Calon Tunggal Kapolri Baru Tersandung Tersangka

Komjen Budi Gunawan.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Siang itu, sekitar pukul 14.30 WIB, Selasa 13 Januari 2015, dua Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, menyampaikan informasi mengejutkan; Jenderal Bintang Tiga Polri jadi tersangka kasus gratifikasi.

Kabar awal tahun ini sangat bombastis. Pasalnya, Jenderal ini adalah calon tunggal Kepala Kepolisin Republik Indonesia, yang diusung Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Jenderal Sutarman.

Komjen Budi Gunawan menjadi tersangka korupsi gratifikasi dalam kapasitasnya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SSDM Mabes Polri tahun 2004-2006 dan jabatan-jabatan lainnya di Polri.

Kasus yang menjerat mantan ajudan Presiden kelima Megawati Soekarnoputri itu sudah diselidiki KPK sejak 12 Juli 2014. Ekspose perkara kemudian digelar Senin, 12 Januari 2015. Forum itu akhirnya sepakat untuk meningkatkan penyelidikan kasus tersebut ke tahap penyidikan.

"Setengah tahun lebih kita melakukan penyelidikan kasus transaksi mencurigakan. Akhirnya memutuskan bahwa perkara tersebut naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka Komjen BG (Budi Gunawan) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana menerima hadiah atau janji," ujar Ketua KPK Abraham Samad.

Calon orang nomor satu di Kepolisian Republik Indonesia itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B UU 31 tahun 1999 tentang Tipikor juncto 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Penetapan tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan tidak ujug-ujug. Jenderal ini bahkan sudah diberi tanda stabilo berwarna merah ketika proses pencalonannya sebagai menteri untuk Kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Warna merah itu berarti nama tersebut tidak direkomendasi karena berpotensi menjadi tersangka korupsi. Dengan adanya catatan itu, maka Komjen Budi Gunawan dinilai tidak pantas ditunjuk sebagai menteri.

"Jadi sejak jauh sebelumnya kita sudah beritahu sebenarnya bahwa yang bersangkutan sudah punya catatan merah, jadi tidak elok kalau diteruskan, jadi ini tidak serta merta," ujar Abraham.

Setelah penetapan statusnya sebagai tersangka, Komjen Budi Gunawan memberikan pernyataan. Usai kedatangan anggota Komisi III DPR ke kediamannya di Perumahan PLN, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Budi Gunawan menegaskan siap mengikuti proses hukum yang berjalan di KPK.

"Yang pasti itu sudah di pertanggungjawabkan, sudah ditindaklanjuti Bareskrim tahun 2010. Itu clear. Artinya, itu ada produk hukum. Mohon diberi kesempatan melanjutkan proses. Masalah lain terkait masalah tadi di KPK, kami mohon waktu melihat perkembangan waktu ke depan," ujar Budi Gunawan.

Kata Budi Gunawan, semua harta kekayaannya sudah disampaikan. Termasuk, data yang masuk saat penelusuran rekeningnya. "Semua sudah dijelaskan di LHKPN, klarifikasi, semua legal. Tidak ada yang kami tutupi," kata dia.

Untuk saat ini, Komjen Budi Gunawan akan tetap mengikuti proses yang berlangsung. Termasuk, apakah proses fit and proper test di Komisi III DPR, dilanjutkan atau tidak.

"Semua di tangan presiden. Kalau DPR melanjutkan ya kita ikuti. Kami melaksanakan perintah konstitusi," kata Komjen Budi.

Awal mula kasus

Pada 2010 silam, ramai pemberitaan rekening gendut Polri. Sejumlah perwira Polri disebut-sebut memiliki rekening yang tidak wajar. Salah satu Jenderal yang santer diberitakan yakni, Budi Gunawan.

Polri kemudian mengklarifikasi tuduhan itu ke PPATK dengan meminta laporan hasil analisis terhadap dugaan rekening gendut perwira tinggi Polri. PPATK langsung memberikan balasan surat mengenai laporan hasil transaksi keuangan mencurigakan ke Polri Polri pada 23 Maret 2010.

Bareskrim Polri lalu membalas surat tersebut pada 18 Juni 2010, yang isinya pemberitahuan hasil penyelidikan transaksi mencurigakan perwira tinggi polri atas nama Irjen Budi Gunawan. Bareskrim saat itu menegaskan bahwa Budi Gunawan tidak terkait rekening gendut.

