Gonjang-ganjing Calon Kapolri Baru

Budi Gunawan.
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean

VIVAnews – Sewaktu kampanye Pemilu Presiden tahun lalu, Joko Widodo sering melontarkan janji mewujudkan pemerintahan yang bersih, independen, dan tidak akan ditunggangi oleh siapa pun. Belakangan, setelah beberapa bulan jadi Presiden, janji Jokowi itu diuji oleh publik setelah dia menunjuk beberapa orang untuk menjabat posisi-posisi penting dalam birokrasi dan penegakkan hukum.

Kapolri Akan Pensiun, Jokowi Diminta Cermat Pilih Pengganti

Kali ini terkait penunjukkan Kepala Kepolisian RI yang baru. Jokowi hanya menunjuk calon tunggal, Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Kalangan publik pun bertanya-tanya, benarkah Budi murni pilihan Jokowi? Komjen Budi memang tergolong perwira yang brilian dan dikenal sebagai lulusan terbaik dari angkatannya di Akademi Kepolisian.

Komjen BG: Pak Kapolri Masih Lama Pensiun

Tapi publik lebih mengenal Budi sebagai ajudan setia Megawati Soekarnoputri semasa menjadi Presiden. Jokowi pun tidak akan pernah lupa jasa Megawati yang membuat karir politiknya melesat hingga seperti sekarang. Tak heran bila muncul pertanyaan, apakah penunjukkan Kapolri baru ini lebih dipengaruhi Megawati ketimbang pertimbangan Jokowi sendiri? 

Di lain pihak, para aktivis anti korupsi pun meradang. Mereka, yang sebagian mendukung Jokowi semasa Pemilu lalu, tak habis pikir apa yang mendasari Presiden Widodo memilih calon Kapolri baru yang pernah dikaitkan dengan dugaan "rekening gendut pejabat kepolisian" - tuduhan yang telah dibantah oleh Budi beberapa waktu lalu. 

Kapolri Badrodin: Semua Perintah Saya, Bukan Budi Gunawan

Mantan Kepala Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, pun mengungkapkan bahwa Budi mendapat "rapor merah." Itu yang membuat Budi pernah tidak disarankan untuk menjadi menteri. Kini justru dia menjadi calon tunggal pemimpin para polisi di Republik ini.

Reaksi keras terhadap pilihan Jokowi dalam menunjuk pejabat ini merupakan kali kedua. Sebelumnya, penolakan luas saat menunjuk mantan Anggota Fraksi Partai Nasdem HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. 

Koalisi Masyarakat Sipil telah menuntut Jokowi menganulir keputusannya menjadikan Budi calon tunggal Kapolri baru. Mereka minta Jokowi menarik surat tertanggal 9 Januari 2015 yang telah dikirimkan kepada DPR. 

Di antara poin kritikan mereka, tidak dilibatkannya Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan. Pasalnya, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dua lembaga antikorupsi itu senantiasa dilibatkan dalam proses penjaringan calon kepala kepolisian.

"Tapi dalam hal ini Presiden Jokowi tidak melibatkan (KPK), begitu juga dengan Kompolnas. Ini menurut kita aneh," kata aktivis ICW, Emerson Yunto di kantor PPATK, Jakarta, Senin 12 Januari 2015.

Pelibatan KPK dan PPATK dinilai sangat penting untuk menjaring pejabat publik yang berintegritas. Para pegiat LSM itu kecewa karea soal integritas ini.

Nama Budi Gunawan disebut-sebut mendapat tanda merah dalam penelusuran rekam jejak yang dilakukan oleh KPK dan PPATK.  Hal ini diungkapkan oleh mantan Ketua PPATK Yunus Husein melalui cuitannya di akun jejaring sosial twitter @YunusHusein pada Minggu 11 Januari lalu.

"Calon Kapolri sekarang pernah diusulkan menjadi menteri, tetapi pada waktu pengecekan info di PPATK dan KPK, yang bersangkutan mendapat rapor merah alias tidak lulus."

Cuitan itu kemudian menjadi viral dan dibicarakan para pengguna media sosial dan diulas sejumlah media massa. Lebih lanjut, Yunus mempertanyakan pertimbangan Jokowi yang masih mencalonkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Karena hal tersebut dinilai justru akan mengurangi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan juga Polri.

Menurut Yunus, mengangkat Jaksa Agung dan Kapolri memang merupakan hak prerogatif presiden. Namun, Jokowi dalam Nawa Cita (sembilan agenda prioritas) menyebutkan bahwa dia berjanji mengangkat pejabat yang berintegritas baik.

