Emirsyah Satar

Kisah Sukses Terbangkan Garuda Indonesia Lebih Tinggi

Ex Dirut Garuda Emirsyah Satar.
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVAnews - Kapasitas pria kelahiran Jakarta, 28 Juni 1959 ini di dunia maskapai penerbangan Tanah Air tak perlu diragukan lagi. Sepak terjangnya selama dua periode kepemimpinan di PT Garuda Indonesia Tbk, menjadi bukti jaminan akan kualitasnya yang sudah diakui oleh dunia internasional.

Salah satunya dengan meraih penghargaan 'The CNBC 2013 Travel Business Leader Award Asia Pacific'. Nama Emirsyah Satar pun semakin diperhitungkan, seiring prestasinya membawa maskapai penerbangan milik negara tersebut, berhasil mencapat kinerja mengesankan sejak 2005 lalu hingga akhir 2014.

'From nothing to be something', melalui tangan dinginnya, 'kepakkan sayap' Garuda Indonesia semakin terangkat tinggi menembus awan di langit yang tinggi. Namun, Emir, demikian panggilan akrabnya, tetaplah pribadi yang rendah hati dan mengaku semua prestasi yang sudah dicapai merupakan kerja keras semua tim.

"Bukan saya saja. Semua ini, karena ada kerja sama tim yang hebat di Garuda," ujarnya yang mengawali karir sebagai auditor di Kantor Akuntan Pricewaterhouse Coopers pada 1983, itu.

Sebagai perbandingannya, antara 2005 hingga saat ini, jumlah pesawat meningkat dari 49 pesawat menjadi 160 pesawat. Kemudian, dari 160 penerbangan per hari menjadi 600 penerbangan per hari.

Bahkan, sehari jelang pengumuman resmi mundurnya dari Garuda Indonesia pada Jumat 12 Desember 2014 lalu, Emirsyah Satar kembali meninggalkan jejak manisnya.

Haru! Ayah Babe Cabita Ungkap Detik-detik Terakhir Sang Komedian Sebelum Meninggal

Ini, karena Garuda Indonesia dinobatkan sebagai maskapai bintang lima (5-Star Airlines) oleh Skytrax selain Singapore Airlines, Cathay Pacific Airways, Qatar Airways, Asiana Airlines, All Nippon Airways (ANA), dan Hainan Airlines pada Kamis 11 Desember 2014.

Dan menjelang liburan Natal, VIVA.co.id berkesempatan melakukan wawancara dengan pria yang sempat memasuki dunia perbankan pada 1985 tersebut.

Wawancara berlangsung dengan susana hangat dan santai di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu 24 Desember 2014.

Berikut petikannya:

Bisa diceritakan, mengapa pengunduran diri Anda lebih cepat?

Saya pikir, waktu itu akan mundur 2,5 bulan sebelum akhir jabatan. Toh, saya nggak bisa memperpanjang lagi.

Sedangkan, pada 2015 itu ada ASEAN Open Sky, lalu kompetisi makin ketat, ekonomi belum pulih. Sehingga, ada baiknya tim baru masuk sebelum akhir tahun, agar bisa mempersiapkan untuk 2015 secara full year.

Kalau tunggu RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) di Maret, hilang satu kuartal. Belum penyesuaian satu bulan lagi, sudah hilang masa empat bulan.

Sebab itu, demi kebaikan Garuda, bagusnya juga memang saya mundur lebih cepat. Jadi, sesederhana itu alasannya.

Bagaimana kondisi Garuda pertama kali saat Anda pimpin?

Garuda Indonesia dulu dengan yang sekarang sudah beda. Dulu sekitar 2005, ibaratnya Garuda bisa hidup saja sudah untung.

Sebelumnya, saya sebagai direktur keuangan di perusahaan ini, sebelum pindah ke PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Sempat diminta kembali oleh Pak Sugiharto (Meneg BUMN era Susilo Bambang Yudhoyono), tetapi saya menolaknya karena merasa sudah cukup, waktunya di swasta dulu.

Namun, beliau ternyata terus menghubungi saya. Akhirnya, merasa nggak enak juga dan saya pun berpikir kalau pun kembali ke Garuda dapat memberikan kontribusi buat negara ini.

Akan tetapi, kepindahan saya untuk kembali ke Garuda juga atas persetujuan dari pemegang saham Bank Danamon. Pada 2003-2005, saya menjadi wakil direktur utama bank tersebut.

Waktu itu, Pak Sugiharto juga berbicara dengan Pak Robby Djohan (mantan dirut Garuda masa Februari-Oktober 1998), yang termasuk menghubungi saya. Singkatnya, beliau meminta saya untuk bisa membenahi Garuda yang sedang mengalami banyak masalah.

Apa saja masalah yang dihadapi Garuda saat itu?

Kalau saya selalu kategorikan masalahnya ada tiga kelompok. Pertama, masalah SDM (sumber daya manusia) yang waktu itu selalu curiga, motivasi nggak ada, dan melakukan demo terus. Belum lagi ada kasus Munir (aktivitas HAM).
 
Kedua, masalah operasional, yaitu selalu telat. Pada saat saya terima tugas dari Pak Sugiharto, diangkat 16 Maret 2005, sebagai direktur utama, beliau mengatakan bahwa Indonesia punya penduduk yang besar, lebih dari 200 juta. Tetapi, flight carrier-nya tidak ada di radar screen airline-airlines di Asia.

Arti kata, maskapai penerbangan kita nggak dianggap. Garuda pun antara ada dan nggak ada nggak ada di pasar Asia. Itu kondisi Garuda di 2005.

Dan yang ketiga adalah keuangan. Modalnya bisa dibilang negatif, cash flow negatif, serta utang dan bunganya juga nggak dibayar.

