Tegas Soal Eksekusi Mati, Siapkah RI Dihujat Internasional?

Duo Bali Nine, terpidana mati kasus narkoba yang sudah dieksekusi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

VIVA.co.id - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-Moon, telah meminta Indonesia untuk tidak mengeksekusi terhadap terpidana mati perkara narkotika dan obat-obatan. PBB mengecam bahwa tak ada alasan apapun untuk membenarkan eksekusi mati.

"PBB menentang hukuman mati dalam segala situasi. Kami memohon kepada otoritas Indonesia agar eksekusi terhadap sisa terpidana kasus narkoba tidak dilakukan," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric, Sabtu 14 Februari 2015.

Kecaman PBB ini menjadi respon tindak lanjut atas reaksi keras pemerintah Australia atas keputusan Indonesia untuk mengeksekusi mati dua warganya yang menjadi terpidana mati, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, atau yang populer dengan sebutan komplotan Bali Nine.

Australia memang bereaksi keras atas keputusan itu. Tak tanggung, mereka pun menyebut eksekusi mati tersebut sebagai aksi barbar. "Kami membenci hukuman mati dan menganggapnya Barbar," ujar Perdana Menteri Australia Tony Abbot, Sabtu 14 Februari 2015.

Kekecewaan ini, cukup beralasan. Bagaimana tidak, negeri Kangguru ini mengklaim sedang mendampingi Indonesia untuk membantu sedikitnya 360 orang warga negara Indonesia yang juga sedang terancam eksekusi mati di berbagai belahan dunia.

Begitupun saat Indonesia tengah mengalami kesulitan saat dirundung bencana, Australia mengaku selalu hadir memberi dukungan dan bantuan. "Kami akan mencari cara supaya rasa kekecewaan kami diketahui. Kami menghormati kedaulatan Indonesia tetapi kami akan lebih menghargai sikap kebesaran hati dalam kasus ini," kata Abbott.

Reaksi serupa juga dilontarkan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop. Ia bahkan melontarkan nada ancaman, bahwa bila eksekusi mati tersebut tetap dipaksakan, maka akan ada aksi boikot publik Australia terhadap Indonesia.

Secara tersirat ia mengatakan, "Saya pikir orang Australia akan mendemonstrasikan ketidaksetujuan mereka (pada eksekusi mati), dengan membuat keputusan tentang ke mana mereka ingin berlibur."

Johan Budi Harusnya Tanggapi Laporan Haris Azhar

Terima Risiko

Munculnya beragam reaksi keras itu, bagi Indonesia sepertinya bukan hal yang harus dikhawatirkan. Dalam pernyataannya Presiden Joko Widodo, mengaku tak perlu gentar dengan sejumlah ancaman itu.

"Semua kebijakan pasti ada risikonya, dan Presiden tetap dalam pendirian untuk tegas tidak memberikan pengampunan," kata Jokowi melalui Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat 13 Februari 2015.

Bentuk Komitmen Jokowi untuk melakukan perang terhadap narkoba di Indonesia. Sebelumnya telah ditunjukkan saat mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba di LP Nusakambangan dan Boyolali pada Minggu 18 Januari 2015.

Dua Tahun Haris Azhar Simpan Rahasia Freddy Budiman

Kala itu, hanya ada satu terpidana mati asal Indonesia. Sisanya merupakan terpidana dari berbagai negara seperti Brasil, Malawi, Nigeria, Vietnam dan Belanda.

Sampai kini Pemerintah Indonesia kukuh dengan komitmennya menghukum mati napi kasus narkoba. Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Armanatha Christiawan Nasir, mengatakan Menlu Retno Marsudi memang telah menerima notifikasi keberatan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon terkait pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia.

Polri, TNI dan BNN Diminta Cabut Laporkan Haris Azhar

Namun demikian, akan sangat sulit bagi pemerintah untuk mengubah aturan hukuman mati yang kini masih berlaku. "Hukuman mati tidak bertentangan dengan penghormatan Hak Asasi Manusia sebagaimana yang diatur di dalam UUD 1945.

Selain itu Konvensi Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik di dalam pasal 6 menyebut hukuman mati dapat dijatuhkan bagi pelaku tindak kejahatan berat melalui proses pengadilan yang bersifat tetap," kata Armanatha.

Dan kini, gelombang kedua eksekusi mati kembali bergulir. Dua terpidana mati asal Australia, Andrew Chan, 31 tahun dan Myuran Sukumaran, 33 tahun, sedang menanti ajal mereka di Nusakambangan.

Sebenarnya, Indonesia bukanlah satu-satunya negara di dunia yang masih memberlakukan hukuman mati bagi penyelundup narkotik. Tercatat, pada tahun 2013 terdapat 788 orang yang telah dieksekusi mati di seluruh dunia.

39 orang di Amerika Serikat, Iran 369 orang, Arab Saudi 79 orang dan ini belum termasuk negara Cina. Dimana negara tirai bambu ini diperkirakan telah mengeksekusi ribuan orang di negaranya.

Dukungan Rakyat

Lantas bagaimana reaksi rakyat atas keputusan Indonesia untuk mengeksekusi mati para warga negara asing ini. Secara keseluruhan, keputusan Jokowi menuai reaksi positif atas komitmennya tersebut.

Beberapa gejolak memang muncul terutama dari sejumlah aktivis HAM. Namun, sebagiannya lagi justru mendukung langkah Indonesia tersebut sebagai bentuk kedaulatan negara terhadap negara lain.

Seperti dilontarkan oleh Wakil Ketua Dewan perwakilan Rakyat Fahri Hamzah. "Ini merupakan kebijakan suatu negara, mereka (negara sahabat) harus tahu itu jangan mengintervensi. Mereka harus tahu siapa kita, jangan kita selalu disetir mereka," kata Fahri di DPR.

Dan kini, detik-detik menjelang ajal duo Bali Nine, sudah di depan mata. Upaya perlawanan ats putusan tersebut masih digencarkan oleh pihak Australia. Lantas siapakah Indonesia kembali dihujat Internasional atas kebijakan ini? Presiden dan negara ini, suka tak suka harus bersiap.

"Indonesia tak perlu merespon berlebihan soal pernyataan Sekjend PBB. Bukankah eksekusi mati sudah bagian dari sistem penegakan hukum yang berlaku di negara kita? Kita masih menganggap legal hukuman mati. Jadi tidak boleh ragu melaksanakannya," ujar anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat, Minggu 15 Februari 2015. (ren)

Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya