Menanti Putusan Praperadilan Budi Gunawan

Wakil Kepala Kepolisian RI, Komjen Pol Budi Gunawan.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Polemik pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kapolri terus bergulir. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan giliran menjadi panggung.

Komjen BG: Pak Kapolri Masih Lama Pensiun

Sidang praperadilan pun kembali digelar Senin, 9 Februari 2015. Dalam persidangan, Budi menggugat penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cacat hukum, sehingga tidak sah serta tidak memiliki kekuatan hukum.

Alasannya, Budi tidak pernah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh KPK untuk mengklarifikasi dugaan kasus yang melibatkannya. “KPK baru memanggil saksi setelah penetapan tersangka terhadap pemohon (Budi Gunawan)," ujar Fredrich Yunadi, anggota tim kuasa hukum Budi.

Menurut tim kuasa hukum Budi, penetapan tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dianggap melanggar asas praduga tak bersalah dan merupakan bentuk pembunuhan karakter.

Jumlah komisioner yang hanya empat mereka anggap tidak sah untuk menetapkan Budi sebagai tersangka. Mereka berargumen bahwa UU mengatur pimpinan KPK berjumlah lima dan bersifat kolektif kolegial.

Gugatan selanjutnya adalah soal jabatan Budi saat kasus yang disangkakan itu terjadi. Kala itu, Budi menjabat karo Binkar Mabes Polri yang mereka nilai tidak termasuk penyelenggara negara yang dapat dijerat oleh KPK.

"Itu sudah jelas, penetapan tersangka merupakan bentuk kesewenang-wenangan, sehingga penetapan tersebut harus dinyatakan tidak sah," kata Aryanto Sutadi, anggota tim kuasa hukum Budi.

Poin persoalan berikutnya, waktu penetapan tersangka yang tak lama berselang dari pencalonan Budi sebagai kapolri oleh Presiden Joko Widodo. Langkah KPK itu mereka nilai sebagai tindakan merampas dan mengintervensi wewenang Presiden RI.

"Sebuah ironi paradoks," kata Yulius Irwansyah, anggota kuasa hukum Budi.

Aryanto menambahkan, mengacu Pasal 3 UU KPK, lembaga antikorupsi itu harus independen dan bebas dari intervensi pihak mana pun. "Tapi, ini justru sebaliknya, KPK berupaya mengintervensi pemerintah. Ini menunjukan KPK mempunyai tujuan lain," ujar Yulius.

Tangkisan KPK

Kuasa hukum KPK, Rasamala Aritonang, mengatakan, kewenangan praperadilan hanya menguji dan menilai tentang kebenaran dan ketepatan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik seperti status sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan adalah prematur.

"Kewenangan praperadilan diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 jo. Pasal 82 ayat 1 KUHAP, kewenangan lembaga praperadilan itu jelas dan terbatas," ujar Rasamala.

Selain itu, tekait penggunaan Pasal 95 ayat 1 yang mempersoalkan pemahaman "tindakan lain", kata Rasamala, itu hanya kerugian yang ditimbulkan jika penyidik sudah masuk rumah, melakukan penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan tanpa alasan.

"Sementara itu, faktanya, termohon (KPK) sampai dengan disidangkannya permohonan praperadian a quo, termohon belum melakukan upaya paksa apa pun terhadap diri pemohon (Budi Gunawan). Ini sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 77 jo Pasal 82 ayat 1 jo pasal 94f ayat 1 dan 2 KUHAP," ujarnya.

Mengacu pada ketentuan KUHAP, KPK meminta kepada hakim Sarpin Rizaldi yang memimpin jalannya sidang untuk menolak permohonan Budi.

"Bahwa berdasarkan uraian tersebut, maka permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon terhadap termohon dalam perkara a quo tidak tepat, karena prematur dan oleh karenanya permohonan tersebut harus ditolak," katanya.