Menyoal ini, Bambang menegaskan, KPK tidak pernah mendapat surat tembusan dari PPATK maupun Polri mengenai hasil transaksi mencurigakan Irjen Budi Gunawan. Laporan tersebut hanya dikirimkan ke Kepolisian RI.

"Benar bahwa kami (KPK) tidak dapat surat, karena surat PPATK yang dikeluarkan 23 Maret 2010 dan dikirimkan ke Kepolisian," ujar Bambang.

KPK, kata Bambang, baru mendapat informasi mengenai kasus korupsi yang melibatkan Komjen Budi Gunawan pada periode Juni-Agustus 2010. Informasi tersebut diperoleh KPK dari laporan masyarakat. KPK kemudian melakukan kajian dan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket).

Pada periode pimpinan KPK jilid III, kajian dan pulbaket kasus ini diperiksa kembali. Gelar perkara pertama kasus ini dipimpin Abraham Samad, yang dilakukan pada Juli 2013.

Selanjutnya, KPK memperkaya kajian kasus Budi Gunawan melalui LHKPN Juli 2013. Sejak saat itu penyelidikan kasus dugaan korupsi Budi Gunawan dibuka. "Hasil lidik itu dijadikan dasar hasil ekspose, dan memutuskan sesuai Pak Ketua kemukakan," kata dia.

Dari laporan terakhir harta kekayaan ke KPK tertanggal 26 Juli 2013, Budi diketahui memiliki total harta kekayaan sebesar Rp22.657.379.555 dan US$24.000.

Jumlah tersebut naik drastis dari laporan kekayaan Komjen Budi tahun 2008 saat masih menjadi Kapolda Jambi. Pada 2008, total kekayaan Budi Gunawan sebesar Rp4.684.153.542.

Kekayaan yang dimiliki mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu terdiri dari harta tidak bergerak senilai Rp21.543.934.000. Berupa tanah dan bangunan yang tersebar di sejumlah daerah, yaitu Jakarta Selatan, Bogor, Subang, Bandung, dan Bekasi.

Sementara itu, untuk harta bergerak berupa alat transportasi, tercatat bernilai Rp475 juta. Kemudian, untuk peternakan dan perkebunan yang dilaporkan sejumlah Rp40 juta.

Harta bergerak lainnya yang dilaporkan berupa logam mulia, batu mulia dan barang-barang antik senilai Rp215 juta. Sedangkan untuk giro, setara kas yang dimiliki Budi tercatat bernilai Rp383.445.555, masih ditambah mata uang asing berupa US$24.000.

Budi diketahui sudah menjual kekayaannya berupa restoran senilai Rp250 juta dan objek wisata senilai Rp300 juta. Perolehan aset kekayaan tersebut, sudah dihapuskan pada laporan terakhirnya pada Juli 2013.

Bambang kembali menegaskan, KPK memiliki dokumen hasil pemeriksaan kekayaan Komjen Budi Gunawan. Hasil pemeriksaan ini juga digunakan sebagai salah satu bahan untuk memperkaya penyelidikan kasus tersebut. Semua proses yang dilakukan itu sesuai dengan strategi yang dilakukan KPK.

"Kami tidak main-main. Kami sampai memetakan, ini menujukkan bahwa kami tidak main-main," tegas Bambang sambil menunjukkan dokumen pemeriksaan LHKPN Budi Gunawan.

Jokowi kaget

Mendengar kabar itu, Presiden Joko Widodo. Hal itu disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno di Kantor Presiden, Jakarta. "Kaget saja. Beliau kaget," kata Pratikno.

Pratikno menuturkan, Presiden mengira Budi Gunawan tidak tersangkut kasus hukum apapun. Sehingga, Presiden mengajukannya sebagai calon Kapolri. Tetapi ternyata KPK menetapkan dia sebagai tersangka kasus gratifikasi.

Meski calon Kapolri itu sudah dijadikan tersangka, namun Jokowi tetap mengapresiasi langkah KPK yang independen.

"Presiden dalam beberapa kesempatan menghargai kerja lembaga semacam ini, independen dan profesional," katanya. Kata dia, keputusan tentang nasib calon Kapolri baru ini akan sampaikan hari ini oleh Jokowi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak mau berkomentar banyak terkait penetapan tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan. "Saya belum tahu, belum ada komentar. Belum tahu masalahnya," kata JK di kantornya, Jakarta.

Kalla juga tidak mengetahui apakah akan ada orang lain untuk menggantikan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Kata Kalla, itu sepenuhnya wewenang Presiden Joko Widodo.

Komjen BG: Pak Kapolri Masih Lama Pensiun

"Itu hak prerogatif Presiden. Nanti kita diskusi," ujar Kalla.