Tambah sulit lagi, karena saya pun harus cari direksi lainnya seorang diri. Tidak ada istilahnya, direksi dari mana-mana, sehingga semua benar-benar dari dalam perusahaan.

Dengan kondisi serba susah tersebut, mengapa Anda masih bersedia memimpin Garuda?

Sebagai CEO, tentu pertama kali saya  harus memotret keadaannya secara keseluruhan terlebih dahulu. Lalu, kita buatkan strategi dan perencanaannya selama lima tahun ke depan, mau ke mana nih Garuda dan mau sampai kemana nih perusahaan.

Saat itu, saya tegaskan kepada temam-teman direksi bahwa jangan lihat masa lalu, namun harus memandang kepada masa depan. Nggak usah habiskan waktu hanya lihat-lihat ke belakang, karena kenyataannya memang parah.

Berikutnya, saya punya prinsip untuk tidak mau menyalahkan orang lain. Bagi saya, apa pun kondisi Garuda saat itu, kalau hanya bisanya menyalahkan si ini, atau si itu, nggak akan pernah dapatkan solusinya.

Kemudian, saya tekankan pula kepada para pemegang saham, kalau mereka maunya setahun, atau dua tahun Garuda bisa selesai masalahnya, maka saya bukanlah orang yang tepat. Saya katakan, mustahil kalau Garuda bisa membaik hanya dalam kurun waktu satu hingga dua tahun saja.

Bagaimana pun, saya harus kasih tahu hal tersebut, karena memang saya dikasih 'barang' yang sudah tidak punya nilai lagi. Syukurlah, mereka dapat mengerti.

Makanya, pihak pemegang saham mau mengikuti tahapan-tahapan yang saya berikan untuk langkah lima tahun pertama. Dua tahun pertama, saya katakan ini tahapan survival.

Kasarnya begini deh, kita nggak mati, kita nggak tutup. Alhamdulillah, karena keadaannya memang sudah rusak.

Habis itu, saya bilang setelah kita survive, dua tahun berikutnya adalah turn around. Kita lakukan flight service, pesawat baru, dan lain-lain.

Tahun kelima merupkan tahapan growth, perkembangan. Semuanya harus dilakukan secara bersama-sama.

Bagaimana menyatukan semua anggota yang ada untuk bisa bekerja sama?

Terus terang, semua keberhasilan di Garuda adalah kerja keras semua orang yang ada di perusahaan ini. Saya selalu berprinsip one team, one spirit, one goal.

Jad,i nggak ada tuh, waktu saya manage di Garuda ini bahwa Anda pintar. Tetapi, kalau Anda tidak bisa bekerja sama sekantor, nggak ada gunanya. Kita ini tim, di mana perusahaan ini bersama-sama mendukung untuk tujuan kemajuan Garuda.

Dengan sudah adanya pemimpin baru di Garuda, ada masukan?

Ke depannya, Garuda Indonesia harus menjadi maskapai penerbangan dengan kualitas dunia. Setidaknya, ada tiga komponen penting yang harus dilakukan bersama dengan Arif Wibowo, dirut baru Garuda Indonesia periode 2014-2019.

Pertama, manusianya, ya The people. Kedua adalah prosesnya. Arti kata, proses bisnis. Bagaimana menjalankan operasional dan lain-lainnya.

Dan yang ketiga, teknologinya harus dibaurkan. Ini, ke depannya sebagai tugas manajemen. Bagaimana ini harus terus diperbaiki, sehingga bisnis ini akan menjelma menjadi world class.

Pada dasarnya, saya selalu bilang di Garuda Indonesia itu ada sistem interim. Jangan tergantung kepada orang tertentu.

Siapa pun CEO-nya, siapa pun direktur operasinya, siapa pun direktur SDM, yang lain, harus berjalan terus, karena di situ ada tantangannya. Bagaimana kita bisa membuat perusahan maju terus, jangan tergantung individu.

Sekarang setelah mundur dari Garuda, apa kesibukan Anda saat ini?

Saya masih akan aktif sebagai komisaris independen di Bank Muamalat. Baru diperpanjang bulan Juni kemarin sampai 2019, sudah dapat izin sama Pak Menteri BUMN sebelumnya, Dahlan Iskan.

Kemudian, kesibukan lainnya, wakil ketua umum Kadin di bidang perhubungan. Lalu, saya pun menjadi dewan pembina di INACA, sehingga tetap sibuk.

Bedanya, sekarang memang agak longgar sedikit, sehingga untungnya saya yang sekarang mengatur waktu. Dulu sebaliknya, waktu yang mengatur saya.

Motto hidup Anda?

Saya itu nomor satu selalu bersyukur. Selanjutnya, selalu menaruh rasa hormat kepada orangtua.

Ya, kita harus bersyukur dan sering-sering ngaca 'who you are'. Saya orangnya nggak suka cepat puas. Jadi, melakukan sesuatu ingin lebih bagus lagi. Di Garuda, itu saya tularkan istilahnya 'good is not good when better is expected'.

Jadi, bagus itu nggak bagus kalau kita diminta untuk lebih bagus lagi. Artinya, setiap hari kita harus mencari jalan, atau ide untuk bekerja lebih bagus. Atau, lakukan hal-hal yang lebih baik lagi, agar kita tidak merasa puas jika berada di comfort zone. (asp)

Pemain Bayern Munich, Harry Kane

Statistik Mengerikan Harry Kane Lawan Arsenal

Bayern Munich akan menghadapi tuan rumah Arsenal di leg 1 perempat final Liga Champions, Rabu dini hari WIB, 10 April 2024. The Gunners wajib mewaspadai sosok Harry Kane

img_title
VIVA.co.id
9 April 2024