Nah, untuk mengetahui integritas seorang calon pejabat publik, dapat dilakukan dengan cara meminta informasi dari pihak terkait, seperti masyarakat, KPK, PPATK, Dirjen Pajak, Komnas HAM dan lain sebagainya. Namun saat memilih Jaksa Agung dan Kapolri, hal tersebut tidak dilakukan.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto juga menyoroti persoalan ini. "Pada pemilihan Kapolri di era SBY, KPK melakukan uji sahih laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) para calon dan hasilnya diserahkan langsung pada presiden, sebagai bahan untuk presiden menentukan calonnya. Pada saat ini, KPK tidak diminta untuk melakukan itu," katanya.

Isu rekening gendut mendapatkan tanggapan dari Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Ronny F Sompie. Menurutnya, Komisaris Jenderal Budi Gunawan bebas dari kepemilikan rekening gendut yang disebut-sebut mencurigakan.

“Nggak ada permasalahan soal rekening gendut, kalau ada pasti sudah diproses lebih dulu di lingkungan internal Polri. KPK dan PPATK juga tidak pernah menyebut Komjen Budi Gunawan bermasalah atas kepemilikan rekening gendut, semua sudah clear and clean," ujarnya.

Menurut Ronny,  pada 2010, PPATK merilis informasi bahwa Budi Gunawan merupakan salah satu dari beberapa jenderal yang diduga memiliki rekening gendut. Daftar nama itu diberikan ke Polri untuk selanjutnya ditelusuri oleh Polri.

Setelah ditelusuri, kata Ronny, hasilnya diserahkan kembali ke PPATK. “Saat itu hasilnya tidak bermasalah. Kalau ada hasil yang mencurigakan, pasti sudah ditindaklanjuti saat itu juga,” ujarnya.

Rumor yang juga mengemuka adalah seputar kedetakan antara Budi dan Mega tidak disangkal oleh Politisi PDIP Trimedya Pandjaitan. "Ya namanya mantan ajudan, masa tidak dekat," kata anggota Komisi III DPR ini.

Namun demikian, rumor penunjukan Budi sebagai titipan Megawati disangkal oleh Trimedya. "Tidak ada titip-titipan. Pak Jokowi itu kan Presiden independen. Terlalu rendah jika Pak Jokowi menjadi Presiden titip-titipan," kata Ketua DPP PDIP itu.

Apa kata Jokowi

Ihwal keputusannya itu, Jokowi menyebut bahwa nama Budi Gunawan itu didapatkannya atas usulan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

"Itu kan dari kompolnas memberikan usulan pada saya, dari sana kita pilih," kata Jokowi di zona industri PT Pindad, Bandung, Jawa Barat, Senin 12 Januari 2014.

Jokowi meminta masyarakat untuk menunggu prosesnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Surat penunjukan itu tertanggal 9 Januari 2015, ditujukan kepada Ketua DPR yang disampaikan pada hari itu juga. Segera setelah disampaikan, surat bernomor R-01/Pres/01/2015 itu tersebar dan menjadi bahasan hangat di media sosial pada akhir pekan itu. 

Dalam surat itu, Jokowi menganggap Budi Gunawan yang saat ini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol), dipandang mampu dan cakap serta memenuhi syarat untuk diangkat sebagai Kapolri.

Surat permintaan persetujuan DPR ini disampaikan untuk memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU No2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Namun, Jokowi tidak mau menjelaskan apa alasan dia tak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Padahal, seperti diketahui, seluruh menteri yang dipilihnya semuanya melalui seleksi oleh KPK dan PPATK.

Jokowi juga tidak menjelaskan mengapa mempercepat penggantian Kapolri, mengingat Jenderal Sutarman yang saat ini menjabat baru pensiun pada Oktober mendatang. Karenanya, Menkopolhukam memberikan dua opsi usulan, yakni bila penggantian dipercepat atau pada saat Sutarman pensiun.

Berdasarkan surat resmi dari Menteri Koordinator Bidang Hukum Politik dan Keamanan, bernomor R-06/MenkoPolhukam/TU.00.00.2/1/2015 tertanggal 8 Januari 2014, opsi itu didasarkan dari hasil pertemuan antara Menkopolhukam dengan Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) tanggal 8 Januari 2015 di Kemenkopolhukam.

Opsi pertama, jika pergantian Kapolri dilaksanakan saat ini maka diusulkan sembilan Pati Polri bintang tiga, yaitu Komjen (Pol) Badrodin Haiti, Komjen (Pol) Dwi Priyatno, Komjen (Pol) Suhardi Alius, Komjen (Pol) Putut Bayu Seno, Komjen (Pol) Djoko Mukti Haryono, Komjen (Pol) Budi Gunawan, Komjen (Pol) Anang Iskandar, Komjen (Pol) Saud Usman dan Komjen (Pol) Boy Salamuddin.