Apakah terkejut atau tidak karena Budi merupakan calon tunggal Kapolri, "Kan baru saja ini (kabar tersangkanya). Saya akan cek dulu," tuturnya.

Dipolitisasi

Ketua DPP Nasdem, Patrice Rio Capela, menilai langkah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sangat berlebihan. Waktu penetapan yang berdekatan dengan pengusungan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri, jadi alasan.

"Menurut kami proses ini agak berlebihan. Tentu suka atau tidak suka, diakui atau tidak, proses ini pasti ada politisasi," kata Patrice, di gedung DPR, Jakarta, Selasa 13 Januari 2014.

Anggota Komisi III DPR itu mengendus aroma politis yang pekat karena dugaan rekening gendut mencurigakan itu sudah lama berlalu. Tapi justru ditetapkan jelang penetapannya sebagai Kapolri baru.

"Karena itu jadwal ditetapkan besok fit and proper test, hari ini tinjau lapangan, tanggal 15 laporan Komisi III setuju atau tidak, tiba-tiba dua hari sebelum penetapan ditetapkan KPK tersangka," kata Patrice.

Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil memastikan bahwa komisinya akan tetap melakukan uji kelayakan terhadap calon Kapolri Komjen Budi Gunawan. "Kami tetap fit and proper test, besok malam jadwalnya," kata Nasir, di gedung DPR, Jakarta, Selasa 13 Januari 2015.

Politikus PKS itu mengatakan, sebenarnya jadwal dimajukan yang sebelumnya akan digelar 19 Januari. Rangkaian uji kelayakan juga tetap dilakukan. Yakni dengan mengunjungi kediaman Budi Gunawan.

Walau kini berstatus tersangka, lanjut politisi asal Aceh itu, agenda fit and proper test sejauh ini tidak ada perubahan. Tapi, apakah Komjen Budi Gunawan diterima atau tidak, masih akan menunggu perkembangan.

Fraksi PDI Perjuangan menegaskan tetap akan menyukseskan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri yang baru, menggantikan Jenderal Sutarman. Fit and proper test tetap dilanjutkan di DPR.

"Kami tetap berjalan pada rel politik yang ada," kata anggota Fraksi PDIP, Junimart Girsang.

Junimart meminta semua pihak mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam melihat kasus ini, hingga ada keputusan pengadilan. "Tentu saja, kan hukum sebagai panglima, kita tunggu sampai fit and proper test selesai," kata dia.

Menanggapi tudingan adanya politisasi terkait penetapan Budi Gunawan, Ketua KPK, Abraham Samad, membantah keras. Dia menyebut bahwa momentum pencalonan Komjen Budi Gunawan dengan penetapan status tersangka hanya kebetulan semata.

"Masalah momentum, kalaupun ada anggapan orang awam kita tidak bisa melarang orang berasumsi. Tapi sekali lagi kami jelaskan kejadian ini hanya kebetulan saja terjadi," kata Abraham.

Dia menjelaskan, penetapan tersangka Budi Gunawan didasarkan gelar perkara yang kemudian ditemukan alat bukti yang cukup, bukan berdasarkan pada momentum.

Abraham kemudian mencontohkan mengenai penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pajak Bank Central Asia, di akhir masa jabatannya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

"Jadi ini sebenarnya hanya kebetulan semata, tidak ada yang luar biasa, equality before the law," Abraham menegaskan.

Sementara itu, Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril mendesak agar Presiden Joko Widodo menarik pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

"Kalau sudah penetapan dari KPK, seharusnya Jokowi berani menarik pencalonan Budi Gunawan. Karena kalau sampai 20 hari DPR tidak ada tanggapan itu artinya usulan tersebut diterima," kata Oce saat dihubungi VIVAnews.

Menurut Oce, penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK dinilai sangat menampar Jokowi. Seharusnya, kata dia, Jokowi menanyakan terlebih dulu ke KPK terkait sejumlah kasus yang melibatkan Budi Gunawan.

"Kenyataannya itu tidak dilakukan. Padahal Budi Gunawan diselidiki sejak 2010," kata Oce.

Oce menilai, langkah yang dilakukan KPK dengan menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, sudah sangat tepat. "Ya karena kasus itu kan sudah lama diselidiki," kata dia. (adi)

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Kapolri Akan Pensiun, Jokowi Diminta Cermat Pilih Pengganti

Diharapkan tak ramai tarik-menarik kepentingan politik.

img_title
VIVA.co.id
14 Februari 2016