Setelah mendengarkan keterangan dua kubu, Hakim Sarpin menutup sementara sidang itu untuk dilanjutkan keesokan harinya, Selasa 10 Februari. Agenda sidang berikutnya adalah membuktikan dalil-dalil pembuktiannya.

"Saya berikan waktu masing-masing untuk pemohon selama dua hari dan termohon selama  dua hari, jadi ada empat hari," kata Hakim Ketua, Sarpin Rizaldi.

Sidang lanjutan akan digelar pukul 09.00 WIB, Selasa besok. "Jangan takut, kami siap lanjutkan sidang hingga malam," kata Sarpin.

Dampak praperadilan itu?

Sekretaris Tim 9 atau Tim Independen, Jimly Assidiqque, berpandangan bahwa praperadilan itu tak bisa menyelamatkan Budi Gunawan dari status tersangka yang dia sandang saat ini. Sebab, praperadilan hanya mempermasalahkan proses penetapan tersangkanya saja, bukan statusnya.

"Tetapi seandainya dikabulkan, tentu tidak menghilangkan unsur dugaan pekanggaran," kata Jimly ketika dihubungi VIVA.co.id.

Upaya itu tidak menutup kemungkinan, KPK akan kembali menetapkan tersangka pada Budi Gunawan. Dengan alasan itu, Tim 9 sejak awal meminta Presiden Joko Widodo tak perlu melantik Budi Gunawan sebagai kepala Kepolisian RI.

Jimly pun berpesan bahwa semua pendukung KPK atau LSM jangan hanya melihat bahwa praperadilan itu hanya untuk menyelamatkan Budi Gunawan. Tetapi sebagai pelajaran agar dapat memperbaiki cara kerja.

"Dalam menegakkan hukum jangan sekadar orientasi menang kalah. Pendukung dari kedua pihak, rasional saja. Biarkan majelis hakim untuk memutuskan dengan baik," ujar mantan Ketua MK ini.

Polemik tak berkesudahan

Polemik ini bermula saat Presiden Jokowi melayangkan surat ke DPR untuk meminta persetujuan terhadap rencananya memberhentikan Jenderal Sutarman dari Trunojoyo 1 dan menggantinya dengan Komjen Budi Gunawan. Reaksi penolakan yang keras disuarakan publik tak digubris Jokowi.

Tiba-tiba, sehari jelang uji kepatutan dan kelayakan terhadap Budi Gunawan oleh Komisi III DPR digelar, KPK mengumumkan telah menetapkan Budi sebagai tersangka. Publik berharap Jokowi menarik pencalonan itu atau DPR menolak usul tersebut.

Apa daya, Jokowi tetap pada pendiriannya untuk mencalonkan Budi. DPR yang diharapkan sebagian publik untuk menolak Budi ternyata menerimanya.

Permasalahan kemudian adalah apakah Jokowi melantik atau tidak. Jokowi sudah memberhentikan Sutarman, tapi tidak melantik Budi. Kini tongkat komando kepolisian dipegang Wakapolri Komjen Badrodin Haiti.

Soal nasib pencalonan Budi sebagai TB1 digantung oleh Jokowi. Dia menyatakan akan menentukan sikap setelah putusan praperadilan keluar.

Namun, sebelum sidang praperadilan itu digelar, berdasarkan keterangan Buya Syafii Maarif, Ketua Tim 9 yang dibentuk Jokowi untuk memberinya masukan terkait polemik itu, Jokowi sudah memutuskan untuk tak melantik Budi Gunawan. (art)

Ade Alfath (Jakarta) berkontribusi dalam tulisan ini.

Baca juga:

Kapolri Badrodin: Semua Perintah Saya, Bukan Budi Gunawan
Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Kapolri Akan Pensiun, Jokowi Diminta Cermat Pilih Pengganti

Diharapkan tak ramai tarik-menarik kepentingan politik.

img_title
VIVA.co.id
14 Februari 2016