Sementara Opsi kedua, jika pergantian kapolri dilaksanakan pada saat Jenderal Sutarman memasuki masa pensiun, diusulkan empat pati bintang tiga, yaitu Komjen (Pol) Dwi Priyatno, Komjen (Pol) Suhardi Alius, Komjen (Pol) Budi Gunawan dan Komjen (Pol) Putut Bayu Seno.

Fit & Proper Test

Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, Bambang Soesatyo, menjelaskan prosedur pembahasan pengajuan calon kapolri itu telah masuk di DPR. Surat tersebut akan dibacakan bersama-sama surat masuk lainnya pada hari Senin 12 Januari 2014, saat pembukaan masa sidang DPR 2015.

Setelah dibacakan di paripurna akan dibawa ke rapat Bamus untuk dikoordinasikan dengan komisi terkait, yaitu Komisi III. Komisi III kemudian akan mengagendakan uji kepatutan dan kelayakan kepada Budi Gunawan dalam rapat Pleno anggota Komisi III.

"Setelah ditetapkan, maka komisi III akan mengumumkannya melalui iklan media masa untuk meminta masukan dari masyarakat," kata Bambang.

Kemudian, komisi III juga akan melakukan kunjungan lapangan ke rumah dan lingkungan calon untuk melihat langsung kehidupan sosial, gaya hidup, dan keluarga calon kapolri.

Menurut Bambang, calon tunggal atau lebih bukan perkara penting sepanjang calonnya memenuhi kualifikasi, atau persyaratan sebagai Kapolri. “Budi Gunawan memenuhi persyaratan itu,” katanya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Desmond J Mahesa mengungkapkan, isu seputar rekening gendut akan menjadi materi saat proses fit and proper test.

Karier moncer 

Budi Gunawan merupakan salah satu perwira lulusan terbaik Akpol 83 yang memperoleh penghargaan Adhi Makayasa. Dia selalu berkesempatan menduduki sejumlah jabatan penting di Polri. Saat berpangkat Komisaris Besar (Kombes), dia menjadi ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Budi Gunawan juga tercatat sebagai jenderal termuda di Polri saat dipromosikan naik pangkat bintang satu atau Brigadir Jenderal dengan jabatan Kepala Biro Pembinaan Karyawan (Binkar) Mabes Polri.

Tak butuh lama, Budi Gunawan kemudian menjabat Kepala Selapa Polri selama 2 tahun, lalu dipromosikan menjadi Kapolda Jambi dan dipromosikan naik pangkat bintang dua dengan jabatan sebagai Kepala Divisi Pembinaan Hukum (Kadiv BinKum).

Budi Gunawan kemudian dimutasi dengan jabatan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) dan dipromosikan kembali sebagai Kapolda Bali yang merupakan Polda tipe A. Setelah bintang tiga disematkan di pundaknya, Budi Gunawan lalu dipromosikan dengan jabatan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol).

Komjen Budi sebenarnya pernah menjadi kandidat Kapolri pada 2013 lalu, bersama Kabareskrim Komjen Sutarman, Wakapolri Komjen Oegroseno, dan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Putut Eko Bayuseno. Pada waktu itu, Budi menjadi salah satu calon yang melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dari laporan terakhir harta kekayaannya ke KPK tertanggal 26 Juli 2013. Budi diketahui memiliki total harta kekayaan sebesar Rp22.657.379.555 dan US$24.000.

Jumlah tersebut naik drastis dari laporan kekayaan Komjen Budi tahun 2008 saat masih menjadi Kapolda Jambi. Pada 2008, total kekayaan Budi Gunawan sebesar Rp4.684.153.542.

Kekayaan yang dimiliki mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu terdiri dari harta tidak bergerak senilai Rp21.543.934.000. Berupa tanah dan bangunan yang tersebar di sejumlah daerah, yaitu Jakarta Selatan, Bogor, Subang, Bandung, dan Bekasi.

Sementara itu, untuk harta bergerak berupa alat transportasi, tercatat bernilai Rp475 juta. Kemudian, untuk peternakan dan perkebunan yang dilaporkan sejumlah Rp40 juta.

Harta bergerak lainnya yang dilaporkan berupa logam mulia, batu mulia dan barang-barang antik senilai Rp215 juta. Sedangkan untuk giro, setara kas yang dimiliki Budi tercatat bernilai Rp383.445.555, masih ditambah mata uang asing berupa US$24.000.

Budi diketahui sudah menjual kekayaannya berupa restoran senilai Rp250 juta dan objek wisata senilai Rp300 juta. Perolehan aset kekayaan tersebut, sudah dihapuskan pada laporan terakhirnya pada Juli 2013. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya