 115 pejabat eselon I-III dan 19 kepala lembaga/kementerian yang terlibat korupsi ke meja hijau. Meski begitu, KPK dinilai belum optimal mencegah korupsi di lembaga pemerintah. Peningkatan tren korupsi itu adalah salah satu buktinya.

Ketua Komisi III DPR periode 2009-2014, Gede Pasek Suardika, mengapresiasi prestasi penindakan yang dilakukan KPK. Tetapi, dari segi pencegahan masih banyak yang terlewat.

"Ini menjadi PR (pekerjaan rumah), karena banyak kegagalan di Pengadilan Tipikor di daerah. Kami harus kaji ulang, karena tidak terbukti efektif dan malah menjadi benih korupsi baru," ujarnya.

Menurut Wakil Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, ada beberapa faktor yang menyebabkan tingkat korupsi masih tinggi. Pertama, hukuman terhadap koruptor tidak menciptakan efek kapok.

Berdasarkan riset ICW, sebagian besar koruptor hanya dihukum dua tahun oleh pengadilan. Setelah dikurangi macam-macam remisi dan pengurangan masa tahanan lain, koruptor sesungguhnya hanya menjalani hukuman penjara yang singkat.

Faktor kedua adalah kurangnya upaya pemiskinan koruptor oleh para penegak hukum melalui penerapan pasal pencucian uang. Pasal pencucian uang yang bisa memiskinkan koruptor memang semakin sering digunakan KPK. Namun, Kejaksaan dan Kepolisian sangat kurang menggunakan pasal ini dalam kasus korupsi.

Faktor ketiga ialah kurangnya pencegahan melalui perbaikan sistem penganggaran pada birokrasi di tingkat pusat dan daerah. Itu membuka kesempatan melakukan korupsi.

Kombinasi pencegahan dan penindakan

Ketua KPK, Abraham Samad, berpendapat dengan menyatakan bahwa anatomi korupsi Indonesia sudah sistematis, terstruktur dan masif. Maka, pemberantasannya harus dilakukan dengan memadukan penindakan dan pencegahan.

“Kita bikin cara progresif. Kita harapkan ada kombinasi pencegahan dan penindakan yang keras. Kalau tidak ada pencegahan, negeri tidak jalan dan makin banyak korupsi," katanya.

KPK, menurut Abraham, mengubah pendekatan pemberantasan korupsi dengan mengintegrasikan metode penindakan yang represif dengan pencegahan. Sebab, penindakan yang represif tidak mampu menurunkan secara signifikan angka korupsi.

Faktor berikutnya adalah individu dan sistem. Korupsi juga berkaitan erat dengan moralitas dan integitras individu. Sehebat apa pun aparat penegak hukum maupun peraturannya, kalau individunya bermental korup, tetap saja dia akan korupsi. Sebaliknya, sebaik apa pun orang, kalau sistem yang berlaku adalah untuk memproduksi korupsi, “orang yang benar akan mudah tergelincir”.

Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, berpendapat lain. Katanya, masyarakat maupun pemerintah harus mampu membangun paradigma baru dalam memberantas korupsi.

“Bangun paradigma baru memberantas korupsi dari hulu ke hilir. Perbaiki tata kelola pemerintahan, pelayanan publik dan didukung sistem administrasi yang andal, meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta," katanya.

Dia mengingatkan, untuk tidak memberi ruang bagi tindak pidana korupsi, jangan lagi menyanjung koruptor, dan jangan menerima uang hasil pencucian uang. Dia mensinyalir, "Hati-hati dengan perlawanan mereka (koruptor), baik yang tampak maupun yang terselubung.” (asp)

Ramalan Zodiak Sabtu 20 April 2024, Sagitarius: Hati-hati dengan Teman Dekat
Gerakan olahraga russian twist

Terpopuler: Negara Tanpa Malam hingga Olahraga Ringan Setelah Lebaran

Round-up kanal Lifestyle pada Jumat, 19 April 2024. Salah satunya tentang deretan olahraga ringan yang bisa dilakukan setelah lebaran.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024